Siasat Emiten Farmasi Menghadapi Efek Pelemahan Rupiah Terhadap Harga Bahan Baku Obat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten farmasi mengatur strategi menghadapi efek pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pasalnya, Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) menyatakan bahan baku obat sebesar 90% masih diimpor dari luar negeri.

Emiten farmasi, PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) menyebut pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berpengaruh terhadap biaya produksi dan kinerja perusahaan.

Direktur Kalbe Farma Kartika Setiabudy mengatakan, pelemahan kurs jika terjadi berkepanjangan dapat berdampak pada biaya produksi karena bahan baku yang sebagian besar masih harus diimpor.


Baca Juga: Ini Upaya Kalbe Farma (KLBF) Tekan Dampak Pelemahan Rupiah

Ia menjelaskan, Kalbe Farma terus memonitor pergerakan kurs rupiah terhadap dolar AS agar dapat mengelola dampak pergerakan kurs tersebut tehadap biaya bahan baku dan kinerja perusahaan  secara keseluruhan, baik melalui strategi pengaturan bauran produk maupun efisiensi.

"Kami tetap melanjutkan inovasi produk dan layanan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat untuk menjaga pertumbuhan dan keberlanjutan bisnis," kata Kartika kepada Kontan.co.id, Selasa (14/11).

Hal ini dilakukan dengan berfokus pada pemulihan produk inti dan lebih agresif dalam kategori produk yang mendorong pertumbuhan seperti kategori biologi dan onkologi, preventif, dan produk yang lebih terjangkau untuk masyarakat, serta pengembangan penetrasi distribusi.

Selain itu, lanjut Kartika, Kalbe Farma memperhatikan pengelolaan rantai pasok dan persediaan, mengelola portofolio produk, dan menjaga efisiensi biaya operasional. Di samping itu, Kalbe Farma juga mempertahankan likuiditas keuangan yang baik untuk memenuhi kebutuhan modal kerja dan ekspansi.

Sementara itu, Direktur Keuangan PT Industri Jamu Dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) Leonard mengakui bagi SIDO tekanan rupiah terhadap dolar saat ini masih dapat diminimalisir. Hal ini dapat dilihat dari rasio marjin laba kotor hingga September 2023 masih relatif stabil.

"Namun, kami tetap mewaspadai adanya lonjakan perubahan FX lebih lanjut, untuk memitigasi resiko tekanan marjin terutama di tahun depan," tandasnya kepada Kontan.co.id, Selasa (14/11).

Setali tiga uang, emiten farmasi PT Phapros Tbk (PEHA) menyiapkan strategi menghadapi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Baca Juga: Jelang Tutup Tahun, Sido Muncul (SIDO) Tengah Fokus Pulihkan Kinerja

Corporate Secretary PEHA Zahmilia Akbar mengatakan, PEHA melakukan antisipasi atas fluktuasi kenaikan suku bunga dolar terhadap rupiah dengan melakukan perencanaan dan realisasi pembelian bahan baku, khususnya yang masih impor untuk kebutuhan beberapa bulan ke depan.

"Hal ini menjadi fokus dari bagian supply chain kami untuk mencegah dampak berlebihan pada bisnis, karena kami wajib menjaga ketersediaan obat bagi masyarakat di Indonesia bagaimanapun konsekuensi kondisinya," kata Zahmilia saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (13/11).

Zahmilia menyampaikan PEHA telah melakukan beberapa usaha antara lain long term agreement dengan vendor di luar negeri sehingga dampak kurs dapat diantisipasi. PEHA juga mulai menggunakan mata uang lokal selain USD dalam pembelian bahan yang masih impor agar lebih stabil dalam nilainya.

Selain itu, kata Zahmilia, terkait penggunaan bahan baku dalam negeri, PEHA juga telah berfokus kepada switching bahan baku impor menjadi dalam negeri, antara lain untuk bahan kemas, mayoritas telah menggunakan vendor dalam negeri.

"Untuk bahan aktif farmasi sendiri yang telah bisa di produksi di Indonesia, kami telah melakukan trial dan tahapan pengujian lain untuk persiapan registrasi produk," tandasnya. 

Adapun emiten farmasi pelat merah PT Kimia Farma Tbk (KAEF) menyiapkan mitigasi terhadap kenaikan biaya impor Bahan Baku Obat (BBO) di tengah lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Sekretaris Perusahaan Kimia Farma Ganti Winarno mengatakan, kenaikan nilai tukar dolar tidak dipungkiri dapat berdampak pada kenaikan biaya impor Bahan Baku Obat (BBO).

Ia menjelaskan, Kimia Farma melakukan langkah mitigasi khususnya dengan melakukan kontrak kesepakatan dengan supplier terkait dengan harga bahan baku serta estimasi jumlah kebutuhan bahan baku utama dalam jangka waktu tertentu.

Baca Juga: Harga Bahan Baku Naik Akibat Pemelahan Rupiah, Begini Strategi Phapros (PEHA)

"Hal ini bertujuan untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan bahan baku," kata Ganti saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (13/11).

Lebih lanjut, untuk meningkatkan kinerja di sisa akhir tahun ini, Kimia Farma terus melakukan upaya dalam melakukan penguatan portofolio produknya, antara lain penguatan produk-produk vitamin, mineral, dan suplemen (VMS), di mana kebutuhan produk VMS diperkirakan akan meningkat di tahun–tahun selanjutnya.

Ganti menuturkan strategi Kimia Farma antara lain operational excellence di semua rantai bisnis, efisiensi, peningkatan komersialisasi produk serta optimalisasi working capital dengan berfokus pada prinsip Cash is King untuk dapat mendukung perbaikan operasional secara menyeluruh

"Kimia Farma terus berkomitmen untuk memberikan service excellence kepada pelanggan dan melakukan transformasi untuk mencapai tujuan menjadi garda terdepan layanan kesehatan di Indonesia," pungkasya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .