KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyiapkan strategi baru untuk mendongkrak realisasi penyaluran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) atau kredit perumahan (KPR) bersubsidi. Strategi baru ini bertujuan mendorong penyaluran FLPP yang masih rendah. Dari target penyaluran FLPP tahun 2018 sebanyak 42.000 unit, Bank Indonesia (BI) mencatat, realisasi penyalurannya pada kuartal I- 2018 hanya 1.413 unit rumah. Angka itu turun 40,83% dibanding periode sama tahun lalu. Secara nominal, penyaluran FLPP juga turun tak jauh beda, sebesar 39,0% menjadi Rp 163,51 miliar. "Realisasi (FLPP) sedikit, masih jauh dari target," kata Lana Winayanti, Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan PUPR dalam diskusi tentang perumahan, Kamis (12/7).
Guna mengejar target penyaluran FLPP, Kementerian PUPR akan bekerja sama dengan PT Sarana Multigriya Finansial (SMF). Kerja sama dengan perusahaan pelat merah itu diharapkan tidak hanya bisa mengejar target penyaluran FLPP, namun juga memperbesar penyaluran hingga 70.000 unit rumah. Target baru tersebut bukan hanya sekadar angka. Menurut Lana, kehadiran SMF dalam penyaluran FLPP akan memangkas porsi pemerintah dalam skema pembiayaan kepemilikan rumah (KPR). Sebelumnya porsi pemerintah dalam FLPP mencapai 90%, sementara 10% merupakan porsi bank. "Dari SMF ada dana yang cukup murah yang bisa menurunkan porsi pemerintah rencananya sebesar 75%," terang Lana. PUPR juga menggandeng PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) sebagai penyalur. Selama ini penyaluran FLPP dilakukan Bank Pembangunan Daerah (BPD). "Penyaluran FLPP oleh BPD tak bisa optimal, karena infrastrukturnya terbatas. Mak a kami mita BTN ikut," ujar Lana. Target diperbesar Untuk tahun 2019, pemerintah menargetkan pembiayaan perumahan sebanyak 234.000 unit. Angka tersebut terbagi 84.000 unit dengan skema FLPP dan 100.000 unit dengan skema Subsidi Selisih Bunga (SSB). "Sisanya pakai skema pembiayaan baru," jelas Lana. Skema baru kepemilikan rumah itu adalah Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Pekerja yang menjadi peserta Tapera wajib membayar iuran sebesar 3% dari harga rumah. Lalu ada program Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) bagi pekerja sektor informal. Dalam skema ini, nantinya peserta membayar setoran awal sebesar 5%, lalu pemerintah akan memberikan bantuan uang muka sebesar 25%. Peserta BP2BT cukup mengangsur KPR sebesar 70% dari harga rumah ditambah suku bunga kredit. "Target skema BP2BT tahun depan 14.000 unit dan 36.000 unit dengan skema Tapera," terang Lana. Menurut Lana, sebenarnya pemerintah sudah meluncurkan dua skema baru tersebut pada Desember 2017. Namun, operasional dua skema itu masih menunggu pembentukan Badan Pengelola (BP) Tapera. Kini pembentukan BP Tapera masih menunggu seleksi pimpinan.
Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata berpendapat, turunnya penyaluran FLPP tahun ini bukan semata-mata kesalahan BPD dan pemerintah. "Pengembang rumah juga turut tanggung jawab, karena pasokan rumah tersendat," terangnya. Hal ini lantaran pengembang rumah FLPP banyak berasal dari perusahaan skala menengah dan kecil. Dalam kondisi saat ini, mereka kesulitan membeli tanah. Namun, REI optimistis untuk tahun ini pasokan rumah untuk FLPP bakal melonjak pada semester II-2018. Pelonggaran loan to value (LTV) bakal menggairahkan industri properti komersial. "Properti bersubsidi akan ikut naik," terang Soelaeman. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie