Simak metode standar hitung cepat lembaga survei



JAKARTA. Perbedaan hasil hitung cepat dalam pemilihan presiden dan wakil presiden yang dilakukan sejumlah lembaga survei telah menimbulkan kekhawatiran terjadinya bentrokan antar pendukung. Apalagi jika perbedaan itu digunakan dasar bagi masing-masing calon untuk mengklaim kemenangannya.

Menurut Dewan Etik Perhimpunan Survey Opini Publik Indonesia (Persepi), jika ada perbedaan hasil quick count, pasti salah satunya salah. Oleh karenanya Dewan Etik Persepi akan melakukan audit atas pelaksanaan survei yang dilakukan oleh anggotanya. 

Ada tujuh lembaga survei yang ada di bawah bendera Persepi, yaitu Lembaga Survei Indonesia, Indikator, SMRC, Cyrus Network, Populi Center, JSI dan Puskaptis. Dari tujuh lembaga survei tersebut, empat diantaranya memiliki hasil perhitungan yang mencolok karena memenangkan pasangan Prabowo Subiyanto-Hatta Rajasa.


Ketua Dewan Etik Persepi Hamdi Muluk mengatakan, dirinya akan menguji metodologi semua lembaga survei dalam melakukan quick count. "Kita memiliki standar metodologi umum yang harus dipenuhi setiap lembaga survei dalam melakukan quick count," ujarnya, Rabu (9/7) di Jakarta.

Menurutnya standar atau metodologi yang harus dilakukan setiap lembaga survei diantaranya dalam menentukan sample, harus mewakili karakter suara di daerah tersebut. Biasanya, penentuan sample menggunakan metode random sampling.

Setelah menentukan mekanisme sampling, baru ditetapkan sebaran data yang ingin diambil. Daerah mana saja yang dijadikan sampling, dalam hal ini yang dijadikan sumber data adalah Tempat Pemungutan Suara (TPS). Diseluruh Indonesia itu ada ratusan ribu jumlah TPS. "Lembaga survey harus menarik sampling dari ratusan ribu TPS secara berimbang," ujar Hamdi.

Biasanya jumlah sampling yang diambil oleh lembaga survei lazimnya adalah 2.000 TPS. Tapi ada beberapa lembaga survei yang mengambil sample hingga 4000 TPS. Penentuan jumlah sample ini tergantung berapa besar margin error yang ingin diambil. Semakin banyak sample, maka margin error nya semakin kecil.

Selain masalah sample, mekanisme tabulasi atau pengumpulan data juga penting. Setiap lembaga survei harus membuka proses tabulasi kepada publik. Media pengiriman data dari sumber data di lapangan ke pusat penghitungan harus bisa dipertanggungjawabkan.

Namun, tidak berhenti disitu, setiap proses input data harus disertai verifikasi, cek dan ricek ke sumber dilapangan. Hal ini untuk mencegah data yang diinput ternyata salah. Dengan metodologi yang sudah baku itu, setiap lembaga survei akan dijaga kredibilitasnya. Jika menyalahi, maka akan dikeluarkan dari keanggotaan Persepi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa