JAKARTA. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBNP) tahun 2013 ternyata terdapat sisa dana anggaran lebih sebesar Rp 20,5 triliun. Menurut Kementerian Keuangan, kelebihan dana tersebut disebabkan realisasi defisit anggaran yang di bawah target. Di sisi lain, pembiayaan yang terealisasi justru melebihi target. Berdasarkan data yang diterima, realisasi defisit anggaran hingga akhir tahun mencapai Rp 209,5 triliun atau 2,24% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit tersebut terjadi lantaran penerimaan negara hanya Rp 1.429,5 triliun dan realisasi belanja negara sebesar Rp 1.639 triliun. Adapun realisasi pembiayaan hingga akhir tahun malah lebih tinggi dari target mencapai Rp 230,1 triliun, atau 102,6% dari target APBNP 2013.
Menurut Menteri Keuangan Chatib Basri realisasi pembiayaan itu meliputi pembiayaan dalam negeri sebesar Rp 243,4 gtriliun, dan realisasi pembiayaan luar negeri sebesar (Rp 13,3 triliun). “Dengan adanya Silpa tahun ini, maka Saldo anggaran lebih (sal) kita bertambah,” ujar Chatib, Jumat (3/1) di Jakarta. Meskipun menghasilkan Silpa, realisasi anggaran tahun 2013 memang bisa dibilang masih menyisakan permasalahan yang sama, yaitu soal penyerapan anggaran yang belum maksimal. Misalnya saja untuk belanja K/L, realisasinya hanya 90,1% dibandingkan dengan target APBNP 2013. Sementara untuk realisasi anggaran transfer ke daerah hingga akhir tahun 2013 mencapai Rp 513,3 triliun. Adapun target dalam APBNP 2013, anggaran transfer ke daerah sebesar Rp 529,4 triliun. Artinya realisasi anggaran transfer ke daerah masih di bawah target sebesar 3%. Bukan hanya realisasi anggaran saja yang tidak memenuhi target, secara umum kondisi ekonomi makro Indonesia di tahun 2013 tak sesuai harapan. Misalnya saja, inflasi sepanjang tahun mencapai 8,38%, padahal asumsi sebelumnya sebesar 7,2%. Realisasi rata-rata suku bunga SPN tiga bulan sebesar 4,5%. Artinya, masih di bawah asumsi yang direncanakan yaitu 5%. Asumsi makro yang paling meleset dari target adalah rata-rata nilai tukar rupiah sepanjang tahun yang mencapai Rp 10.452 per Dollar AS. Sedangkan menurut asumsi yang ditetapkan dalam APBNP 2013 sebesar Rp 9.600 per Dollar AS. Melesetnya rata-rata nilai tukar ini dikarenakan isu tapering off, dan memburuknya kondisi ekonomi global.
Sementara untuk rata-rata harga minyak relatif lebkih stabil dibandingkan perkiraan semula. Realisasi hingga akhir tahun, rata-rata harga minyak mentah sebesar Rp US$ 106 per barrel, sedangkan perkiraan awal sebesar Rp US$ 108 per barel. Begitupun dengan lifting minyak mentah dan gas yang di bawah perkiraan awal. Untuk lifting minyak dan gas dari desember 2012 hingga November 2013 sebesar 825.000 barrel per hari dan 1.213.000 barel setara minyak per hari. Sementara dalam APBNP 2013 targetnya sebesar 840.000 barel per hari dan 1.240.000 barel setara minyak per hari. Menurut Direktur INDEF Enny Sri Hartati, pemerintah memang perlu melakukan upaya yang kreatif supaya realisasi anggaran tidak selalu di bawah target. Menurutnya, hampir setiap tahun baik belanja negara maupun penerimaan selalu di bawah target. “memang kondisi ekonomi global sulit diprediksi, tetapi minimal belanja bisa digenjot sesuai target,” jelasnya kepada KONTAN. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Hendra Gunawan