KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pedagangan mata uang digital atau kripto mulai menggeliat beberapa tahun terakhir. Pemerintah pun mengendus transaksi itu berpotensi memberikan kontribusi terhadap penerimaan negara. Dus, rencananya kripto akan dipungut pajak. Kepala Badan Pengawan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Sidharta Utama mengatakan pengenaan pajak atas kripto akan pararel dengan rencana pembentukan bursa yang menaungi para pedagang bitcoin dan kawan-kawannya. Saat ini ada 13 pedagang aset kripto yang terdaftar di Bappebti. Sebagai gambarannya, pungutan pajak transaksi atas kripto nantinya akan otomatis ditarik dari investor oleh para platform pedagang kripto.
Namun, Sidharta menyampaikan aturan tersebut masih dalam proses kajian oleh otoritas fiskal. “Pungutan pajak ini masih dikoordinasikan dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Bisa dalam bentuk pajak penghasilan (PPh) Final atau PPh pada umumnya atas capital gain (PPh orang pribadi). Kami sudah komunikasikan dengan Kemenkeu,” kata Sidharta kepada Kontan.co.id, Senin (19/4).
Baca Juga: Ingin mencicipi hasil investasi di Dogecoin, begini caranya Sayangnya, hingga berita ini ditulis, Plt Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Pande Oka Putu enggan mengonfirmasi rencanan pajak atas aset kripto. Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) Teguh Kurniawan Harmanda mengatakan Bappebti sudah menyosialisasikan kepada pihaknya terkait pajak kripto. Aspakrindo mengajukan skema PPh Final untuk transaksi mata uang digital tersebut. Adapun tarif yang diajukan sebesar 0,05%. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan pungutan PPh Final di bursa saham yang berlaku saat ini sebesar 0,1%. Alasan Teguh, perdagangan kripto di Indonesia tebilang masih baru. Jika tarif PPh Final atas aset kripto 0,1% maka akan membebankan investor dalam negeri. “Sampai saat ini belum ada
feedback pajaknya dalam bentuk apa. Kami berhadap tarif pajaknya jangan terlalu tinggi, dikhawatirkan investor malah akan berinvestasi kripto di channel yang ilegal, yang akhirnya malah membahayakan,” kata Teguh kepada Kontan.co.id, Senin (19/4).
Teguh membeberkan tahun lalu rata-rata volume transaksi aset kripto di Indonesia mencapai Rp 40 triliun per bulan atau setara Rp 480 triliun sepanjang tahun lalu. Maka apabila menggunakan skema PPh Final sebesar 0,05%, kontribusi aset kripto terhadap penerimaan negara ditaksir mencapai sekitar Rp 240 miliar. Bahkan Teguh memprediksi di tahun 2024, transaksi kripto berpotensi menyumbang pajak hingga triliunan rupiah. “Meski sekarang tidak seberapa tapi prospek kripto akan terus tumbuh. Kalau bisa pemerintah justri berikan insentif fiskal agar pasar kripto di Indonesia bisa semakin besar dulu,” ujar Teguh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi