Silakan cemas! Jepang bisa bangkrut sebelum Eropa



TOKYO. Pandangan cukup mengejutkan terhadap Jepang datang dari mantan penasihat keuangan miliuner George Soros. Takeshi Fujimaki, menyarankan dengan ekonomi Jepang seperti saat ini, sebaiknya investor segera membeli aset dalam bentuk dollar Amerika Serikat (AS) atau mata uang lainnya.

Apa penyebabnya? Ia menjawab, "Jepang berpotensi bangkrut sebelum Eropa. Setidaknya dalam lima tahun ke depan," ujarnya. Investor di Jepang, harus memiliki rencana cadangan jika ekonomi Negeri Sakura ini memburuk.

Caranya, menurut orang yang mengakhiri kariernya di perusahaan Soros pada tahun 2000 itu adalah dengan menata portofolio investasi dalam bentuk mata uang greenback, Swiss franc, poundsterling, dollar Aussie dan dollar Kanada.


Menurut pria yang saat ini mengajar di Waseda University itu, jika pemerintah Jepang default, posisi yen akan tergerus hebat dan menuju ke 400-500 per dollar AS. Selain itu, imbal hasil (yield) obligasi bertenor 10 tahun bakal menjulang di atas 80%.

"Saya membeli dollar untuk mengantisipasi kondisi darurat," akunya.

Rasio utang melebihi Eropa

Saat ini, harga asuransi obligasi Jepang yang terekam dalam Credit Default Swap (CDS) untuk surat utang tenor lima tahun mencapai 90,9 basis points (Bps).

Pandangan Fujimaki bukanlah hal yang mengada-ada. Apabila pemerintah gagal mengelola sistem keuangan negara, bukan tak mungkin negeri ini gulung tikar sebelum Eropa.

Bayangkan, tahun lalu saja, rasio utang Jepang terhadap pertumbuhan ekonomi jauh lebih besar dari negara-negara Eropa yang tengah sekarat akibat krisis.

Rinciannya, rasio utang Jepang terhadap gross domestic product (GDP) sebesar 200% lebih tinggi. Angka tersebut juga yang tertinggi di antara negara-negara industri dunia. Sedangkan negara Eropa lumayan lebih rendah yakni Yunani 160%, Portugal 103,1%, Irlandia 102,4% dan Italia 124,8%.

Wajar jika Tokyo harus khawatir dengan ancaman memburuknya ekonomi. International Monetary Fund (IMF) juga pernah memprediksi, rasio total utang Jepang terhadap GDP bisa mencapai 250% di 2015.

Adapun, upaya pemerintah Jepang untuk mengurangi laju utangnya adalah dengan menaikkan pajak penjualan hingga dua kali lipat pada 2015. Rencana ini masih menjadi perdebatan di parlemen Jepang.

Harus digarisbawahi juga, meskipun rasio utang Jepang membubung tinggi, ada perbedaan pemilik obligasi negeri ini dengan Uni Eropa. Jika surat utang Benua Biru banyak dimiliki investor asing, obligasi Negeri Matahari Terbit justru dimiliki oleh investor lokal. Tipikal inilah yang mengundang tanda tanya dan belum terjawab, apakah investor lokal akan lebih legowo ketimbang asing ketika pemerintah Jepang sewaktu-waktu menempuh kebijakan ekstrem? Atau, mereka tidak punya pilihan lain?.

Editor: