JAKARTA. Di balik pengesahan UU Panas Bumi, terdapat ancaman yang mengintai masyarakat. Pasalnya, jika masyarakat berkeberatan terhadap pemanfaatan energi panas bumi di wilayah mereka bisa dikenakan pidana. Dalam Pasal 73 UU Panas Bumi yang baru disahkan tersebut diatur ketentuan, setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau merintangi pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan langsung terhadap pemegang izin pemanfaatan langsung bisa dipidana dengan hukuman pidana penjara paling lama satu tahun atau pidana denda paling banyak Rp 100 juta. Ancaman pidana lebih besar juga diatur dalam Pasal 74. Dalam pasal ini, setiap orang yang dengan sengaja merintangi pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan tidak langsung terhadap pemegang izin panas bumi akan diancam dengan hukuman penjara paling lama tujuh tahun atau denda paling banyak Rp 70 miliar. I Gede Pasek Suardika, Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Demokrat khawatir keberadaan ketentuan ancaman pidana dalam UU tersebut bisa mengancam masyarakat, khususnya masyarakat adat dan tradisional di daerah kehutanan yang potensi panas buminya akan digali. Kekhawatiran ini didasarkan pada pengalaman pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi di daerah pemilihannya yang sudah 20 tahun ini belum bisa dilakukan karena permasalahan adat. "Di daerah kami ada yang tidak bisa jalan, bukan karena lingkungan atau izin, tapi karena tidak sesuai dengan adat dan kultur budaya kami, nah ketika UU ini diberlakukan apakah kami yang menentang akan kena pidana juga," kata Pasek di Gedung DPR Selasa (26/8). Kekhawatiran Pasek bertambah karena dalam Pasal 6, 7, 8 UU Panas Bumi yang mengatur ketentuan kewenangan penyelenggaraan panas bumi, yang di dalamnya termasuk pemberian izin, pembinaan, pengawasan, tidak terdapat pengaturan mengenai keterlibatan masyarakat lokal. Yang diatur hanyalah kewenangan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten saja. "Tidak ada semuanya, padahal yang namanya hutan dalam kultur masyarakat kita sangat erat dengan aktivitas adat," katanya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Siapa hambat proyek panas bumi, akan dipidana!
JAKARTA. Di balik pengesahan UU Panas Bumi, terdapat ancaman yang mengintai masyarakat. Pasalnya, jika masyarakat berkeberatan terhadap pemanfaatan energi panas bumi di wilayah mereka bisa dikenakan pidana. Dalam Pasal 73 UU Panas Bumi yang baru disahkan tersebut diatur ketentuan, setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau merintangi pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan langsung terhadap pemegang izin pemanfaatan langsung bisa dipidana dengan hukuman pidana penjara paling lama satu tahun atau pidana denda paling banyak Rp 100 juta. Ancaman pidana lebih besar juga diatur dalam Pasal 74. Dalam pasal ini, setiap orang yang dengan sengaja merintangi pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan tidak langsung terhadap pemegang izin panas bumi akan diancam dengan hukuman penjara paling lama tujuh tahun atau denda paling banyak Rp 70 miliar. I Gede Pasek Suardika, Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Demokrat khawatir keberadaan ketentuan ancaman pidana dalam UU tersebut bisa mengancam masyarakat, khususnya masyarakat adat dan tradisional di daerah kehutanan yang potensi panas buminya akan digali. Kekhawatiran ini didasarkan pada pengalaman pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi di daerah pemilihannya yang sudah 20 tahun ini belum bisa dilakukan karena permasalahan adat. "Di daerah kami ada yang tidak bisa jalan, bukan karena lingkungan atau izin, tapi karena tidak sesuai dengan adat dan kultur budaya kami, nah ketika UU ini diberlakukan apakah kami yang menentang akan kena pidana juga," kata Pasek di Gedung DPR Selasa (26/8). Kekhawatiran Pasek bertambah karena dalam Pasal 6, 7, 8 UU Panas Bumi yang mengatur ketentuan kewenangan penyelenggaraan panas bumi, yang di dalamnya termasuk pemberian izin, pembinaan, pengawasan, tidak terdapat pengaturan mengenai keterlibatan masyarakat lokal. Yang diatur hanyalah kewenangan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten saja. "Tidak ada semuanya, padahal yang namanya hutan dalam kultur masyarakat kita sangat erat dengan aktivitas adat," katanya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News