Siap-siap! Ini Sektor & Saham Unggulan Analis Mengantisipasi Hadirnya Window Dressing



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar saham yang tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih tertekan di bulan November. Peluang penguatan IHSG terbuka di pengujung tahun 2024, terdongkrak oleh potensi terjadinya window dressing.

IHSG kembali merosot setelah sempat menguat 1,65% ke level 7.314,11 pada awal pekan ini. Tapi IHSG mundur ke posisi 7.245,88 usai anjlok 0,93% pada perdagangan Selasa (26/11).

Praktisi Pasar Modal & Founder WH Project William Hartanto mengamati pergerakan IHSG menjelang akhir November ini masih terbilang wajar. Sebab, koreksi IHSG bukan karena panic selling dari pelaku pasar maupun adanya sentimen negatif yang signifikan.


Dus, IHSG bisa menanjak kembali di bulan Desember. Head Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi mengamini hal itu karena secara historis dalam 10 tahun terakhir, peluang kenaikan IHSG pada bulan Desember mencapai 90%.

Audi mengatakan, performa positif IHSG di akhir tahun secara tidak langsung menunjukkan adanya window dressing. Pada tahun ini, window dressing masih berpeluang hadir. Pendorongnya adalah rebalancing portofolio dari manajer investasi.

Baca Juga: IHSG Rawan Terkoreksi, Simak Proyeksinya dan Rekomendasi Saham untuk Kamis (28/11)

Rebalancing dari sejumlah indeks mayor seperti IDX30, LQ45 dan MSCI Indonesia pada bulan ini membawa perubahan bobot saham, sehingga turut memengaruhi likuiditas dan strategi investasi. Selain itu, Audi menyoroti faktor makro ekonomi dan kebijakan moneter, termasuk langkah The Fed yang diperkirakan masih akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis points.

Senior Vice President & Head of Retail Henan Putihrai Asset Management Reza Fahmi Riawan menambahkan, dalam 10 tahun terakhir window dressing terjadi hampir setiap tahun kecuali pada tahun 2021. Dilihat dari indikator pergerakan IHSG, rata-rata kenaikan pada bulan Desember mencapai sekitar 3,40%.

Reza sepakat, arah kebijakan fiskal dan moneter akan menjadi faktor penting yang bisa mendorong window dressing. Faktor lainnya adalah kebijakan pemerintah baru di Indonesia maupun Amerika Serikat (AS) yang mengarah pada pro-growth atau pro-bisnis.

Sedangkan faktor penghambatnya bisa datang dari sentimen eksternal. Terutama risiko ketidakpastian global serta kebijakan ekonomi negara besar seperti AS dan China, yang dapat memengaruhi arus modal asing ke pasar saham.

Sementara itu, Equity Analyst Indo Premier Sekuritas Dimas Krisna Ramadhani memprediksi, probabilitas terjadinya window dressing di tahun ini masih 50:50. Dimas mempertimbangkan aliran dana dari investor asing yang masih keluar (capital outflow).

Jika berlanjut, situasi ini akan memberikan tekanan terhadap pergerakan IHSG di akhir tahun 2024.

"Namun di sisi lain jika melihat performa IHSG sejak awal tahun dibandingkan dengan indeks saham negara lain, maka memberikan “keharusan” bagi pelaku pasar untuk memperbaiki kinerjanya di akhir tahun ini khususnya bagi big fund," jelas Dimas.

Baca Juga: Simak Rekomendasi Teknikal BRPT, TLKM, ADRO, untuk Kamis (28/11)

Dengan skenario terjadi window dressing, Dimas menaksir saham-saham yang menjadi sasaran adalah yang masuk ke dalam konstituen fund manager.

"Dengan kata lain pilihan saham pada masa window dressing adalah saham yang masuk ke dalam indeks seperti LQ45, Kompas100, dan lainnya," terang Dimas.

Direktur Reliance Sekuritas Indonesia Reza Priyambada menambahkan, window dressing biasanya menyengat saham-saham berkapitalisasi pasar besar (big cap), khususnya di sektor perbankan.

"Fenomena window dressing memang kerap terjadi jelang akhir tahun seiring harapan dari para pengelola fund untuk mencatatkan peningkatan di portofolio-nya," kata Reza.

Head of Investment Heksa Solution Insurance Agung Ramadoni mengamini saham big cap punya prospek yang menarik. Apalagi tekanan dari capital outflow dalam dua bulan terakhir membuat sejumlah saham big cap sudah menarik secara valuasi.

Agung melihat saham yang berpotensi merespons window dressing berada di sektor perbankan dan telekomunikasi. Agung menjagokan saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), PT Indosat Tbk (ISAT) dan PT XL Axiata Tbk (EXCL).

William turut menjagokan saham perbankan, dengan pilihan pada BMRI, BBCA, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (BJTM). Kemudian sektor barang konsumsi, yakni PT Mayora Indah Tbk (MYOR), PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP).

 
BMRI Chart by TradingView

Saham lain yang menarik dilirik adalah PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) dan PT Sinar Eka Selaras Tbk (ERAL). Sedangkan Audi melirik peluang dari sektor keuangan, telekomunikasi energi dan barang baku.

Audi menyematkan rekomendasi buy pada saham BMRI, BBCA dan TLKM dengan target harga masing-masing di Rp 7.100, Rp 10.800, dan Rp 3.050. Kemudian trading buy saham PT United Tractors Tbk (UNTR) dan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dengan target harga Rp 29.600 dan Rp 2.360 per saham.

Selanjutnya: Pantau Hasil Real Count Pilkada Jambi 2024 di Sini

Menarik Dibaca: Pemerintah Turunkan Harga TIket Pesawat Domestik 10% Selama Periode Nataru

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari