Simak Jurus Schroders Indonesia Kelola Aset Reksadana Campuran



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Schroders Indonesia merupakan salah satu Manajer Investasi (MI) yang sukses mengelola kelas aset reksadana campuran dengan capaian positif. Hal itu tidak terlepas dari strategi penyusunan portofolio aset yang sesuai dengan kondisi pasar saham dan obligasi.

Mengutip data Infovesta Kapital Advisori, produk teratas reksadana campuran kelolaan Schroders yaitu Schroder Dana Campuran Progresif mencetak return keuntungan 4,67% secara year to date (YtD) per 28 April 2023. Selain itu, Schroder Dana Terpadu II dan Schroder Dynamic Balanced Fund masing-masing mencetak return sebesar 3,58% dan 3,26% YtD.

Investment Specialist Schroders Indonesia Rizky Hidayat mengungkapkan, Schroders Indonesia menawarkan beragam reksadana campuran dengan strategi yang berbeda sesuai dengan tingkat toleransi risiko. Pada reksadana campuran bertingkat risiko tinggi, porsi saham masih lebih besar.


Reksadana campuran konservatif, porsi obligasi lebih besar. Serta, reksadana campuran yang lebih seimbang, diisi dengan porsi saham dan obligasi hampir sejajar.

Baca Juga: Simak Jurus Prospera AM Kelola Reksadana Campuran dengan Return Tertinggi pada April

Dalam pandangan Schroders, ketidakpastian di pasar global termasuk kebijakan The Fed yang akan datang, potensi resesi Amerika Serikat (AS), serta gejolak perbankan AS & Eropa yang sedang berlangsung akan membuat pasar kurang stabil dalam jangka pendek.

Pasar saham maupun pasar fixed income di tahun 2023 dinilai netral karena ketidakpastian makro global. Valuasi saham terlihat murah dengan fundamental yang kuat, sementara obligasi akan menguat apabila bank sentral melakukan perubahan arah kebijakan.

Rizky mengamati, pasar saham Indonesia di kuartal pertama tahun ini memang dipandang menarik oleh asing karena ditopang oleh penguatan rupiah, penurunan inflasi serta surplus perdagangan yang berkelanjutan. Pendapatan korporasi juga masih baik dan valuasi pasar saham Indonesia masih cukup menarik dibandingkan negara lain.

Sementara itu, pasar obligasi menerima aliran masuk dana asing karena inflasi menurun, kepemilikan asing yang memang telah rendah di Surat Utang Negara (SUN) dan ekspektasi bank sentral AS yang akan berhenti menaikkan suku bunga.

Memasuki semester kedua 2023, pasar obligasi mulai terlihat lebih menarik karena faktor-faktor tersebut. Schroders Indonesia menilai obligasi (bonds) tenor panjang akan diminati investor asing, lalu apabila terdapat indikasi Bank Indonesia (BI) akan menurunkan suku bunga, maka tenor pendek juga akan dilirik.

Sedangkan, pasar saham nampaknya masih menghadapi risiko volatilitas karena faktor global dan juga permintaan domestik Indonesia yang sepertinya di bawah ekspektasi di kuartal pertama 2023.

“Melihat kondisi di atas, kelas aset obligasi diperkirakan berpotensi memberikan kinerja yang lebih baik di semester kedua 2023. Kami akan menyesuaikan dengan kondisi pasar tersebut,” jelas Rizky kepada Kontan.co.id, Senin (15/6).

Secara YtD hingga 28 April 2023, performa reksadana campuran mencetak return 1,50% atau hanya kalah dari reksadana pendapatan tetap dengan return 1,95%. Sedangkan, reksadana pasar uang dan reksadana saham dengan capaian return masing-masing 1,22% dan 0,69% YtD.

Baca Juga: Strategi Pengelola Reksadana Campuran Berkinerja Terbaik

Rizky menyoroti produk Reksa Dana Schroder Dana Terpadu II berpotensi memberikan kinerja terbaik pada kuartal II-2023. Schroder Dana Terpadu II dapat di investasikan pada saham, obligasi dan instrumen pasar uang.

Produk tersebut diklaim memiliki tingkat risiko yang moderat menuju tinggi dan dikelola secara aktif yang dapat diinvestasikan pada berbagai kelas aset yang diperkenankan. Namun, saat ini produk Schroder Dana Terpadu II mengarah netral dengan bobot yang sejajar dalam pembagian aset saham dan obligasi.

Hal tersebut karena Schroders melihat fundamental  Indonesia masih didukung oleh posisi makro yang kuat dan pertumbuhan pendapatan di luar komoditas yang solid untuk tahun 2023. Ini dapat menjadi katalis positif bagi pasar saham.

Sementara itu, pasar obligasi diperkirakan menguat jika ada indikasi kebijakan berbalik arah (pivoting) dari the Fed, setelah koreksi di pertengahan kuartal pertama 2023. Kepemilikan asing di Surat Utang Negara juga berada di titik terendah sejak 2010 yaitu di 15%, dibandingkan dengan sebelum pandemi di 40%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi