KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) bersiap mengembangkan industri bahan baku baterai. Setelah menjadi kawasan industri logam berbasis nikel, IWIP yang juga dibangun oleh Tsingshan Grup itu siap menampung smelter tembaga PT Freeport Indonesia (PTFI). Associate Director Media & Public Relations Departement IWIP Agnes Ide Megawati mengamini, saat ini pihak Tsingshan sedang berdiskusi dengan PTFI untuk membahas kemungkinan membangun smelter tembaga di kawasan industri Weda Bay, Halmahera Tengah, Maluku Utara. Agnes mengklaim, IWIP memiliki sejumlah keunggulan sehingga cocok untuk menjadi tempat pembangunan smelter tembaga PTFI. Dari sisi lokasi, tambang PTFI di Papua akan lebih dekat untuk memasok konsentrat sebagai bahan baku smelter.
Baca Juga: Muncul opsi Feeport Indonesia bangun smelter anyar di Papua Selain itu, IWIP juga sudah memiliki kesiapan fasilitas penunjang kegiatan industri, mulai dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), infrastruktur transportasi hingga pelabuhan. "Lokasi dari tambang Freeport ke Weda Bay lebih dekat. Terus kita juga sudah punya fasilitas penunjang, seperti PLTU, pelabuhan, lapangan udara ada di situ. Jadi lebih efisien, nggak perlu (membangun) dari 0," kata Agnes, Sabtu (3/4). Namun, Agnes belum membeberkan sudah sejauh mana proses negosiasi antara Tsingshan dan PTFI. Yang pasti, pembahasan masih terus berjalan. Alhasil, dia juga belum dapat mengungkapkan persiapan yang sedang dilakukan IWIP maupun berapa luas kawasan yang disiapkan untuk smelter tembaga PTFI. Hanya saja, jika nanti PTFI jadi bermitra dengan Tsingshan untuk membangun smelter tembaga di IWIP, Agnes pun memastikan, penyelesaian proyek tersebut bisa selesai sesuai jadwal, yakni pada Desember 2023. Agnes mencontohkan saat pembangunan smelter Weda Bay Nickel yang hanya membutuhkan waktu satu tahun dari persiapan pabrik pada 2018, lalu sudah bisa beroperasi pada 2019. "Semua fasilitas sudah ada, tinggal di situ proses konstruksi pabriknya saja. Kalau kemarin Weda Bay Nickel dari 2018 kami kan persiapan pabrik, PLTU dan lain lain, 2019 ore (bijih nikel) sudah mulai bisa diolah di kawasan, lumayan cepat," sebut Agnes. Asal tahu saja, IWIP merupakan kawasan industri berbasis logam yang merupakan patungan dari investor China. Yakni Tsingshan, Huayou, dan Zhenshi. Menurut Agnes, saat ini IWIP baru masuk ke fase pertama, yang mana produk yang dihasilkan masih berupa olahan nikel dalam bentuk feronikel. "(Produk feronikel dari IWIP) tak hanya diekspor ke China, tapi juga ada yang ke Korea dan Eropa," kata Agnes tanpa merinci porsi feronikel IWIP yang dipasok ke pasar ekspor. Dia menambahkan, saat ini kawasan industri yang memiliki luas sekitar 4.200-an hektare itu memiliki tiga tenant.
Pertama, PT Weda Bay Nickel (WBN). Mengutip situs resmi IWIP, WBN memiliki pabrik pengolahan nikel dengan kapasitas 30.000 ton Ni per tahun.
Kedua, PT Yashi Indonesia Investment, yang diestimasikan bakal memiliki pabrik feronikel dengan kapasitas produksi mencapai 300.000 ton per tahun.
Ketiga, PT Youshan Nickel Indonesia, yang nantinya akan memproduksi nickel sulphate dengan kapasitas 130.000 mtpa. Youshan Nickel pun bakal membangun PLTU berdaya 250 MW dan pelabuhan dengan kapasitas 50.000 mt. Setelah tiga tahun berdiri sejak 2018, IWIP memang masih pada fase pertama yang ditopang oleh produksi feronikel. Rencananya, ekspansi untuk fase kedua akan dimulai pada akhir tahun ini. Fase kedua masih akan mengolah produk turunan nikel, seperti nickel matte sebagai bahan utama precursor battery. Untuk fase ketiga dan selanjutnya, IWIP menargetkan sudah bisa membentuk kawasan industri yang memproduksi komponen baterai, khususnya untuk kendaraan listrik (EV Battery). "Semakin tinggi fase-nya, sudah bisa manufaktur juga produknya. Rencana IWIP ke depan, pada fase yang lebih lanjut akan memproduksi bahan baku untuk komponen precursor. Baterai EV itu supply chain-nya memang panjang," imbuh Agnes.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat