Simak jurus Sampoerna Agro (SGRO) untuk jaga kinerja di sisa tahun 2021



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) optimistis bisa kembali meraih kinerja ciamki di semester II-2021. Perusahaan pun memilih untuk menjaga tingkat produksi di tengah tren kenaikan harga komoditas sawit di sisa tahun ini.

Dalam enam bulan pertama tahun 2021, SGRO membukukan penjualan senilai Rp 2,66 triliun. Realisasi itu tumbuh 66,25% dibandingkan raihan di semester I-2020 yang sebesar Rp 1,60 triliun.

SGRO pun mampu mendongkrak secara signifikan laba bersih menjadi Rp 386,86 miliar, atau meroket 39.742% dari laba periode berjalan yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk SGRO di periode Januari-Juni 2020 yang sebesar Rp 971 juta.


Direktur Keuangan Sampoerna Agro Heri Harjanto menjelaskan, kenaikan kinerja SGRO terutama bersumber dari meningkatnya penjualan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) senilai Rp 2,21 triliun, atau naik 65% dibandingkan capaian pada semester I-2020. Adapun penjualan CPO ini berkontribusi 83% terhadap total penjualan SGRO.

Sepanjang paruh pertama 2021, SGRO memproduksi CPO sebanyak 208.000 ton atau meningkat 35% dibanding periode yang sama tahun lalu. Volume penjualan CPO juga melesat 38% menjadi 221.000 ton dengan tingkat harga jual rata-rata yang meningkat 19%.

Baca Juga: SGRO dan AALI fokus jaga kinerja operasional di tengah tren kenaikan harga CPO

"Kontribusi penjualan didukung kenaikan volume produksi, dan kami bisa mempertahankan tingkat ekstraksi dan harga jual rata-rata yang meningkat di periode ini," kata Heri dalam paparan publik yang digelar Jumat (10/9).

Melonjaknya kinerja penjualan CPO itu tak lepas dari produksi Tandan Buah Segar (TBS) SGRO yang secara konsolidasi naik 36% menjadi 969.000 ton. Produksi dari perkebunan inti naik 32% sedangkan dari eksternal naik 42%.

"Dilihat dari lokasinya, kebun kami di Sumatra meningkatkan kontribusi 55% mencapai 612.000 ton, dan dari kebun di Kalimantan meningkat 12% menjadi 357.000 ton," sambung Heri.

Direktur Utama SGRO Budi Setiawan Halim menambahkan, pihaknya memang menjalankan strategi jangka panjang untuk mendiversifikasi produksi secara geografis. SGRO terus menggarap ekspansi produksi di wilayah Kalimantan guna meredam fluktuasi produksi. Menurut Budi, hal ini bertujuan menjaga arus kas SGRO agar lebih stabil.

"Kontribusi kenaikan dari kebun kami di Kalimantan telah menjadi faktor penopang untuk meminimalisasi volatilitas produksi secara bertahap. Karena kedua area tersebut (Sumatra dan Kalimantan) memiliki siklus panen dan cuaca yang berbeda," jelas Budi.

Sebagai informasi, saat ini konsesi yang dikelola dan dibina SGRO mencapai 306.000 hektare (ha). Di mana, 169.000 ha diantaranya merupakan lahan tertanam, yang mana 80% merupakan perkebunan sawit, 12% perkebunan karet, dan sisanya atau 8% perkebunan sagu.

Dari sisi fasilitas pengolahan, saat ini SGRO memiliki 9 unit pabrik. Terdiri dari 8 unit pabrik pengolahan kelapa sawit dan 1 unit pabrik pengolahan sagu.

Dengan 58% profil tanaman sawit masih di bawah usia 15 tahun, Budi menyebut tanaman sawit dengan usia produktif telah menopang peningkatan volume produksi SGRO.

"Kami juga berkomitmen untuk meningkatkan skala efisiensi bisnis dengan usaha intensifikasi yang mulai memperlihatkan hasil pada produktifitas pabrik dan perkebunan yang lebih tinggi," sambung Budi.

 

SGRO Chart by TradingView

Mengenai proyeksi kinerja di semester kedua, Heri Harjanto mengungkapkan kenaikan harga sawit diprediksi masih akan berlanjut. Hal ini terjadi karena pemulihan persediaan yang masih terbatas, terutama akibat faktor lockdown (penyebaran Covid-19) di Malaysia. Di sisi lain,  terdapat disparitas harga dengan komoditas nabati lainnya, seperti soya bean.

Sayangnya, manajemen SGRO belum memberikan gambaran pasti terkait nilai penjualan dan laba bersih yang bisa diraih sampai akhir tahun 2021.

Yang jelas, dengan harga sawit yang diprediksi terus merangkak naik, SGRO pun akan menjaga tingkat produksi. Heri menyebut, sampai akhir 2021 SGRO membidik kenaikan produksi sawit sekitar 16%-19% dibandingkan tahun lalu.

Alhasil, meski pada semester kedua komponen biaya produksi ditaksir akan lebih tinggi, namun SGRO optimistis bisa menumbuhkan kinerja keuangan di 2021.

"Kami masih optimistis bisa tumbuh dengan syarat kondisi cuaca yang masih baik dan pandemi yang terkontrol. Secara overall, kami yakin kinerja di 2021 ini jauh lebih baik dari 2020," pungkas Heri.

Selanjutnya: IHSG naik 0,44% ke 6.094 pada akhir perdagangan Jumat (10/9), asing catat net buy

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari