Siapkan skema restrukturisasi, Duniatex pertimbangkan IPO



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Duniatex mempertimbangkan opsi untuk menggelar penawaran saham ke publik alias initial public offering (IPO) sebagai salah satu opsi restrukturisasi kredit dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang tengah dijalaninya saat ini.

Opsi ini dipertimbangkan sebab, Duniatex telah menyatakan pihaknya tak memiliki kemampuan untuk membayar utang-utangnya yang akan jatuh tempo hingga akhir Desember kelak.

Baca Juga: Pengadilan New York berikan perlindungan hukum sementara ke Duniatex dari laporan Debtwire, Kamis (10/11) Duniatex dalam dokumen yang diserahkan ke Pengadilan Niaga New York Selatan menyatakan pihaknya butuh dana (cash shortfall) untuk membayar tagihan yang telah jatuh tempo hingga September 2019 mencapai US$ 273,8 juta. sementara hingga Desember 2019 kebutuhan dananya mencapai US$ 494,65 juta. “Semua opsi kita eksplorasi, termasuk konversi utang menjadi saham untuk menurunkan nilai utang, berarti kami mesti menggelar IPO, enam entitas misalnya menjadi satu perusahaan, ada holding kita bisa IPO. Sebagian utang yang dikonversi bisa keluar di IPO,” papar Fransiscus Alip, Direktur AJCapital Advisory yang jadi konsultan keuangan Duniatex saat ditemui KONTAN, Minggu 913/10) di Jakarta. Sejumlah opsi lain yang mengemuka disebut Alip misalnya, Duniaetx bisa melakukan penjualan aset non produktif untuk membayar sebagian utangnya, meminta keringanan bunga, memperpanjang tenggat kredit. Meski demikian Alip bilang saat ini pihaknya belum menentukan langkah restrukturisasi konkret apa yang akan diambil perseroan. Alasannya proses PKPU juga masih berjalan. Sebagai informasi, 16 Oktober 2019 merupakan batas waktu terakhir bagi para kreditur mendaftarkan tagihannya kepada Pengurus PKPU. Kemudian pada 31 Oktober 2019, tagihan tersebut akan diverifikasi. setelah proses tersebut rampung, Duniatex baru akan menyodorkan skema restrukturisasi kepada para krediturnya. Via PKPU juga, Alip bilang upaya resttukturisasi akan mengliputi penyelesaian kredit terhadap semua kreditur. Termasuk sejumlah kreditur perbankan yang sebelumnya telah disodorkan skema restrukturisasi. Sebagai infromasi, Sumber KONTAN sebelumnya menjelaskan setidaknya sudah ada tujuh bank yang nilai tagihannya mencapai Rp 4 triliun yang menyepakati skema restrukturisasi dengan Duniatex sebelum ada proses PKPU.


Baca Juga: Penarikan kredit debitur perbankan makin deras di semester II-2019 “Semua skema yang sudah disepakati sebelum PKPU nanti akan kami masukan kembali ke proposal perdamaian dalam PKPU, karena sudah menyandang status PKPU restrukturisasi mesti dijalankan secara komperhensif, tidak secara bilateral,” sambung Alip. Sebelumnya, sejumlah bank pelat merah seperti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menyatakan pihaknya meminta keistimewaan agar penyelesaian kreditnya bisa diselesaikan secara bilateral di luar pengadilan. Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo misalnya menyatakan proses penyelesaian utang secara bilateral dikehendaki perseroan lantaran pihaknya memegang jaminan secara bilateral. pun sebelumnya bank terbesar di tanah air ini bilang telah menyeopakati skema restrukturisasi misalnya soal penjualan aset. “Kami mengkaji agar pinjaman BRI bisa keluar dari proses PKPU. Karena pinjaman kami merupakan pinjaman bilateral yang dijamin dengan aset tetap,” kata Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo kepada KONTAN. BRI tercatat punya eksposur kredit senilai Rp 1,8 triliun kepada Duniatex. perseroan juga menyatakan memiliki dengan rasio 127% dari total eksposurnya. Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rohan Havas juga menyatakan hal senada, ia bilang meksipun akan mengikuti proses PKPU yang tengah berjalan, bank berlogo pita emas ini hendak meminta keistimewaan dalam proses PKPU. "Proses PKPU sudah berjalan, kami sudah mendaftarkan tagihan, namun kami juga akan menyampaikan sejumlah poin tanggapan terhadap proses PKPU, karena kami mestinya punya previlege (keistimewaan), karena kami kreditur bilateral, tidak masuk dalam sindikasi," kata Rohan ditemui KONTAN, Jumat (11/10) di Jakarta. Dari catatan Debtwire, per kuartal I-2019 Bank Mandiri punya eksposur kredit senilai Rp 1,50 triliun. Eksposur tersebut terbagi ke tiga entitas Duniatex, kepada PT Delta Merlin Sandang Textile (DMST) senilai Rp 1,1 triliun, kepada PT Delta Dunia Textile (DDT) senilai Rp 347 miliar, dan kepada PT Perusahaan Dagang dan Perindustrian Damai alias Damaitex senilai Rp 97 miliar.

Baca Juga: Hindari tumpang tindih PKPU, Duniatex minta proteksi hukum ke Pengadilan New York Rohan juga menambahkan, Bank Mandiri juga telah melakukan sejumlah langkah mitigasi. Misalnya, Bank Mandiri telah membentuk biaya pencadangan dan provisi. Sayang Rohan enggan menyebut besarannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini