KONTAN.CO.ID - BAGHDAD. Sekelompok negara anggota OPEC+ mengumumkan pemangkasan produksi minyak yang akan berlangsung mulai Mei hingga akhir tahun ini. Langkah mengejutkan ini mencakup pemotongan sekitar 1,15 juta barel per hari (BPD) dan dipimpin oleh Arab Saudi, Irak, Uni Emirat Arab, dan Kuwait. Kementerian Energi Arab Saudi mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pemangkasan produksi merupakan sebuah langkah pencegahan yang bertujuan untuk mendukung stabilitas pasar minyak.
Fox Business pada Senin (3/4) menyebutkan, langkah ini kemungkinan akan menyebabkan harga minyak naik karena produksi yang turun. Pada gilirannya, akan berdampak negatif pada konsumen karena harga bensin ikut naik.
Baca Juga: Anggota OPEC+ Pangkas Produksi, Harga Minyak Diprediksi Bakal Melambung Harga gas rata-rata di Amerika Serikat telah naik sekitar 13 sen selama sebulan terakhir menjadi US$ 3,50 per galon menurut American Automobile Association (AAA). Sementara itu, lima anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) seperti Arab Saudi, Irak, Uni Emirat Arab (UEA), Kuwait, dan Aljazair akan melakukan pemotongan terbesar pada produksi minyak mereka. Arab Saudi misalnya, memotong 500.000 barel per hari (bpd), Irak memotong 211.000 (bpd), UEA memotong 144.000 (bpd), Kuwait memotong 128.000 (bpd), dan Aljazair memotong 48.000 (bpd). Adapun, dua negara OPEC+ yang berpartisipasi dalam pengurangan produksi yakni Kazakhstan dan Oman, masing-masing akan memangkas 78.000 bpd dan 40.000 bpd.
Baca Juga: Harga Minyak Melonjak, Dipicu Rencana Pemangkasan Produksi OPEC+ Pemangkasan produksi minyak terbaru ini merupakan tambahan dari pemangkasan produksi 2 juta bpd yang diumumkan OPEC+ pada bulan Oktober tahun lalu. Rusia sebelumnya mengumumkan pengurangan produksi sepihak sebesar 500.000 bpd pada bulan Februari 2023 hingga akhir tahun ini, setelah negara-negara Barat memberlakukan batasan harga US$ 60 per barel untuk minyak Rusia sebagai bagian dari sanksi yang disebabkan invasi Rusia ke Ukraina.
Adapun, AS telah melobi negara-negara penghasil minyak untuk meningkatkan suplai dan mendukung harga energi yang lebih murah untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Pemerintahan Biden mengkritik pengumuman OPEC+ terbaru karena juru bicara Dewan Keamanan Nasional mengatakan kepada Reuters bahwa pemangkasan produksi minyak tidak disarankan pada saat ini karena ketidakpastian pasar. Sekadar informasi, harga minyak baru-baru ini jatuh di bawah US$ 67 per barel pada pertengahan Maret 2023, mencapai titik terendah dalam 15 bulan terakhir di tengah-tengah krisis perbankan baru-baru ini yang disebabkan oleh kegagalan dua perusahaan AS dan kesulitan Credit Suisse, yang berujung diakuisisi oleh UBS Group. Sejak mencapai titik terendah US$ 66,74 pada 17 Maret, harga minyak telah pulih dan ditutup sebesar US$ 75,70 pada 31 Maret.
Editor: Herlina Kartika Dewi