KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas minyak mentah dan gas alam global kembali memanas di penghujung tahun 2024. Situasi ini bisa menjadi sentimen penggerak harga saham emiten di bisnis minyak dan gas (migas). Mengutip Bloomberg, Kamis (12/12) pukul 18.31 WIB, harga minyak west texas intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari 2025 di New York Mercantile Exchange ada di US$ 70,20 per barel, naik 2,78% dari Kamis pekan lalu. Sedangkan harga minyak brent untuk pengiriman Februari 2025 di ICE ada di level US$ 73,48 per barel, naik 1,93% dari Kamis pekan lalu yang ada di US$ 72,09 per barel.
Baca Juga: Harga Minyak WTI Naik Setelah Uni Eropa Setuju Sanksi Pembatasan Armada Minyak Rusia Sedangkan harga natural gas naik ke posisi US$ 3,3631 per Million British Thermal Unit (MMBTU). Analis Stocknow.id Dinda Resty Angira mengamati kenaikan harga komoditas migas pekan ini tersulut oleh sejumlah faktor. Terutama disebabkan kembalinya ketegangan geopolitik di Timur Tengah serta ekspektasi kenaikan permintaan dari China sebagai konsumen utama energi. "Kedua faktor ini memberikan dorongan jangka pendek. Meski kelanjutan tren ini sangat bergantung pada sejauh mana eskalasi geopolitik dan kestabilan permintaan global," kata Dinda kepada Kontan.co.id, Kamis (12/12). Head of Online Trading BCA Sekuritas Achmad Yaki membenarkan, faktor permintaan dari China memainkan peranan penting dalam dinamika harga komoditas energi dan logam dunia. Katalisnya adalah sinyal kucuran stimulus, serta momentum musim dingin yang berpotensi mengerek permintaan. Hanya saja, Yaki menyoroti sentimen dari kebijakan presiden terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Terutama mengenai produksi minyak AS dan perang dagang. "Jadi prospek harga minyak masih akan volatile," ungkap Yaki. Baca Juga: Harga Minyak Naik 4 Hari Beruntun Hingga Kamis (12/12) Dipicu Sanksi Baru Bagi Rusia Yaki menaksir, proyeksi harga minyak akan berada di kisaran US$ 75 - US$ 80 per barel sampai tahun depan. Tak jauh beda, Dinda memperkirakan harga minyak akan cenderung bergerak stabil pada rentang US$ 70 - US$ 80 per barel. Fluktuasi kemungkinan terjadi akibat dinamika pasar dan kebijakan produksi dari OPEC+. "Meskipun ada ketidakpastian dan tantangan yang dapat muncul, pasar minyak dan gas diperkirakan akan tetap stabil, meskipun rentan terhadap volatilitas," terang Dinda. Equity Research MNC Sekuritas Christian Sitorus sepakat, ketidakpastian geopolitik menjadi faktor penting yang mempengaruhi stabilitas harga minyak dunia. Gerak menanjak harga komoditas minyak diperkirakan akan berlangsung hingga akhir tahun ini. Sedangkan untuk tahun depan, Christian memproyeksikan ada penurunan, sejalan dengan pelemahan permintaan dan produksi. Berbeda dari gas yang berpotensi melanjutkan penguatan, karena posisinya sebagai salah satu energi alternatif pengganti batubara dan minyak.