JAKARTA. Perseteruan antara Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya dengan praktisi psikolog Yon Nofiar terkait pemakaian merek Certified Human Resources Professional (CHRP) mulai di sidangkan oleh majelis hakim di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Pada sidang perdana yang berlangsung Selasa (18/2), majelis hakim memeriksa surat kuasa dari masing-masing pengacara. Namun surat kuasa dari advokat Unika Atma Jaya belum diserahkan kepada majelis hakim. Mereka beralasan pengurus yayasan yang berwenang memberikan kuasa belum ada waktu untuk menandatangani surat kuasa mereka. "Ada dua orang di yayasan yang berwenang menandatangani, tapi mereka lagi sibuk, jadi tidak sempat. Pekan depan mungkin sudah bisa diserahkan surat kuasanya," ujarnya kuasa hukum Atma Jaya Agustinus Prajaka kepada KONTAN usai sidang, Selasa (18/2). Ia mengatakan pihaknya juga telah mempersiapkan jawaban yang akan disampaikan pada sidang selanjutnya. Sementara itu kuasa hukum praktisi psikolog Yon Nofiar Jeffri Mangapul mengatakan mereka menginginkan agar Atma Jaya segera memberikan jawaban atas gugatan mereka. Jeffri malahan curiga, pihak Atma Jaya sengaja mengulur-ngulur waktu menyerahkan surat kuasa untuk alasan tertentu. NamunĀ majelis hakim masih memberikan waktu kepada kuasa hukum Atma Jaya mengurus kelengkapan surat kuasa mereka. Sekedar menyegarkan ingatan, sejak tahun 2006 hingga sekarang Yon mengaku terus melakukan pelatihan CHRP. Tujuannya untuk memberikan bekal pengetahuan keterampilan praktis pengelolaan sumber daya manusia di perusahaan yang meliputi Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resource Development), Upah dan Penghargaan (Compensation & Benefit), Hubungan Industrial (Industrial Relation) dan Suplemen Sumber Daya Manusia (Human Resources Supplements). Yon mengklaim mereknya telah dikenal luas oleh masyarakat melalui promosi secara gencar, antara lain dengan mengumumkan dan menawarkan jasa tersebut kepada masyarakat melalui situs internet. Oleh karena itu Yon tidak terima dengan kegiatan CHRP Atma Jaya karena memiliki persamaan pada pokoknya dengan mereknya. Yon menuding Atma Jaya hanya ingin mendapatkan keuntungan atau memperkaya dirinya sendiri dengan cara meniru dan membonceng keterkenalan merek CHRP miliknya sehingga menimbulkan persaingan curang yang menyesatkan konsumen. Perbuatan Atma Jaya menurut penggugat telah melanggar Pasal 76 Ayat (1) juncto Pasal 78 Ayat (1) UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek. Untuk itu, Yon meminta ganti rugi materiil senilai Rp 7 miliar yang dihitung dari 40% keuntungan Atma Jaya dari 2006 sampai sekarang dan biaya jasa pengacara serta gugatan imateriil senilai Rp 1 miliar.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sidang perdana, Atma Jaya belum beri surat kuasa
JAKARTA. Perseteruan antara Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya dengan praktisi psikolog Yon Nofiar terkait pemakaian merek Certified Human Resources Professional (CHRP) mulai di sidangkan oleh majelis hakim di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Pada sidang perdana yang berlangsung Selasa (18/2), majelis hakim memeriksa surat kuasa dari masing-masing pengacara. Namun surat kuasa dari advokat Unika Atma Jaya belum diserahkan kepada majelis hakim. Mereka beralasan pengurus yayasan yang berwenang memberikan kuasa belum ada waktu untuk menandatangani surat kuasa mereka. "Ada dua orang di yayasan yang berwenang menandatangani, tapi mereka lagi sibuk, jadi tidak sempat. Pekan depan mungkin sudah bisa diserahkan surat kuasanya," ujarnya kuasa hukum Atma Jaya Agustinus Prajaka kepada KONTAN usai sidang, Selasa (18/2). Ia mengatakan pihaknya juga telah mempersiapkan jawaban yang akan disampaikan pada sidang selanjutnya. Sementara itu kuasa hukum praktisi psikolog Yon Nofiar Jeffri Mangapul mengatakan mereka menginginkan agar Atma Jaya segera memberikan jawaban atas gugatan mereka. Jeffri malahan curiga, pihak Atma Jaya sengaja mengulur-ngulur waktu menyerahkan surat kuasa untuk alasan tertentu. NamunĀ majelis hakim masih memberikan waktu kepada kuasa hukum Atma Jaya mengurus kelengkapan surat kuasa mereka. Sekedar menyegarkan ingatan, sejak tahun 2006 hingga sekarang Yon mengaku terus melakukan pelatihan CHRP. Tujuannya untuk memberikan bekal pengetahuan keterampilan praktis pengelolaan sumber daya manusia di perusahaan yang meliputi Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resource Development), Upah dan Penghargaan (Compensation & Benefit), Hubungan Industrial (Industrial Relation) dan Suplemen Sumber Daya Manusia (Human Resources Supplements). Yon mengklaim mereknya telah dikenal luas oleh masyarakat melalui promosi secara gencar, antara lain dengan mengumumkan dan menawarkan jasa tersebut kepada masyarakat melalui situs internet. Oleh karena itu Yon tidak terima dengan kegiatan CHRP Atma Jaya karena memiliki persamaan pada pokoknya dengan mereknya. Yon menuding Atma Jaya hanya ingin mendapatkan keuntungan atau memperkaya dirinya sendiri dengan cara meniru dan membonceng keterkenalan merek CHRP miliknya sehingga menimbulkan persaingan curang yang menyesatkan konsumen. Perbuatan Atma Jaya menurut penggugat telah melanggar Pasal 76 Ayat (1) juncto Pasal 78 Ayat (1) UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek. Untuk itu, Yon meminta ganti rugi materiil senilai Rp 7 miliar yang dihitung dari 40% keuntungan Atma Jaya dari 2006 sampai sekarang dan biaya jasa pengacara serta gugatan imateriil senilai Rp 1 miliar.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News