KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Target swasembada energi yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto dalam jangka waktu lima tahun ke depan membuat negara ini harus tancap gas agar dapat memenuhi kebutuhan energinya sendiri. Sektor hulu migas, pertambangan, hingga pengembangan penangkapan karbon dalam rangka memenuhi janji Net Zero Emission pada tahun 2060, menjadi sektor-sektor penting yang terus dikejar keberhasilannya. Perhatian penting Presiden, dalam peningkatan produksi, sektor hulu minyak dan gas (migas) yang berkelanjutan dan optimal, menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, tercermin dari target cukup tinggi melalui pengangkatan atau minyak siap digunakan yang mencapai 900 ribu hingga 1 juta barel per hari (bopd) pada periode 2028-2029. "Beliau (Prabowo) sudah canangkan agar di 2028-2029 lifting kita sudah harus mencapai 900.000 sampai 1 juta barel per hari, ini tantangan, ini kerja keras," kata Bahlil di Mandiri Investment Forum (MIF) 2025, Selasa (11/2/2025). Baca Juga: Elnusa Hadirkan Pertastream, Alat Inspeksi Pipa Migas Pertama Karya Anak Bangsa Dalam catatan Kementerian ESDM, semester I-2025, tercatat produksi minyak nasional telah mencapai 608,1 ribu barel per hari (bph). Sedangkan, lift minyak dalam periode yang sama berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencapai 578 ribu barel per hari (bph). Dalam upaya meningkatkan pengangkatan minyak dalam negeri, menurut Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), STJ Budi Santoso, di dunia telah banyak lapangan minyak menggunakan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR). Budi menambahkan, teknologi EOR memang menjadi salah satu strategi utama untuk meningkatkan produksi minyak, khususnya di lapangan-lapangan tua yang cadangannya masih ada namun sudah tidak ekonomis jika hanya mengandalkan metode primer dan sekunder seperti natural drive dan waterflooding . “Potensi peningkatan produksi dari teknologi EOR sangat signifikan. Secara umum, peningkatan produksi melalui EOR bisa mencapai 5% – 20% dari Original Oil in Place (OOIP) tambahan dibandingkan metode primer dan sekunder,” ungkap Budi, kepada Kontan, Jumat (22/08). Dalam perhitungan, faktor pemulihan dari metode primer ditambah dengan sekunder hanya berkisar 20–40% OOIP, maka dengan EOR bisa naik menjadi 30–60% OOIP, bahkan lebih tinggi pada beberapa kasus tertentu. “Untuk lapangan tua yang tadinya hanya bisa produksi 30% dari OOIP, bisa naik hingga 50% atau lebih dengan EOR — peningkatan hingga 66% dibandingkan tanpa EOR. Itu angka yang sangat besar dalam skala industri,” tambahnya. Di dalam negeri, perusahaan jasa energi terintegrasi bagian dari grup Pertamina, PT Elnusa Tbk (ELSA) tercatat sedang, telah memiliki dan mengembangkan jasa EOR terpercaya di Indonesia. Terbaru, melalui anak usahanya, PT Elnusa Petrofin (EPN) Elnusa telah melaksanakan injeksi Simple Surfactant Flooding (SSF) tahap pertama di Sumur BL-330, Lapangan Balam, Wilayah Kerja (WK) Rokan pada pertengahan tahun ini. Proyek SSF merupakan bagian dari inisiatif Chemical Enhanced Oil Recovery (CEOR) yang diusung oleh Pertamina Hulu Rokan (PHR) untuk mendorong peningkatan produksi minyak nasional. Doni Indrawan, Direktur Utama EPN menyampaikan, langkah ini merupakan tonggak penting dalam perjalanan EPN dalam mengembangkan kapabilitas bisnis CEOR. “Kami berkomitmen mendukung penuh peningkatan produksi migas berbasis teknologi. Kami percaya bahwa pengembangan teknologi seperti SSF akan menjadi katalis penting untuk menjawab tantangan produksi migas nasional.” ujar Doni beberapa waktu lalu. Sebagai badan komersial dalam proyek ini, EPN bertanggung jawab atas proses produksi bahan kimia, pengendalian mutu, pengelolaan proyek, serta pemeliharaan logistik. Di Indonesia, Pertamina dan SKK Migas juga telah mendorong penerapan teknologi EOR sebagai bagian dari menjaga strategi dan meningkatkan produksi nasional, apalagi dengan target produksi 1 juta barel per hari. Baca Juga: Perkuat Modal, Elnusa (ELSA) Teken Perjanjian Peningkatan Fasilitas Kredit dengan BNI Survei Seismik Sebagai Tumpuan Eksplorasi Migas Selain EOR, untuk meningkatkan produksi, teknologi survei seismik adalah salah satu cara utama untuk menemukan cadangan migas baru. Menurut Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid , survei seismik adalah salah satu metodologi yang berfungsi sebagai "mata" eksplorasi migas. Tanpa ini, penemuan cadangan baru sulit dilakukan, apalagi untuk mencapai target besar pada tahun 2029 mendatang. “Studi industri menunjukkan bahwa keberhasilan pengeboran sumur eksplorasi dengan dukungan seismik 2D atau 3D bisa meningkat dari kurang 20% ??jika tanpa seismik detail, menjadi lebih dari 50%,” kata Wafid saat dikonfirmasi, Jumat (22/08). Lebih detail, kata Wafid, dalam industri hulu migas survei seismik digunakan untuk mengidentifikasi struktur bawah permukaan. “Seismik pemetaan lapisan batuan di bawah permukaan sehingga bisa terlihat jebakan struktural seperti antiklin, sesar, terumbu, dan lainnya, yang berpotensi menyimpan migas,” kata dia. Selain mencari potensi, survei seismik juga dapat mengurangi risiko eksplorasi. Wafid menyebut, tanpa data seismik, pengeboran akan lebih "membabi buta" dengan kemungkinan lubang kering yang tinggi. “Dengan seismik, kemungkinan menemukan hidrokarbon juga semakin meningkat,” ungkap dia.
Siasat Elnusa (ELSA) Dukung Target Swasembada Energi Lewat Teknologi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Target swasembada energi yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto dalam jangka waktu lima tahun ke depan membuat negara ini harus tancap gas agar dapat memenuhi kebutuhan energinya sendiri. Sektor hulu migas, pertambangan, hingga pengembangan penangkapan karbon dalam rangka memenuhi janji Net Zero Emission pada tahun 2060, menjadi sektor-sektor penting yang terus dikejar keberhasilannya. Perhatian penting Presiden, dalam peningkatan produksi, sektor hulu minyak dan gas (migas) yang berkelanjutan dan optimal, menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, tercermin dari target cukup tinggi melalui pengangkatan atau minyak siap digunakan yang mencapai 900 ribu hingga 1 juta barel per hari (bopd) pada periode 2028-2029. "Beliau (Prabowo) sudah canangkan agar di 2028-2029 lifting kita sudah harus mencapai 900.000 sampai 1 juta barel per hari, ini tantangan, ini kerja keras," kata Bahlil di Mandiri Investment Forum (MIF) 2025, Selasa (11/2/2025). Baca Juga: Elnusa Hadirkan Pertastream, Alat Inspeksi Pipa Migas Pertama Karya Anak Bangsa Dalam catatan Kementerian ESDM, semester I-2025, tercatat produksi minyak nasional telah mencapai 608,1 ribu barel per hari (bph). Sedangkan, lift minyak dalam periode yang sama berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencapai 578 ribu barel per hari (bph). Dalam upaya meningkatkan pengangkatan minyak dalam negeri, menurut Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), STJ Budi Santoso, di dunia telah banyak lapangan minyak menggunakan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR). Budi menambahkan, teknologi EOR memang menjadi salah satu strategi utama untuk meningkatkan produksi minyak, khususnya di lapangan-lapangan tua yang cadangannya masih ada namun sudah tidak ekonomis jika hanya mengandalkan metode primer dan sekunder seperti natural drive dan waterflooding . “Potensi peningkatan produksi dari teknologi EOR sangat signifikan. Secara umum, peningkatan produksi melalui EOR bisa mencapai 5% – 20% dari Original Oil in Place (OOIP) tambahan dibandingkan metode primer dan sekunder,” ungkap Budi, kepada Kontan, Jumat (22/08). Dalam perhitungan, faktor pemulihan dari metode primer ditambah dengan sekunder hanya berkisar 20–40% OOIP, maka dengan EOR bisa naik menjadi 30–60% OOIP, bahkan lebih tinggi pada beberapa kasus tertentu. “Untuk lapangan tua yang tadinya hanya bisa produksi 30% dari OOIP, bisa naik hingga 50% atau lebih dengan EOR — peningkatan hingga 66% dibandingkan tanpa EOR. Itu angka yang sangat besar dalam skala industri,” tambahnya. Di dalam negeri, perusahaan jasa energi terintegrasi bagian dari grup Pertamina, PT Elnusa Tbk (ELSA) tercatat sedang, telah memiliki dan mengembangkan jasa EOR terpercaya di Indonesia. Terbaru, melalui anak usahanya, PT Elnusa Petrofin (EPN) Elnusa telah melaksanakan injeksi Simple Surfactant Flooding (SSF) tahap pertama di Sumur BL-330, Lapangan Balam, Wilayah Kerja (WK) Rokan pada pertengahan tahun ini. Proyek SSF merupakan bagian dari inisiatif Chemical Enhanced Oil Recovery (CEOR) yang diusung oleh Pertamina Hulu Rokan (PHR) untuk mendorong peningkatan produksi minyak nasional. Doni Indrawan, Direktur Utama EPN menyampaikan, langkah ini merupakan tonggak penting dalam perjalanan EPN dalam mengembangkan kapabilitas bisnis CEOR. “Kami berkomitmen mendukung penuh peningkatan produksi migas berbasis teknologi. Kami percaya bahwa pengembangan teknologi seperti SSF akan menjadi katalis penting untuk menjawab tantangan produksi migas nasional.” ujar Doni beberapa waktu lalu. Sebagai badan komersial dalam proyek ini, EPN bertanggung jawab atas proses produksi bahan kimia, pengendalian mutu, pengelolaan proyek, serta pemeliharaan logistik. Di Indonesia, Pertamina dan SKK Migas juga telah mendorong penerapan teknologi EOR sebagai bagian dari menjaga strategi dan meningkatkan produksi nasional, apalagi dengan target produksi 1 juta barel per hari. Baca Juga: Perkuat Modal, Elnusa (ELSA) Teken Perjanjian Peningkatan Fasilitas Kredit dengan BNI Survei Seismik Sebagai Tumpuan Eksplorasi Migas Selain EOR, untuk meningkatkan produksi, teknologi survei seismik adalah salah satu cara utama untuk menemukan cadangan migas baru. Menurut Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid , survei seismik adalah salah satu metodologi yang berfungsi sebagai "mata" eksplorasi migas. Tanpa ini, penemuan cadangan baru sulit dilakukan, apalagi untuk mencapai target besar pada tahun 2029 mendatang. “Studi industri menunjukkan bahwa keberhasilan pengeboran sumur eksplorasi dengan dukungan seismik 2D atau 3D bisa meningkat dari kurang 20% ??jika tanpa seismik detail, menjadi lebih dari 50%,” kata Wafid saat dikonfirmasi, Jumat (22/08). Lebih detail, kata Wafid, dalam industri hulu migas survei seismik digunakan untuk mengidentifikasi struktur bawah permukaan. “Seismik pemetaan lapisan batuan di bawah permukaan sehingga bisa terlihat jebakan struktural seperti antiklin, sesar, terumbu, dan lainnya, yang berpotensi menyimpan migas,” kata dia. Selain mencari potensi, survei seismik juga dapat mengurangi risiko eksplorasi. Wafid menyebut, tanpa data seismik, pengeboran akan lebih "membabi buta" dengan kemungkinan lubang kering yang tinggi. “Dengan seismik, kemungkinan menemukan hidrokarbon juga semakin meningkat,” ungkap dia.