KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Simplifikasi tarif cukai rokok masuk dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Dalam hal ini, Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memasukkan penyederhanaan tarif cukai rokok dalam strategi otoritas untuk mengendalikan konsumsi rokok. Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77/PMK.01.2020 tentang Rancangan Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024. Beleid tersebut diundangkan pada tanggal 30 Juni 2020.
Baca Juga: Bea Cukai selaraskan manifes angkutan logistik via national logistic ecosystem Beleid itu menyebutkan, selain bertujuan membatasi konsumsi, Bea Cukai akan melakukan upaya optimalisasi penerimaan melalui kebijakan tarif, yaitu intensifikasi melalui penyesuaian tarif cukai. Akan tetapi, Bea Cukai menyebut kebijakan ini tetap memperhatikan petani tembakau dan keberlangsungan industri rokok serta melakukan intensifikasi pembeaan melalui Nota Pembetulan (Notul), Penelitian Ulang (Penul) dan audit. Sementara itu, Bea Cukai mengonfirmasi belum ada pembahasan lanjut soal simplifikasi tarif cukai rokok. Yang jelas di tahun ini kebijakan tersebut tidak akan berlangsung. “Belum dibahas kapan implementasinya, sejauh ini masih dengan layer yang sama,” kata Kasubdit Komunikasi dan Publikasi Ditjen Bea Cukai Kemenkeu Deni Surjantoro kepada Kontan.co.id, Rabu (5/8). Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya Malang Chandra Fajry Ananda menilai rencana kebijakan simplifikasi cukai dapat mematikan industri rokok nasional. Ia menyarankan agar pemerintah tetap menjalankan aturan yang selama ini sudah berjalan dengan baik. "Jika dengan cara yang lama, target penerimaan negara dari cukai rokok tetap terpenuhi, menurut saya pemerintah sebaiknya tidak perlu melakukan simplifikasi atau penyederhanaan penarikan cukai, dari 10 tier menjadi 3 tier," terang Chandra, Selasa (4/8). Chandra menambahkan, apabila pemerintah belum dapat menyediakan lapangan pekerjaan pengganti bagi jutaan tenaga kerja industri rokok, namun sudah mematikan industri hasil tembakau, pasti akan mendapatkan protes bertubi-tubi dari jutaan tenaga kerja yang kehilangan pekerjaannya.
Baca Juga: Tarif efektif PPN untuk produk pertanian tertentu turun menjadi 1% "Karena itu RPJMN 2020-2024 yang meniadakan industri hasil tembakau tidak mungkin dapat dilaksanakan," kata dia. Menurut Chandra, harus diakui, selama ini industri kretek nasional mampu menyerap jutaan tenaga kerja. Menurutnya, sampai saat ini belum ada industri lain yang dapat menyerap jutaan tenaga kerja seperti industri rokok. Bahkan, juga memberikan pemasukan ratusan triliun rupiah bagi negara. "Jika belum ada, jangan mematikan industri hasil tembakau nasional. Industri hasil tembakau nasional yang bernilai strategis harus dilindungi," kata Chandra. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi