Sholahuddin menuai laba dari mainan kreatif



Banyak orang mendapat ide usaha ketika berhadapan dengan masalah. Sholahuddin Fuadi, salah satunya. Ketika menemui kesulitan mencari mainan edukatif untuk buah hatinya, pria 46 tahun ini justru mengendus peluang berbisnis jenis mainan tersebut. Kini, bersama sang istri, Ummu Masmuah, dia berhasil mencetak omzet ratusan hingga miliaran rupiah saban bulan.

Pasangan suami istri ini menemukan ide berbisnis mainan edukatif ketika Ummu menjadi tenaga pemasar freelance buku anak-anak produk impor. Semula, pekerjaan ini dilakoni Ummu karena sulit menemukan mainan yang cocok untuk putrinya, Haula.

Kebetulan, paket buku itu juga disertai alat peraga atau mainan edukatif. Dari situlah, dia mencium adanya kebutuhan mainan edukatif. “Banyak yang pesan, tapi produknya sangat terbatas,” ujar Ummu.   

Tak mau melewatkan kesempatan, Fuad memutuskan untuk memproduksi mainan edukatif serupa. Bermodal Rp 400.000, uang pinjaman dari teman, dia membeli bahan baku, berupa potongan kayu. Produk mainan edukatif pertama mereka adalah puzzle.

Saat merintis usahanya pada 1998, Fuad tak mau meninggalkan pekerjaannya sebagai supervisor perusahaan tekstil di Ciracas. Ini dilakukan untuk meminimalkan risiko jika usahanya gagal. Setelah bekerja, dia membuat mainan sekaligus mengantarkannya ke pembeli. “Waktu itu, belum banyak jasa pengiriman barang seperti sekarang,” kenangnya.

Meski usahanya tampak berkembang, Fuad tetap tak mau melepas pekerjaannya. Bahkan, dia sempat pindah kerja ke salah satu anak usaha grup bisnis Astra. Dia mengaku, banyak mendapat pelajaran dari pekerjaan. Salah satunya dalam hal pelayanan kepada konsumen. “Sekecil apa pun permintaan, konsumen harus tetap dilayani,” tutur dia. Lantaran ingin fokus membesarkan usaha, pada akhirnya Fuad mengundurkan diri pada tahun kedua.  

Hampir bangkrut Sejak tahun 2000, nama Haula Toys, merek mainan milik Fuad, mulai melejit. Selain rajin mengikuti pameran, dia juga sering menggelar lapaknya di kawasan Senayan saban hari Minggu. “Dalam tiga jam saja, saya bisa mendapat omzet Rp 600.000 hingga Rp 4 juta dari jualan di Senayan,” sebut dia. Rutinitas berdagang di Senayan ini dilakukan selama setahun,  sampai akhirnya ada larangan berjualan di daerah tersebut.

Selain membuat mainan edukatif, Fuad juga memproduksi alat peraga pendidikan. Produksinya juga tak dijual secara eceran. Dia menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga pendidikan, institusi pemerintah, dan korporasi yang membutuhkan produknya. Bahkan, Fuad mengklaim, hampir semua kementerian merupakan klien Haula Toys.

Hingga sekarang, produk Haula Toys yang paling laku ialah puzzle berbentuk balok. Fuad mengatakan, mainan itu membantu anak-anak mengembangkan imajinasi dan pertumbuhan motorik. Mainan ini juga bisa dimainkan oleh anak mulai enam bulan hingga usia sekolah dasar. Berbagai produk Haula Toys dibanderol mulai dari harga Rp 10.000 hingga jutaan rupiah per unit.

Dalam sebulan, Fuad bisa memproduksi 1.000 unit mainan. Kapasitas produksi biasanya akan meningkat tajam pada semester dua. Bahkan, bisa mencapai sepuluh kali lipat. Maklum, kebanyakan kliennya merupakan institusi pemerintah sehingga dia harus menunggu pencairan sebelum produksi.

Meski sudah menorehkan hasil nan cemerlang, jangan bayangkan roda usaha Fuad ini selalu berjalan mulus. Bukan perihal gampang mempertahankan usaha selama 17 tahun.   Dia kerap menemui kendala, mulai dari tertipu calon pembeli hingga kekurangan stok kayu.

Fuad mengenang, pernah tiga kali ditipu orang. Meski nilainya hanya puluhan juta, itu bukan jumlah yang kecil saat awal dia merintis usaha. Bahkan, kejadian ini sempat membuat usahanya hampir bangkrut. “Mereka mengaku sebagai customer yang mau order, tapi ternyata penipu. Itu sudah risiko sebagai pengusaha,” ucap dia.

Namun, Fuad tak mau putus asa. Dia percaya, asal mau bekerja keras, usahanya pasti berkembang. Untuk menghindari kejadian serupa terjadi, Fuad mengubah sistem pemesanan di perusahaannya. “Selain kerja keras, saya belajar bahwa saya dan istri juga harus bekerja dengan cerdas,” ujarnya.

Sementara, kendala kelangkaan kayu diatasi dengan mencari kayu-kayu alternatif lainnya. Jadi, Fuad harus pintar-pintar memilih bahan baku yang cocok untuk anak-anak, tapi stoknya tersedia. Sekarang, Haula Toys menggunakan empat jenis kayu, yakni MDF (medium density board), jati belanda, pinus, dan karet.

Saat ini, Fuad memiliki 200 orang karyawan. Kebanyakan dari karyawannya bertanggung jawab untuk urusan produksi, khususnya penyelesaian akhir (finishing).

Sejak 2010, secara perlahan, Fuad menyerahkan urusan produksi pada pihak ketiga. Haula Toys bekerjasama dengan lima produsen mainan lainnya untuk membuat mainan edukatif. Asal tahu saja, produsen mainan itu merupakan mantan karyawannya. “Setelah keluar dari Haula Toys, mereka bikin usaha sendiri. Saya mendukung, bahkan mengajak mereka bekerjasama,” kata dia.

Namun, untuk urusan finishing masih ditangani oleh karyawan Haula Toys di workshop yang terletak di Parung, Kabupaten Bogor. Dengan demikian, Fuad bisa fokus mengurus pemasaran. Pada 2013, ia sudah mempercayakan urusan produksi sepenuhnya pada karyawan.

Sampai saat ini, Haula Toys sudah memproduksi lebih dari 1.000 model mainan edukatif. Tiap tahun, Fuad mengeluarkan model baru. Inovasi ini terus dilakukan agar Haula Toys selalu unggul dibandingkan produsen mainan edukatif lainnya.    

Pesaing adalah kawan Yang namanya bisnis tentu saja mengenal kompetisi. Sholahuddin Fuadi, pemilik Haula Toys, mengatakan, pada 2003, ia mulai melihat banyak pemain baru. Karena menganggap sebagai kompetitor, Fuad pun sempat was-was usahanya bisa terhalang maju karena banyak produk serupa di pasaran.

Namun kemudian, Fuad melihat, kehadiran pemain baru ini justru bisa membuatnya berpikir jernih untuk berinovasi. Dia mengubah cara pandangnya. Ia menjadikan pesaing sebagai rekan kerja. “Pikiran negatif tak mau kalah dari kompetitor itu malah membatasi orderan,” ujar Fuad.

Makanya, ketika produk China membanjiri pasar Indonesia pada 2010, Fuad tak cemas. Ia percaya akan kualitas produknya. Terbukti, tak sampai dua tahun, produk asal Tiongkok itu tak lagi beredar di pasar. "Konsumen sudah cerdas memilih produk bagus," tutur pria kelahiran 27 Juni 1969 ini.

Kampung edukasi Visi Fuad dalam mengembangkan Haula Toys ialah membahagiakan semua anak. Selain mainan, ia mewujudkan visi itu dengan membangun Kampung Edukasi seluas 5.000 m2 di Depok. Hampir tiap minggu, area tersebut ramai oleh anak-anak. Selain bermain, mereka bisa membuat mainan edukatif sendiri.

Fuad juga membuka kelas pelatihan untuk masyarakat sekitar wilayah Kampung Edukasi. Rencananya, dengan ikut pelatihan, masyarakat bisa menciptakan usaha sendiri. Saat ini, Kampung Edukasi sudah punya lini usaha baru dari pelatihan, yakni bisnis sepatu dan daur ulang sampah.

Di masa mendatang, Fuad berharap Kampung Edukasi Haula bisa diadopsi di daerah lain. “Kami sudah punya cabang di Padang dan kalau ada yang berminat, kami juga akan buka cabang di kota-kota lain,” ucap ayah dari empat anak ini.           

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi