JAKARTA. Para pebisnis menanggapi beragam kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi. Yang paling menentang adalah pengusaha transportasi yang tergabung dalam Organisasi Angkutan Darat (Organda) yang mengancam akan mogok nasional terhitung mulai pukul 00.00 WIB hari ini, (19/11). Menurut Andre Silalahi, Ketua Departemen Moda Angkutan Barang DPP Organda bilang, aksi mogok ini sudah diputuskan dalam Rapat Kerja Nasional Organda yang berlangsung 15 November-17 November 2014. "Karena permintaan kami supaya angkutan umum tetap disubsidi tidak mendapat perhatian dari pemerintah," katanya kepada KONTAN, Selasa (18/11). Namun Organda bisa menghentikan aksi mogok ini asalkan pemerintah mau mengeluarkan sikap yang mendukung angkutan umum. Kemudian ada keputusan dari Ketua DPP Organda yang mencabut aksi tersebut.
Sementara PT Blue Bird Tbk menyatakan masih belum memutuskan besaran kenaikan tarif taksi lantaran masih proses kajian internal. Menurut Andre Djokosoetono, Direktur Blue Bird belum ada pembahasan kenaikan tarif dengan pihak Organda. "Belum ada pembahasan," katanya Selasa (18/11). Sambil menunggu kenaikan tarif, Blue Bird memberi tunjangan selisih harga BBM subsidi kepada para pengemudi. Tujuannya adalah supaya penghasilan para sopir taksi Blue Bird tidak tergerus. Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengerti kondisi bisnis angkutan paska kenaikan BBM subsidi. Untuk itu, pihaknya memberi restu kenaikan tarif angkutan maksimum 10% dari tarif yang berlaku. "Itu sudah diperhitungkan," kata Jonan. Adapun bagi pebisnis logistik seperti Jalur Nugraha Ekakurir (JNE), efek kenaikan BBM sudah pasti membuat biaya operasional membengkak. Edi Santoso, Direktur Operasional Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) menghitung, bahwa komponen biaya terbesar dari bisnis logistik adalah dari upah pekerja dan BBM. "Totalnya, mencakup 30%-40% dari keseluruhan biaya operasional," katanya. Sayang, pihak JNE masih belum bisa menentukan berapa besar kenaikan tarif yang bakal ditetapkan. Lantaran masih menunggu kepastian kenaikan upah minimum di beberapa daerah. Namun, Budi Paryanto, Wakil Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) memprediksi, kenaikan tarif logistik yang wajar adalah 15%. Asperindo sudah mensosialisasikan saran kenaikan tarif logistik yang wajar kepada para anggota. Namun, keputusan akhir memang tetap berada di tangan pebisnis masing-masing. "Kami hanya bisa menyarankan, tidak bisa membuat peraturan kenaikan," tandas Budi. Untuk produk properti, Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda memperkirakan pengembang akan mengerek harga jual proyeknya sebesar 12%-15% sebagai respon kenaikan harga BBM. Akibatnya, pertumbuhan sektor properti 2015 hanya berkisar 15%-20%. Angka ini tidak mengalami banyak perubahan dibanding 2014. Selain kenaikan harga BBM, faktor lain adalah harga yang sudah jenuh dan suku bunga acuan yang naik menjadi 7,75%. Candra Ciputra,
Chief Executive Officer (CEO) PT Ciputra Development Tbk bilang tidak akan mengerek harga jual proyek yang pembangunannya sudah rampung. "Tapi harga jual proyek yang belum jadi akan kami naikkan 5%-8%," imbuhnya. Sedangkan pengelola Indomaret, Indomarco Prismatama masih menunggu kenaikan harga dari para prinsipal. Peritel Peritel modern sudah mengantisipasi efek dari kenaikan bahan bakar minyak (BBM) subsidi. Salah satunya adalah PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA). Menurut Danny Kojongian, Direktur Komunikasi Korporasi Matahari Putra Prima, kenaikan BBM subsidi dipastikan bakal mempengaruhi daya beli konsumen. Namun , ia memprediksi kondisi ini tidak berlangsung lama, yaitu antara satu bulan sampai dua bulan saja. Untuk menyiasati penurunan daya beli ini, MPPA punya strategi khusus. "Kami akan perbanyak promosi bundling (paket) dan menjajakan produk ritel berukuran kecil sebagai bentuk penyesuaian," katanya.
Namun, strategi ini bukanlah sesuatu yang baru. Hampir setiap kali terjadi gejolak ekonomi, anak usaha Grup Lippo ini serta sebagian besar peritel domestik selalu mengambil kiat seperti ini. Meski begitu, MPPA yang menargetkan mampu meraup pendapatan sebesar Rp 14,8 triliun di akhir 2014 enggan mengubah target bisnis dan keuangannya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto