Siapkah parpol tanggung risiko akibat jual nama caleg?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saat ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menerima berbagai pendaftaran dari bakal calon legislatif untuk mengikuti Pemilihan Legislatif pada tanggal 17 April 2019 serentak dengan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Muncul kabar bahwa beberapa partai hanya menilai dari figur calegnya saja tanpa memikirkan kompetensi. Hal ini jelas sangat membahayakan, tidak saja dari parleman namun dari partai politik yang mengusung kandidat tersebut.

Bestari Barus selaku politikus dari Partai Nasdem menjelaskan bahwa ini bisa cukup berbahaya ke depannya. Bukan hanya nama caleg yang dipertaruhkan, namun juga nama partai yang nantinya akan dinilai oleh masyarakat.


"Bisakah kemudian menjadi kesalahan kemudian hari bahwa yang di calonkan itu adalah orang yang kurang tepat. Itu kemungkinan selalu ada saja. Namun kembali lagi bahwa partai politik wajib bertanggungjawab terhadap apa yang mereka putuskan untuk memberikan suatu dukungan,” kata Bestari saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (18/7).

“Sekurangnya apabila orang ini tidak kompeten maka masyarakat yang akan menghukum. Jadi, jangan nanti pas masuk masih mau belajar-belajar, kemudian terjadi debat kusir karena pemahaman yang belum terhadap tugas dan kewajiban,” tambahnya.

Hal senada disampaikan juga oleh Hendrawan Supratikno selaku ketua DPP PDIP. Menurutnya keputusan harus berdasarkan seleksi karena ini menyangkut tanggungjawab partai politik. Atas hal itu, parpol pastinya sudah mempersiapkan segala kemungkinan yang akan terjadi.

“Kalau mereka salah pilih akan menanggung risiko/konsekuensi. Jadi mereka pasti sudah berhitung ketat dalam seleksi calegnya,” kata Hendrawan.

Terkait dengan harga diri partai ke depannya, beberapa partai menerapkan sistem seleksi berlapis kepada setiap kadernya yang akan maju di Pileg 2018. Dari PDIP sendiri memberlakukan seleksi dari berbagai kalangan dan profesi yang cukup ketat.

“Diseleksi dari berbagai sumber rekrutmen dan basis. Ada kalangan profesional, TNI/Polri, akademisi, pekerja budaya, tokoh masyarakat. Ini kemudian disaring berlapis-lapis dan dilihat sepak terjang dan kinerja sosialnya,” ungkap Hendrawan.

Bestari lantas mengatakan bahwa sesungguhnya menjadi calon legislatif itu adalah hak setiap orang. Oleh karenanya, pendidikan sebagai seorang legislatif itu diadakan guna memberi pemahaman kepada pada Calon Legislatif bagaimana tugas dan perannya di dalam masyarakat.

“Saya kira gini kalau harapan saya sebagai anggota parleman saya berharap rekan-rekan yang akan duduk di DPR-RI atau DPRD adalah orang yang mengerti tugas, kewajiban dan perannya untuk mengentaskan persoalan masyarakat,” kata Bestari.

“Jadi tidak bisa sembarang usung. Harus kedua belah pihak partai butuh untuk dicalonkan dan orang yang dicalonkan harus menyatakan keinginan untuk dididik dan ditempatkan,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto