KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan menggenjot penerimaan pajak dari ekonomi digital. Ditjen Pajak akan menugaskan tim khusus untuk mengoptimalkan setoran pajak ekonomi digital. Berdasarkan draf rencana kerja Ditjen Pajak Kemenkeu yang dihimpun Kontan.co.id, Ditjen Pajakakan menggali potensi ekonomi digital melalui pembentukan tim khusus bernama Gugus Tugas Penanganan Pelaku Ekonomi Digital. Ada dua pokok tugas yang dijalankan oleh Gugus Tugas Penanganan Pelaku Ekonomi Digital yakni menunjuk pelaku perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) dan pemantauan kegiatan
influencer. Caranya dengan pemanfaatan data internal dan eksternal kantor pajak.
Nah, untuk mempermudah langkah Ditjen Pajak mengorek potensi ekonomi digital, otoritas pun akan menerbitkan regulasi, sebagai payung hukum. Misalnya tentang ILAP dan penyampaian data transaksi PMSE. Direktur Eksekutif Pratama Krestor Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan pembentukan tim khusus tersebut tentu sangat dibutuhkan oleh Ditjen Pajak. Sebab, pajak digital adalah objek pajak baru yang perlu ditangani oleh pegawai pajak yang betul-betul difokuskan dan paham secara teknis hingga aktivitas ekonomi wajib pajak digital.
Baca Juga: Strategi Ditjen Pajak Kemenkeu mengejar potensi pajak ekonomi digital Kata Prianto untuk mengoptimalkan pajak dari pelaku ekonomi digital memang sulit. Semisal, penghasilan
youtuber yang tergolong
high wealth individual (HWI) belum tentu hanya dari
Youtube saja, tapi biasanya ada yang lain baik
endorse hingga pekerjaan utama sebut saja artis. Masalahnya, jumlah penghasilan yang didapat dari
youtuber sulit diketahui, karena perusahaan asal Amerika Serikat (AS) tersebut bukan merupakan wajib pajak dalam negeri. Belum lagi, ekstra
effort yang perlu ditelisik dari sumber penghasilan lain. Makanya, Prianto yakin dengan dibentuknya Gugus Tugas Penanganan Pelaku Ekonomi Digital pajak penghasilan (PPh) orang pribadi para pelaku ekonomi digital bisa dioptimalkan. Sementara untuk PPh perusahaan digital asing, tidak bisa dikenakan karena Indonesia tidak punya dasar hukum pengenaannya.
Paling-paling akan kembali pada dasar pengenaan pajak dalam perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) atau
tax treaty yang besifat leg spesialis “Untuk PPh tidak bisa karena terkait pengertian bentuk usaha tetap (BUT) harus mengacu pada
physical presence. Kecuali di
multilateral instrument (MLI) pengertian BUT diubah ke
significant economic presence,” kata Prianto kepada Kontan.co.id, Minggu (21/3). Setali tiga uang, dari sisi perusahaan digital, Prianto mengatakan potensi yang bisa digenjot yakni pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN). Baik PPN yang berasal dari perusahaan digital asing dan dalam negeri. Terkait dengan regulasi pelaporan keuangan, Prianto menyampaikan otoritas harus membuat aturan main yang berlaku secara umum dengan tidak menitik beratkan kepada pelaku ekonomi digital semata. Sebab, pajak harus adil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto