Sikap berbeda KPK terkait BG & eks walkot makassar



JAKARTA. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan oleh mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin atas penetapannya sebagai tersangka. Hakim tunggal Yuningtyas Upiek Kartikawati memutuskan bahwa penetapan Ilham sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi tidak sah.

Ada pun hal yang melatarbelakangi dikabulkannya gugatan Ilham karena KPK tidak menyerahkan dokumen asli dari bukti-bukti persidangan. Menyikapi putusan tersebut, pimpinan sementara KPK Johan Budi menyatakan bahwa pihaknya mempertimbangkan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan ulang dan kembali menetapkan Ilham sebagai tersangka.

"Kemungkinan itu bisa saja dilakukan," ujar Johan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (12/5).


Saat ini, pimpinan KPK dan tim hukum KPK tengah mempelajari putusan tersebut dan mengevaluasi bukti apa saja yang kurang ditunjukkan KPK dalam sidang terkait penetapan Ilham sebagai tersangka. Setelah itu, baru ditentukan langkah selanjutnya yang akan ditempuh KPK menyikapi putusan praperadilan.

"Kalau ada hal yang kurang tapi ternyata kita punya, bisa saja kita nanti menerbitkan sprinlidik atau sprindik yang baru," kata Johan.

Sikap berbeda dilakukan KPK saat hakim tunggal Sarpin Rizaldi mengabulkan gugatan praperadilan Jenderal Budi Gunawan pada 16 Februari 2015 lalu. Budi yang saat ini menjadi Wakil Kepala Polri pernah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan rekening gendut dan gratifikasi terkait jabatannya.

Dalam putusannya, Sarpin menyatakan bahwa penetapan Budi sebagai tersangka tidak sah. Padahal, saat itu penetapan tersangka belum diputuskan menjadi salah satu objek praperadilan oleh Mahkamah Konstitusi.

Alih-alih melakukan penyidikan dan penetapan ulang tersangka, KPK malah melimpahkan kasus Budi ke Kejaksaan Agung. Belakangan Kejaksaan Agung telah melimpahkan berkas penyelidikan Budi ke Bareskrim Polri dan hingga kini belum dilakukan gelar perkara.

Untuk menyikapi putusan praperadilan Ilham, KPK juga membuka opsi untuk mengajukan peninjauan kembali dan kasasi.

"Setelah itu akan melakukan upaya hukum, apakah kasasi atau PK dalam waktu yang tidak begitu lama," kata Johan.

Sementara pada kasus Budi, KPK memilih tidak mengajukan PK dan kasasi dengan dalih putusan praperadilan merupakan putusan yang berkekuatan hukum tetap. Disinggung hal tesebut, Johan Budi mengatakan, perbedaan perlakuan itu karena alasan dikabulkannya gugatan Budi dan Ilham oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pun berbeda.

Dua hal yang berbeda

Gugatan Budi dikabulkan karena penetapan tersangkanya dianggap tidak sah, sementara dalam kasus Ilham, KPK dianggap tidak dapat menunjukkan dokumen asli dari bukti-bukti yang dilampirkan.

"Ini dua hal yang beda. Kasus BG sudah dilimpahkan dan waktu itu bukan soal barang bukti, tapi subyek hukumnya itu KPK tidak berwenang," kata Johan.

Johan mengatakan, dalam sidang praperadilan semestinya tidak membicarakan substansi penyidikan, tapi sebatas prosedur penetapan tersangka. Namun, putusan MK yang memperluas objek praperadilan membuat penetapan tersangka menjadi dibolehkan untuk digugat melalui praperadilan.

Pimpinan sementara KPK Indriyanto Seno Adji menilai, hakim Yuningtyas lalai dengan menyatakan status tersangka Ilham tidak sah dengan berlandaskan kurangnya alat bukti yang dapat dihadirkan KPK.

"Hakim melakukan penilaian atas eksistensi alat bukti yang merupakan soal yuridis dalam pokok perkara tipikor, bukan pada mekanisme prosedural praperadilan," kata Indriyanto.

KPK sebelumnya menetapkan Ilham sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi kerjasama rehabilitasi kelola dan transfer untuk instalasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar tahun anggaran 2006-2012 pada 7 Mei 2014. Penetapan tersangka itu bertepatan dengan masa akhir jabatannya sebagai Wali Kota Makassar. (Ambaranie Nadia Kemala Movanita)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie