Simak Gambaran Postur APBN 2024, Defisit Dipatok Batas Atas 2,64% dari PDB



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah sudah merancang Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2024. Periode tersebut merupakan tahun terakhir Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’aruf Amin menjabat.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, kinerja pertumbuhan ekonomi yang semakin kuat, didorong oleh keberhasilan transformasi ekonomi, dinilai  mampu meningkatkan pendapatan negara.

Pendapatan negara tahun depan diperkirakan akan mencapai antara 11,81% hingga 12,38% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Kemudian, belanja negara diperkirakan akan mencapai rentang antara 13,97% hingga 15,01% dari PDB. Keseimbangan primer terus diupayakan bergerak menuju positif, pada kisaran defisit 0,43% hingga surplus 0,003% dari PDB.


Untuk mendukung kebijakan fiskal yang tetap ekspansif, terarah, dan terukur dalam rangka percepatan transformasi ekonomi, defisit direncanakan berkisar 2,16% hingga 2,64% dari PDB.

“Sementara itu, upaya untuk mendorong pembiayaan yang pruden, kreatif, inovatif, dan berkesinambungan ditempuh antara lain dengan mengendalikan rasio utang dalam batas manageable di kisaran 38,07% hingga 38,97% dari PDB,” tutur Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-23, Jumat (19/5).

Baca Juga: Asumsi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Capai 5,7% di Tahun 2024

Dia menyampaikan, kebijakan pembiayaan diarahkan untuk mendorong pembiayaan yang inovatif, pruden, dan berkesinambungan. Arah kebijakan pembiayaan 2024 antara lain akan diarahkan, pertama untuk mendukung kebijakan fiskal yang ekspansif, terarah, dan terukur untuk mendukung transformasi ekonomi.

Kedua, akan diarahkan untuk mengendalikan defisit dan utang dalam batas manageable. Ketiga, mendorong efektivitas pembiayaan investasi untuk mendukung transformasi ekonomi dengan memberdayakan peran BUMN, BLU, SMV dan SWF dengan mempertimbangkan kinerja keuangan, kinerja operasional, serta kesiapan teknis operasional.

“Keempat, untuk memperkuat ketahanan fiskal untuk antisipasi ketidakpastian global dengan menyediakan fiscal buffer yang handal dan efisien, serta menjaga fleksibilitas dengan penguatan kolaborasi yang solid antara kebijakan fiskal, moneter, dan sektor keuangan,” jelasnya.

Kelima, mendukung pembiayaan investasi untuk memperkuat peran Indonesia di forum internasional. Keenam, akselerasi pembiayaan bagi MBR dan UMKM, serta ketujuh mendorong pembiayaan yang kreatif dan inovatif melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari