Siap-siap resesi, diversifikasi portofolio jadi solusi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Diversifikasi portofolio jadi langkah tepat untuk mengamankan asset di tengah ancaman resesi. Selain itu, beberapa instrumen investasi juga bisa dilirik untuk bisa mendapatkan imbal hasil maksimal saat kondisi ekonomi tidak menentu. 

"Investor perlu melakukan diversifikasi investasi berdasarkan aset dan horison investasinya. Tentunya setelah investor menyisihkan porsi dana operasi dan dana darurat," kata Head of Investment Avrist Asset Management Farash Farich, Rabu (2/9). 

Berkaca dari berbagai kinerja instrumen investasi, Farash menilai dari sisi valuasi, saham dan obligasi masih undervalue. Bahkan, saham lebih undervalue dibandingkan dengan obligasi, lantaran harganya yang belum juga pulih ke level sebelumnya. 


Baca Juga: Tak disarankan terlalu agresif, begini portofolio untuk investor moderat

Farash juga menerangkan bahwa umumnya pasar saham bergerak lebih dulu dibandingkan publikasi data ekonomi. Ini karena, investor saham cenderung bersikap forward looking sebelum berinvestasi. Untuk itu, saham dianggap mampu memberikan peluang imbal hasil jangka panjang yang masih cukup baik. 

"Selain valuasi yang belum mahal, saham punya prospek kenaikan jika terjadi pemulihan ekonomi setelah Covid-19 terkendali, atau saat vaksin efektif," kata Farash. Dia juga memandang prospek reksadana pendapatan tetap cukup baik untuk investor yang ingin berinvestasi di jangka menengah. Sedangkan reksadana pasar uang untuk investasi di jangka pendek. 

Dana investasi idealnya disiapkan agar tetap stabil, artinya jangan sampai investasi harus dilikuidasi tiba-tiba dalam jangka pendek, hanya untuk menutupi biaya operasional. Saat itu dilakukan, Farash menekankan hasil investasi tidak akan maksimal.

Baca Juga: Investasi saham dianggap jadi pilihan menarik di tengah ancaman resesi, asal...

Bagi investor berusia muda, Farash merekomendasikan untuk berinvestasi di jangka panjang, dengan porsi saham 80%-90%, pasar uang 5%-10% dan untuk alokasi di pendapatan tetap 5% hingga 10%. 

Untuk investor usia menengah, bisa melakukan alokasi portofolio yang lebih balanced, dengan porsi saham 50%-60%, pasar uang sekitar 10%-20%, dan pendapatan tetap 30%. Sementara investor senior bisa menempatkan 5%-10% asetnya di saham, 80%-90% di pasar uang dan sisanya sekitar 5%-10% di pendapatan tetap. 

Baca Juga: Nasabah CIMB Niaga bisa membeli Sukuk Ritel seri SR013 dari ponsel

Adapun instrumen investasi yang dianggap Farash lebih tahan banting terhadap ancaman resesi ataupun krisis yakni obligasi dengan kupon tetap. "Ini karena saat resesi inflasi rendah sementara investor kuponnya tidak turun sehingga real yield-nya tidak turun atau bisa naik sedikit dan pastinya dapat diperkirakan," imbuh dia. 

Untuk investasi emas, dia menilai prospeknya cukup sulit diprediksi karena harganya ditentukan oleh mekanisme pasar. Ditambah lagi, secara teori kenaikan harga emas hanya naik sebatas tingkat inflasi global atau dalam jangka panjang real yield-nya bisa sangat rendah atau bahkan mendekati nol. "Kalau ada preferensi yang risiko kredit dan likuiditasnya rendah, bisa ke SBN. Bahkan, sukuk ritel yang sedang launching dapat dipertimbangkan," pungkas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati