Simak 5 hal yang perlu diketahui soal pajak pulsa, kartu perdana, dan token listrik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berlaku mulai hari ini, Senin (1/2/2021), Pemerintah memberlakukan pembaruan pemungutan pajak terhadap pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucer. 

Perbincangan soal pembaruan pungutan pajak pulsa hingga token listrik ini ramai dibahas publik. Ada sejumlah anggapan yang dianggap tidak tepat. 

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pun memberi klarifikasi dan penjelasan mengenai pembaruan pungutan pajak ini. 


Juru Bicara Kemenkeu Rahayu Puspasari, saat dikonfirmasi Kompas.com, Sabtu (30/1/2021), menegaskan, tidak ada jenis ataupun obyek pajak baru dalam aturan tersebut. 

Berikut sejumlah hal yang perlu diketahui dan dipahami soal pajak pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucer: 

1. Tidak berpengaruh pada harga 

Muncul kekhawatiran bahwa pembaruan pajak ini akan menyebabkan kenaikan harga. Seperti diberitakan Kompas.com, Sabtu (30/1/2021), Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, ketentuan baru ini tidak berpengaruh terhadap harga pajak pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucer. 

Pungutan pajak ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021. 

"Ketentuan tersebut TIDAK BERPENGARUH TERHADAP HARGA PULSA /KARTU PERDANA, TOKEN LISTRIK DAN VOUCER," kata Sri Mulyani, dikutip dari akun Instagram-nya, @smindrawati, Sabtu (30/1/2021). 

2. Bertujuan pangkas mekanisme 

Pembaruan pajak pulsa, kartu perdana, token, dan voucer bertujuan untuk menyederhanakan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan Pajak Penghasilan (PPh). 

Aturan mengenai PPN dan PPh sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 dan 8 Tahun 1983. Adapun perubahan terakhir diatur melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. 

Khusus untuk pulsa, kartu perdana, token, dan voucer, pembaruan diberlakukan guna memangkas mekanisme perpajakan.  

3. Pengecer tidak dikenai PPN 

Menurut Kemenkeu, dalam praktiknya, distributor kecil dan pengecer mengalami kesulitan melaksanakan mekanisme PPN. Hal ini menyebabkan ada persoalan dalam memenuhi kewajiban perpajakan. 

Dalam aturan sebelumnya, PPN dipungut dari setiap rantai distribusi penjualan pulsa dan kartu perdana, mulai dari operator telekomunikasi, distributor utama (tingkat 1), server (tingkat 2), distributor besar (tingkat 3), distributor seterusnya, sampai dengan pedagang eceran. 

Dalam pembaruan aturan ini, pemungutan PPN hanya sampai distributor tingkat 2 (server). Oleh karena itu, distributor kecil dan pengecer tidak perlu dipungut PPN dari pulsa dan kartu perdana lagi. 

4. Soal selisih harga token listrik 

Pada aturan sebelumnya, PPN dikenakan atas seluruh nilai token listrik yang dijual oleh agen. Aturan semacam ini menimbulkan kesalahpahaman atas jasa penjualan terutang PPN. Di aturan yang baru, PPN untuk token listrik dikenakan berupa komisi atau selisih harga yang diterima penjual, bukan atas nilai token listriknya. 

Adapun dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/2021 Pasal 2 menyebutkan, token adalah listrik yang termasuk barang kena pajak yang bersifat strategis sesuai dengan ketentuan pada bidang perpajakan. 

5. Soal selisih harga voucer 

Komisi dan selisih harga juga berlaku untuk pajak voucer. "Di dalam aturan yang baru, PPN hanya dikenakan atas jasa penjualan atau pemasaran berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual, bukan atas nilai voucer," kata Rahayu. 

Jadi, PPN hanya dikenakan atas jasa penjualan/pemasaran agen penjual voucer berupa komisi atau selisih harga. Sementara itu, PPh Pasal 23 mengatur mengenai pajak atas jasa penjualan/pembayaran agen token listrik dan voucer. Pungutan itu merupakan pajak di muka bagi distributor/agen yang dapat dikreditkan (dikurangkan) dalam SPT tahunannya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "5 Hal yang Perlu Diketahui soal Pajak Pulsa, Kartu Perdana, dan Token Listrik" Penulis : Rosy Dewi Arianti Saptoyo Editor : Inggried Dwi Wedhaswary

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie