Simak aturan teranyar soal transaksi repo dari OJK



JAKARTA. Akhirnya transaksi repurchase agreement (repo) alias gadai saham diregulasi. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) tentang Pedoman Repurchase Agreement Dengan Menggunakan GMRA Indonesia Annex.

Selama ini, repo dilakukan sesuai dengan perjanjian pihak yang bertransaksi tanpa diatur lebih lanjut oleh otoritas. Dengan begitu maka otoritas tidak bisa melakukan pengawasan dan seringkali tidak teridentifikasi. 

Dengan adanya regulasi repo ini, maka siapa pihak yang boleh melakukan repo, efek repo, serta mekanisme transaksi akan diatur. Dalam aturan anyar tersebut, pihak yang dibolehkan melakukan repo atau reverse repo adalah lembaga jasa keuangan di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 


Lembaga keuangan ini termasuk lembaga keuangan yang menjalankan kegiatan bisnis di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, maupun lembaga pembiayaan.

Sejatinya, transksi repo dan reverse repo ini mengacu pada ketentuan yang diatur secara global, yaitu Global Master Repurchase Agreement (GMRA).  Namun, ada beberapa hal yang disesuaikan dengan ketetuan yang berlaku di Indonesia. Sehingga ada yang disebut dengan GMRA Annex. Nantinya lembaga-lembaga keuangan ini wajib menaati ketentuan-ketentuan tersebut. 

Sedangkan lembaga jasa keuangan yang melakukan tranasksi repo dan reverse repo dengan lembaga negara dalam rangka pelaksanaan operasi moneter dan fiskal dikecualikan dari aturan itu.

Ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh lembaga keuangan yang ingin melakukan transaksi repo. Pertama, lembaga keuangan yang bersangkutan harus menetapkan direktur atau karayawan perusahaan yang berwenang melakukan transaksi.

Kedua, memastikan setiap tranasaksi telah mendapat otorisasi dari pihak berwenang pada perusahaan. Ketiga, lembaga keuangan itu juga wajib memiliki kebijakan, prosedur, dan pengendalian internal yang memadai dan manajemen risiko yang tepat.

Keempat, perusahaan harus memiliki dokumentasi memadai untuk mencatat transaksi yang dilakukan. Terakhir, melakukan pencatatan identitas hukum yang tepat dari pihak lain. Sebelumnya, tidak diatur siapa-siapa saja yang bisa melakukan tranasksi repo. 

Semua lembaga keuangan yang melakukan repo ini harus melapor. Jika yang repo yang ditransaksikan adalah efek bersifat utang, maka lembaga keuangan harus lapor kepada penerima laporan transaksi efek. 

Sedangkan, jika efek yang ditransaksikan berupa ekuitas, maka pelaporan dilakukan kepada lembaga penyimpanan dan penyelesaian. Ketentuan ini akan mulai diberlakukan pada 1 Januari 2016.  Semua perjanjian repo dan reverse repo yang sedang berjalan dan sudah ada sebelum POJK ini diberlakukan dinyatakan masih berlaku.

Sekedar informasi, repo merupakan transaksi jual efek dengan janji beli kembali pada waktu dan harga yang telah ditetapkan. Sedangkan, reverse repo kebalikannya, yakni transaksi beli efek dengan janji jual kembali pada waktu dan harga yang telah ditetapkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa