Sidang delisting rumput laut di AS digelar Oktober



JAKARTA. Pemerintah serta Asosiasi Rumput laut Indonesia (ARLI) mulai atur strategi untuk menghadapi sidang pembahasan rumput laut agar tidak masuk dalam daftar delisting pangan organik Amerika Serikat. Sedianya, sidang pembahasan terakhir akan digelar 28 Oktober 2016.

Safari Azis, Ketua ARLI, mengaku timnya bersama dengan Kementerian Perdagangan tengah menyiapkan berkas sejarah, perkembangan industri, serta potensi rumput laut yang bakal dipaparkan dalam sidang. "Kini masih 50% persiapan kami," katanya pada KONTAN, Sabtu (20/8).

Selain itu, ARLI juga akan membahas isu terkait delisting rumput laut dalam forum Asean Seaweed Industry Club (ASIC). Rencananya, dalam acara tersebut mereka akan mengundang pihak China. Perlu diketahui, saat ini, China menjadi ekspotir produk olahan rumput laut ke Amerika Serikat.


Meskipun begitu, Azis menilai upaya itu belum cukup dan diharapkan Pemerintah melakukan lobi khusus kepada pihak AS.

Dirjen Perdangan luar Negeri Kementerian Perdagangan Dody Edward mengaku, pihaknya masih terus melihat perkembangan yang terjadi. "Kami lihat dulu, kalau memang bisa akan dibahas secara bilateral," katanya pada KONTAN (17/8).

Lain dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan, hingga saat ini mereka belum mengambil langkah kongkret. "Kami pasti memperjuangkan supaya rumput laut tidak masuk dalam delisting," katanya pada KONTAN, Minggu (20/8).

Asal tahu saja, wacana ini muncul setelah adanya petisi Joanne K. Tobacman, M.D. (Tobacman) dari University of Illinois, Chicago, pada Juni 2008 kepada US Food and Drug Administration (FDA). Isinya melarang penggunaan carrageenan sebagai bahan tambahan makanan yang terbuat dari rumput laut.

Berdasarkan penelitian Tobacman, ditengarai carrageenan dapat menyebabkan peradangan/inflamation yang memicu kanker. Namun, petisi tersebut ditolak US FDA pada Juni 2008. Kemudian, petisi Tobacman ini diikuti publikasi LSM Cornucopia Institute dari AS pada Maret 2013.

LSM ini mendorong publik meminta US National Organic Standards Board (NOSB) agar mengeluarkan carrageenan dari daftar bahan pangan organik.

Sekedar informasi, diprediksikan potensi kerugian yang bakal dialami Indonesia mencapai US$ 160,4 juta bila delisting ini tetap dilakukan.

Pada tahun 2015, tercatat nilai ekspor rumput laut hampir mencapai US$ 1 juta. Selama ini, Indonesia adalah pemasok utama rumput laut di dunia dengan pangsa pasar mencapai 41% pada tahun 2013.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie