Simak Jurus Geothermal Energy (PGEO) untuk Menggali Ceruk Produk Sekunder



KONTAN.CO.ID-JAKARTA. PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) sedang gencar mengulik potensi bisnis lain di luar produk andalannya yakni listrik dari panas bumi. Upaya ini dilakukan untuk menciptakan nilai (value creation) dengan memaksimalkan potensi panas bumi secara menyeluruh. 

Direktur Eksplorasi dan Pengembangan PGEO, Rachmat Hidajat menjelaskan selain menjadikan produk listrik dan uap menjadi andalan bisnis, saat ini PGEO sedang mengembangkan produk sekunder baru. Ini sebagai cara PGEO  mendukung dekarbonisasi yang dicanangkan sebagai agenda pemerintah. 

“Produk sekunder itu ialah karbon, kami sudah jual sejak 2022. Kemudian di tahun ini kami akan lakukan pilot project untuk energi hijau, direct use panas bumi, dan ekstraksi silika,” ujarnya dalam acara Energy Transitions Conference & Exhibition dan Anugerah DEN 2023 di Jakarta, Rabu (18/10). 


Energi hijau yang dia maksud ialah, memproduksi hidrogen dan methanol hijau. Pada rencana ini, PGEO akan melaksanakan komersialisasi produksi hidrogen hijau menggunakan pembangkit panas bumi. Pilot project produk ini dilaksanakan Ulubelu dan Lahendong. 

Baca Juga: Borong Saham Semen Grobogan, Indocement Tunggal Prakasa (INTP) Beberkan Alasannya

Melansir annual report 2022 PGEO, manajemen melihat pengembangan bisnis ke hidrogen hijau layak dilakukan, mengingat besarnya potensinya di masa mendatang. Berdasarkan pemetaan Pertamina di 2020, konsumsi hidrogen diperkirakan mencapai 2,5 metrik ton per hari, dengan potensi nilai transaksi mencapai US$ 40 miliar. 

Di dalam dokumen prospektus Pertamina Geothermal Energy, saat ini pihaknya tengah menyiapkan proyek percontohan hidrogen hijau skala kecil di Ulubelu dengan menghasilkan sekitar 100 kilogram hidrogen per hari yang akan digunakan oleh Pertamina untuk keperluannya sendiri. 

Dengan asumsi bahwa proyek percontohan tersebut berhasil, Manajemen PGEO memperkirakan dapat memperluas kapasitas menjadi sekitar 1 ton hidrogen per hari dalam 5 tahun ke depan. Pihaknya pun sedang dalam diskusi awal dengan para offtaker potensial yang berlokasi di luar Indonesia.

Produk sekunder lain yang saat ini tengah dijajaki PGEO ialah ekstraksi silika. Sebagai informasi, silika (sinter silika) terbentuk karena adanya akumulasi deposisi mineral dari air bermineral bersuhu tinggi.

Silika ini mengendap di dalam pipa produksi menyebabkan berkurangnya diameter pipa panas bumi dan menghambat tingkat produksi. Untuk menghilangkan kerak silika itu, perusahaan panas bumi melakukan pembersihan secara rutin yang pada akhirnya menghasilkan limbah silika. 

Biasanya silika hanya menumpuk dan jarang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Namun saat ini PGEO sedang dalam riset untuk mengekstraksi silika tersebut menjadi produk bernilai tambah seperti semikonduktor hingga kaca. 

Selain dua produk itu, saat ini sudah ada produk sekunder yang sudah diperdagangkan PGEO dan memiliki ceruk bisnis yang menjanjikan ke depannya. Produk itu ialah kredit karbon. PGEO telah berhasil memonetisasi pendapatan dan penjualan kredit karbon yang dihasilkan pembangkit listrik panas bumi sejak 2011. 

Baca Juga: XL Axiata (EXCL) Berharap Tren Kinerja Apik Terus Berlanjut

“PGEO menjadi yang pertama yang kita jual di bursa karbon di Indonesia. Semoga apresiasi dari pasar terkait karbon panas bumi menjadi akelarator pengembangan lebih lanjut,” jelasnya. 

Maka itu dibutuhkan kolaborasi dari seluruh regulator, offtaker, hingga pemain panas bumi sehingga bisa menjadi kunci pengembangannya ke depan. 

Dalam catatan Kontan.co.id, PGEO memasang target optimistis pada bisnis perdagangan karbon. Manajemen berekspektasi pendapatan carbon credit PGEO akan tumbuh dua kali lipat dalam lima tahun ke depan. Sebagai gambaran, tahun lalu, anak usaha PT Pertamina (Persero) ini mengeduk pendapatan baru dari carbon credit sebesar US$ 747.000. 

Di sisi lain, PGEO juga menjajaki penggunaan langsung uap (direct use) panas bumi untuk pemanfaatan oleh komunitas dan masyarakat. Pihaknya juga mengembangkan  pariwisata panas bumi di Lao Lao, dan geo-agribisnis. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi