Siap-siap, Detergen Hingga BBM Bakal Kena Cukai



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) saat ini sedang mengkaji rencana perluasan obyek kena cukai untuk tiga barang seperti ban karet, Baham Bakar Minyak (BBM) serta detergen dalam rangka mengurangi tingkat konsumsi.

Hal tersebut disampaikan langsung Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu dalam Rapat Panja Asumsi Dasar Banggar DPR RI, Senin (13/6).

“Yang sedang kita kaji adalah beberapa konteks ke depan dalam pengendalian konsumsi seperti Ban Karet, BBM dan detergen,” ujar Febrio saat memberi paparan di DPR RI, Senin (13/6).


Febrio mengatakan, rencana perluasan obyek kena cukai tersebut dilakukan karena potensi penerimaan negara dari sisi kepabeanan dan cukai masih dapat dioptimalkan melalui ekstensifikasi barang kena cukai (BKC).

Baca Juga: Penerimaan Cukai Tumbuh Menunggu Ekonomi Pulih

Dalam paparannya, Febrio mengatakan ada tiga pengelompokan barang kena cukai, yaitu existing, persiapan dan kajian. Adapun tiga barang yang kena cukai yang sedang berlaku yaitu hasil tembakau, minuman mengandung etil alkohol (MMEA), dan etil alkohol.

“Barang kena cukai termasuk yang existing adalah hasil tembakau, MMEA, etil alkohol,” jelasnya.

Sedangkan barang-barang yang sedang dalam tahap persiapan pengenaan cukai adalah plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Sementara barang-barang yang masih dalam tahap kajian adalah ban karet, BBM, dan detergen.

Namun Febrio tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai waktu dan kapan kebijakan pengenaan cukai terhadap barang seperti ban karet, BBM, dan detergen itu kapan akan diterapkan.

Baca Juga: Kemenkeu Kembali Berikan Relaksasi Penundaan Pembayaran Cukai, Simak Aturannya

Mengutip dari berita Kontan, Pemerintah mematok penerimaan cukai di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 sebesar Rp 203,92 triliun atau tumbuh 4,3% dibandingkan dengan tahun lalu yang sebesar Rp 195,5 triliun. Sementara itu, realisasi penerimaan cukai per April 2022 telah mencapai Rp 78,56 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli