KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup bulan November 2024 di posisi 7.114,26. Level ini didapat usai IHSG anjlok 1,19% pada Jumat (29/11) atau mengakumulasi pelemahan 1,13% sepanjang pekan lalu. Pada pekan terakhir November 2024, arus dana keluar (
capital outflow) dari investor asing masih mengalir deras. Posisi jual bersih (net sell) tercatat senilai Rp 3,89 triliun di seluruh pasar. Equity Analyst Indo Premier Sekuritas (IPOT) Imam Gunadi mengamati kondisi ini menunjukkan kewaspadaan pelaku pasar terhadap perkembangan global dan domestik yang mempengaruhi pergerakan indeks saham.
Baca Juga: Cek Rekomendasi Saham Emiten Rumah Sakit: HEAL, MIKA, SILO Dari sentimen global, Imam menyoroti indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi alias Personal Comsumption Expenditure (PCE) Amerika Serikat (AS) Oktober 2024 dan rencana pengenaan tarif oleh Presiden AS, Donald Trump. Adapun, PCE di AS menunjukkan inflasi yang stabil dan sesuai ekspektasi pasar. Secara tahunan (YoY), PCE Price Index mencatatkan kenaikan 2,3%. Angka itu sesuai dengan konsensus dan lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 2,1%. Secara bulanan (MoM), PCE Price Index tumbuh 0,2%, konsisten dengan bulan sebelumnya dan ekspektasi pasar. "Peningkatan inflasi PCE di AS meskipun stabil dan sesuai ekspektasi, dapat memberikan dampak negatif terhadap pasar Indonesia. Inflasi yang tetap tinggi meningkatkan kemungkinan Federal Reserve mempertahankan kebijakan moneter ketat lebih lama, termasuk suku bunga yang tinggi," terang Imam dalam riset yang disiarkan Minggu (1/12). Imam menambahkan, kondisi tersebut dapat memicu
capital outflow dari pasar saham dan obligasi di Indonesia. Sebab, investor global cenderung memilih aset berbasis dolar AS yang menawarkan imbal hasil lebih menarik. Selain itu, tekanan terhadap nilai tukar rupiah bisa meningkat, yang dapat memperbesar biaya impor dan mempengaruhi stabilitas harga domestik. Di sisi lain, presiden terpilih AS Donald Trump berencana mengenakan tarif 25% pada semua produk dari Meksiko dan Kanada, serta akan memberi tarif tambahan 10% untuk China. Rencana pengenaan tarif ini secara tidak langsung dapat memberikan dampak negatif bagi pasar domestik.
Baca Juga: MD Entertainment (FILM) akan Rights Issue, Simak Prospek dan Rekomendasi Sahamnya "Rencana pengenaan tarif ini dapat memicu perang dagang yang pada akhirnya dapat meningkatkan ketidakpastian di pasar global. Pada gilirannya dapat melemahkan mata uang negara berkembang, termasuk rupiah," jelas Imam. Ketidakpastian yang dihasilkan dari kebijakan perdagangan yang proteksionis ini dapat mempengaruhi aliran investasi asing ke Indonesia, dengan investor cenderung menghindari pasar yang lebih berisiko. Hal ini dapat menyebabkan
capital outflow dan mempengaruhi stabilitas pasar saham Indonesia. Dari domestik, ada sentimen dari Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 dan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12%. Pilkada memiliki dampak positif terhadap aktivitas ekonomi, dimana menjelang Pilkada, terjadi peningkatan belanja untuk kampanye, logistik dan promosi. Sektor-sektor yang dapat diuntungkan dari Pilkada di antaranya ada sektor infrastruktur dan penunjangnya. Sebab, kepala daerah baru sering menjadikan pengembangan infrastruktur sebagai prioriotas untuk meningkatkan daya saing wilayahnya. Imam juga menyoroti sektor konsumsi dengan adanya belanja kampanye. Kemudian sektor logistik dan media. "Pilkada meningkatkan belanja iklan dan promosi kampanye, yang menguntungkan perusahaan di sektor media, percetakan dan periklanan," imbuh Imam. Imam melanjutkan, rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12% yang dijadwalkan berlaku pada 1 Januari 2025 diperkirakan akan memberikan dampak negatif bagi ekonomi Indonesia. "Kenaikan PPN ini bisa meningkatkan biaya konsumsi, yang pada gilirannya dapat menekan daya beli masyarakat," terang Imam.
Rekomendasi Pekan Ini
Memasuki pekan awal Desember, yakni pada periode perdagangan 2 Desember - 6 Desember 2024, Imam menyoroti sejumlah sentimen dari global dan domestik. Dari global pada pekan ini China akan merilis data Caixin Manufacturing PMI untuk bulan November 2024. Data tersebut diperkirakan akan menunjukkan angka 50,5 atau sedikit lebih tinggi dari bulan Oktober yang tercatat 50,3. "Jika data di atas konsensus, ini akan memberikan dampak positif terhadap pasar. Terutama terkait dengan prospek pertumbuhan ekonomi China. Kenaikan di atas ekspektasi pasar menunjukkan sektor manufaktur China lebih kuat dari yang diperkirakan," jelas Imam.
Baca Juga: Jangan Terlewat! Ini Harga, Rasio & Jadwal PUPS Adaro (AADI) oleh Alamtri (ADRO) Selain China, AS juga akan merilis data Purchasing Manager's Index (PMI), yaitu ISM Manufacturing PMI untuk bulan November 2024. Konsensus pasar memperkirakan angka 47,5 atau sedikit lebih baik dibandingkan dengan hasil Oktober yang tercatat di 46,5. Selain PMI, AS juga akan merilis data tingkat pengangguran untuk bulan November 2024 yang diperkirakan tetap berada di 4,1%. Sama seperti data sebelumnya, pasar juga akan tetap berharap tingkat pengangguran AS tetap di level 4,1% atau lebih tinggi. Hal ini dapat meningkatkan probabilitas pemangkasan suku bunga oleh The Fed. Sentimen lain yang mesti dicermati adalah pertemuan OPEC+ pada 5 Desember 2024. Pertemuan ini akan membahas keputusan terkait kebijakan produksi global minyak. Salah satu topik yang utamanya, apakah OPEC+ akan melanjutkan kebijakan pemulihan pasokan yang telah dibatasi, atau memperpanjang pemotongan produksi hingga tahun 2025 untuk menghindari kelebihan pasokan di pasar global. Dari domestik, Imam menyarankan pelaku pasar untuk memantau data inflasi bulan November 2024 yang diperkirakan inflasi akan turun ke level 1,5% (YoY) dari periode sebelumnya 1,72% (YoY). Meskipun masih dalam target Bank Indonesia (BI) di 2,5% +/- 1%, tapi angka tersebut sudah menyentuh batas bawah dari target BI, dan mengindikasikan daya beli konsumen mengalami penurunan. "Pasar akan berharap data inflasi lebih tinggi dari konsensus atau periode sebelumnya, yang mana hal ini menggambarkan daya beli membaik," ungkap Imam. Sentimen lain yang layak diperhatikan adalah impor batubara China di bulan November. Merujuk Reuters, impor batubara termal seaborne China diperkirakan akan mencapai rekor tertinggi pada bulan November, dengan total 37,5 juta ton atau meningkat dari 32,12 juta ton pada Oktober. Kenaikan tersebut seiring dengan meningkatnya kebutuhan pembangkit listrik di China menjelang musim dingin. Kemudian, sentimen lain yang layak dicermati adalah aktivitas ekonomi yang cenderung meningkat menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham Sektor Barang Baku Berikut Ini Sejumlah sektor seperti ritel, pariwisata dan perhotelan bisa mendapat manfaat besar dari lonjakan belanja konsumen dan perjalanan liburan. Peningkatan permintaan barang-barang konsumsi seperti pakaian, elektronik dan makanan juga mendorong manufaktur dan distribusi. Berikut rekomendasi saham yang bisa diperhatikan untuk pekan ini: 1. PT Petrosea Tbk (
PTRO) Harga penutupan sebelumnya: Rp 19.725 Rekomendasi:
Buy on breakout di Rp 20.025 Target harga: Rp 22.000 Stoploss: < Rp 19.300. 2. PT Bumi Resources Tbk (
BUMI) Harga penutupan sebelumnya: Rp 147 Rekomendasi:
Buy Target harga: Rp 160 Stoploss: < Rp 140. 3. PT MAP Aktif Adiperkasa Tbk (
MAPA) Harga penutupan sebelumnya: Rp 1.100 Rekomendasi:
Buy Target harga: Rp 1.175
Stoploss: < Rp 1.060.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi