KONTAN.CO.ID -Jakarta. Sultan Hasanuddin adalah salah satu nama tokoh yang terkenal dari Kerajaan Islam Gowa Tallo. Pada abad ke-11 di Sulawesi Selatan terdapat Kerajaan Gowa, Tallo, Wajo, Soppeng, dan Luwu. Perkembangan kerajaan-kerajaan tersebut tidak sama karena masing-masing mempunyai potensi yang berbeda. Dirangkum dari buku "
Sejarah untuk SMA/MA Kelas XI IPA" karangan A. Ferry T. Indratno, H. Purwanta, Ignaz Kingkin Teja Angkasa, dan J. Sumardianta, Penerbit Grasindo, Kerajaan Gowa dan Tallo letaknya strategis karena dekat dengan jalur perdagangan sehingga sering menjadi tempat persinggahan pedagang dari Ternate dan Tidore yang akan berdagang ke Malaka atau Jawa. Sedangkan kerajaan lainnya tidak sebesar dua kerajaan Gowa dan Tallo. Kemudian, Kerajaan Gowa dan Tallo akhirnya bersatu menjadi Kerajaan Gowa Tallo yang pusatnya di Sombaopu (Makassar). Letak Sombaopu yang strategis membuat pedagang Maluku suka singgah dan berdagang di Kerajaan Gowa Tallo.
Baca Juga: 10 Peninggalan Kerajaan Sriwijaya, Ada Candi dan Prasasti yang Ditemukan di Thailand Hal itu membuat Sombaopu menjadi penghubung antara Malaka, Jawa, dan Maluku. Kerajaan Gowa Tallo telah berhubungan baik dengan Sultan Ternate yang telah memeluk agama Islam. Pada awal abad ke-17, Raja Gowa Daeng Manrabia memeluk agama Islam dan dinobatkan sebagai Sultan Alauddin. Sejak itu, agama Islam berkembang pesat, dan Makassar menjadi kota kerajaan yang kuat. Puncak kejayaan Makassar dicapai pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin. Kerajaan ini akhirnya bergabung menjadi bagian dari NKRI pada tahun 1946 dengan Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin sebagai raja terakhirnya.
Baca Juga: Mengapa Kerajaan Sriwijaya Disebut sebagai Kerajaan Maritim? Siapa nama tokoh yang terkenal dari kerajaan Islam Gowa Tallo?
Dirangkum dari
Kompas.com (8/5/2021), raja atau tokoh yang terkenal dari kerajaan Islam Gowa Tallo adalah sebagai berikut: 1. Sultan Malikussaid (1639-1653 M) Awal mula kejayaan Kesultanan Gowa-Tallo tidak lepas dari peran Karaeng Patingalloang, seorang mangkubumi yang menjalankan kekuasaan pada 1639-1654, mendampingi Sultan Malikussaid yang kala itu masih kecil. Saat Karaeng Patingalloang menjabat sebagai mangkubumi, nama Kerajaan Makassar menjadi terkenal dan banyak mengundang perhatian negeri-negeri lainnya. Bersama Sultan Malikussaid, ia berkongsi dengan beberapa para pengusaha dagang dari Spanyol dan Portugis. Berkat kepandaiannya, Karaeng Patingalloang bahkan dijuluki sebagai cendekiawan dari Kerajaan Makassar. Karaeng Patingalloang wafat pada 17 September 1654 ketika ikut dalam barisan Sultan Hasanuddin melawan Belanda. Sebelum wafat, dirinya telah memersiapkan sekitar 500 kapal untuk menyerang Ambon.
Baca Juga: 5 Istana Kerajaan di Indonesia yang Masih Berdiri hingga Sekarang 2. Sultan Hasanuddin (1653-1669 M) Masa kejayaan Gowa-Tallo diraih ketika pemerintahan Sultan Hasanuddin yang naik takhta pada 1653 M. Pada masa kejayaannya, Makassar berhasil memperluas wilayah kekuasaan dengan menguasai daerah-daerah subur serta daerah yang menunjang keperluan perdagangan. Perluasan daerah ini bahkan sampai ke Nusa Tenggara Barat dan Kerajaan Gowa-Tallo dikenal sebagai negara maritim yang menjadi pusat perdagangan di Indonesia bagian timur. Sementara perkembangan kerajaan di bidang sosial masa pemerintahan Sultan Hasanudin adalah memajukan pendidikan dan kebudayaan Islam sehingga banyak murid yang belajar agama Islam ke Banten. Sultan Hasanuddin adalah sosok raja yang sangat anti terhadap dominasi asing. Oleh karena itu, dirinya menentang kehadiran VOC yang kala itu telah berkuasa di Ambon.
Baca Juga: Tari Piring Berasal dari Sumatera Barat: Ini Makna Gerakan, Properti, dan Sejarahnya Sultan Hasanuddin kemudian mempimpin peperangan melawan VOC di daerah Maluku dan berhasil memporak-porandakan pasukan Belanda. Menyadari kedudukannya semakin terdesak, Belanda berupaya mengakhiri peperangan dengan melakukan politik adu domba antara Makassar dengan Kerajaan Bone (daerah kekuasaan Makassar).
Siasat politik adu domba yang dijalankan Belanda berhasil hingga Raja Bone yaitu Aru Palaka, akhirnya mau bersekutu dengan VOC untuk menghancurkan Makassar. Setelah bertahun-tahun berperang, Kerajaan Makassar harus mengakui kekalahannya dan menandatangani Perjanjian Bongaya pada 1667. Dalam perjanjian tersebut, banyak pasal yang merugikan Makassar, tetapi harus diterima Sultan Hasanuddin. Dua hari setelah perjanjian itu, Sultan Hasanuddin turun takhta dan menyerahkan kekuasaan kepada Sultan Amir Hamzah. Perjanjian Bongaya menjadi awal kemunduran Kerajaan Gowa-Tallo. Pasalnya, raja-raja setelah Sultan Hasanuddin bukanlah raja yang merdeka dalam penentuan politik kenegaraan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News