KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara atau PLN (Persero) terus menggenjot megaproyek pembangkit 35.000 Megawatt (MW). Di sepanjang tahun ini, perusahaan listrik plat merah itu butuh dana hingga Rp 90 triliun untuk belanja modal atau
capital expenditure (capex), di mana penerbitan surat utang global (
global bond) menjadi salah satu opsi untuk membiayai capex PLN di tahun ini. Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto mengatakan ada tiga sumber pembiayaan capex PLN pada tahun ini. Yakni berasal dari penerbitan surat utang global, lokal dan juga dari kas internal. Sarwono mengungkapkan, surat utang PLN berkisar di angka sebesar US$ 1,5 miliar hingga US$ 2 miliar. Ia bilang, pihaknya masih melihat kondisi pasar untuk memutuskan besaran yang akan diajukan dan waktu pengajuan.
Hanya saja, Sarwono mengatakan tenor yang akan diambil kemungkinan selama 10 tahun yang akan diterbitkan di Amerika Serikat dan Eropa pada Semester I tahun ini. "Tenornya biasanya antara 5, 10, sampai 30 tahun. Nanti kita lihat, mungkin 10 tahun ya, besarannya antara 2 (US$ miliar)tergantung pada pasar," katanya saat dijumpai di Kantor Kementerian ESDM pada Jum'at (22/3) malam. Sarwono mengatakan, anggara capex PLN dipatok konservatif dari serapan capex PLN pada tahun lalu, yakni sebesar Rp. 90 triliun. Alasannya, kebutuhan yang dianggarkan PLN pada tahun ini masih relatif sama dengan tahun sebelumnya. Sarwono bilang, separuh capex dan dana dari penerbitan global bond akan digunakan untuk membangun pembangkit. Sisanya, dianggarkan untuk pembangunan transmisi dan gardu induk. "(Alokasinya) untuk pembangkit. Porsinya kan begini, kalau dibandingkan dengan yang lainnya, pembangkit itu satu, transmisi separuhnya, gardu induk separuhnya," terangnya. Sebelumnya, Direktur Perencanaan Korporat PLN Syofvi Felienty Roekman mengatakan, PLN akan terus menggenjot penyelesaian megaproyek 35.000 MW dan optimistis bisa rampung pada tahun paling lambat pada tahun 2024. Sepanjang tahun ini, pembangkit yang akan rampung dan memasuki tahap operasi komersial atau
commercial operation date (COD) ditargetkan mencapai 3.800 MW atau 10,85% dari total kapasitas proyek. Adapun, dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN tahun 2019-2028, PLN menargetkan tambahan jaringan transmisi sepanjang 13.509 kms pada tahun 2019 dan mencapai 57.293 kms dalam 10 tahun ke depan. Sementara penambahan gardu induk ditargetkan sekitar 23.000 MVA pada tahun 2019 dan mencapai 124.341 MVA hingga tahun 2028. Di sisi lain, saat ditanya soal laba dan kinerja keuangan PLN pada tahun lalu, Sarwono masih belum memberikan jawaban pasti. Lantaran masih dalam proses audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Saya belum bisa ngomong, Tunggu audit, mudah-mudahan cepat selesai. Tampaknya bisa (diinformasikan) awal bulan depan," kata Sarwono. Yang jelas, meski ada penambahan beban karena pelemahan kurs rupiah, namun Sarwono mengklaim PLN masih membukukan laba dan kinerja keuangan yang positif sepanjang tahun lalu. Bahkan, Sarwono juga mengatakan bahwa PLN tidak terlalu mengejar keuntungan yang signifikan. Melainkan, target yang dikejar PLN adalah bisa menahan harga tarif listrik agar tidak naik, bisa meningkatkan rasio elektrifikasi, dan bisa membangun pembangkit agar bisa beroperasi sesuai dengan rencana.
"(Keuangan) positif, yang penting harga listrik
nggak naik kan? Kan kita
nggak lihat untungnya. Yang penting elektrifikasi naik, harga
nggak naik, dan bisa membangun. Kalau untuk gede, tapi nggak bisa membangun kan percuma," jelasnya. Adapun, pada tahun ini pemerintah menargetkan rasio elektrifikasi bisa mencapai 99,9%. Untuk mencapai target tersebut, ada sekitar 1.620.512 rumah tangga yang belum teraliri listrik, yang ditargetkan bisa tersambung (
on-grid) dengan jaringan PLN. Sedangkan dalam RUPTL 2019-2028, penambahan pelanggan PLN pada tahun 2019-2020 diproyeksikan rata-rata mencapai 3,3 juta pelanggan. Setelah rasio elektifikasi mencapai 100% pada tahun 2020, rata-rata penambahan pelanggan PLN pada tahu 2021-2028 adalah 1,2 juta pelanggan per tahun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto