Siap dijual, Mutiara terus mempercantik diri



JAKARTa. Agustus 2011 mendatang, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mulai melakukan penawaran saham Bank Mutiara. Mendekati tenggat, manajemen bank yang dulu bernama Bank Century ini terus berbenah. Mulai dari ekspansi cabang, diversifikasi produk, hingga pembersihan aset bermasalah sisa peninggalan masa lalu.

LPS mengendalikan 99,9% saham Bank Mutiara setelah menyuntikkan dana Rp 6,7 triliun di tahun 2008. Berdasarkan undang-undang, tiga tahun setelah menginjeksi modal, LPS harus menjual senilai modal disetor. Jika tidak laku, penjualan ditunda hingga dua tahun berikutnya lalu dilepas di harga optimal.

Firdaus Djaelani, Kepala Eksekutif LPS, menerangkan, pihaknya menunjuk Assegaf Hamzah & Partners (AHM) sebagai penasihat hukum divestasi. "Kami sudah menyusun langkah divestasi. Kami berharap sesuai jadwal," kata Firdaus, Rabu (15/6).


Mengenai investor, memang belum ada yang memasukkan penawaran. Tapi, sudah ada beberapa peminat, baik lokal maupun asing, yang datang ke LPS menanyakan perkembangan ini. "Kami belum bisa menyebut mereka investor, karena sebatas bertanya. Mereka belum mengirim letter of intent," katanya.

Firdaus yakin, Bank Mutiara akan laku di atas Rp 6,7 triliun. Keuangan Mutiara terus membaik. Asetnya kini Rp 11 triliun. Selain itu, cabang juga semakin banyak.

Maryono, Direktur Utama Bank Mutiara, mengatakan, selama ini pihaknya terus mengemas Mutiara sebagai persiapan divestasi. Karena itu, harga Mutiara juga bisa tinggi. "Pertumbuhan di-packaging untuk divestasi," tuturnya.

Kondisi rasio kecukupan modal (CAR) mencapai 11%. Akhir 2011, diestimasi laba bersihnya sekitar Rp 225 miliar. Adapun dana pihak ketiga (DPK) Rp 10,8 triliun.

Ekonom Aviliani menyarankan, pemerintah menunda penjualan. Ia memprediksi, jika dilepas tahun ini, Mutiara hanya laku Rp 2 triliun. "Pembeli khawatir DPR masih mengungkit soal Century. Risikonya terlalu tinggi, jadi pasti ditawar murah," ujarnya.

Menurut Aviliani, pemerintah bisa menitipkan Mutiara ke salah satu bank BUMN selama dua tahun. Tujuannya, memperkuat manajemen sekaligus memulihkan kepercayaan masyarakat dan investor. Mekanismenya, bisa menggunakan kontrak manajemen dengan sistem bagi hasil antara Mutiara dan BUMN itu.

Sumber KONTAN mengatakan, sebenarnya tidak ada investor yang tertarik membeli Mutiara saat ini. Asetnya memang sudah Rp 10 triliun, tapi itu hanya satu variabel. Harga wajarnya tidak sampai Rp 6,7 triliun. Menurutnya, upaya LPS lebih menunjukkan itikad baik ke anggota DPR.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie