Simak, perlu kehati-hatian dalam mengatur regulasi nikotin alternatif



KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Inovasi produk nikotin alternatif yang beberapa tahun terakhir beredar merupakan sebuah inovasi baru yang diklaim belum memiliki rujukan standar yang berlaku secara global.

Oleh karena itu diperlukan kehati-hatian lebih dan riset ilmiah secara menyeluruh dalam menyusun kebijakan, sehingga manfaatnya dapat dinikmati oleh masyarakat luas.

Dalam Global Forum on Nicotin (GFN) ketujuh, Profesor Sree Sucharitha dari Department of Community Medicine Tagore Medical College Hospital, India, menyampaikan, pendekatan harm reduction pada tembakau harus terintegrasi dengan kebijakan pengendalian tembakau secara nasional.


"Jika dilakukan, produk nikotin alternatif dapat menjadi solusi efektif turunkan prevalensi merokok di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah," Terangnya, Minggu (21/6).

Baca Juga: Kemenperin bakal bahas SNI rokok elektrik, APVI minta dilibatkan

Profesor Sucharitha adalah salah satu dari tiga puluh ahli yang menghadiri konferensi Global Forum on Nicotine (GFN) ketujuh pada 11–12 Juni 2020. Fokus bahasan pada tahun ini adalah pengkajian terhadap manfaat produk nikotin alternatif sebagai strategi mengurangi bahaya yang ditimbulkan oleh kebiasaan merokok, atau kerap kali dikenal sebagai harm reduction.

Strategi harm reduction melalui produk nikotin alternatif diklaim menjadi solusi efektif untuk mengendalikan konsumsi tembakau. Alasannya, selama ini, pengendalian tembakau internasional hanya berfokus pada pelarangan penggunaan. Padahal, pendekatan harm reduction sudah terbukti berhasil diterapkan untuk berbagai masalah kesehatan masyarakat lainnya sejak 1980-an.

Direktur GFN sekaligus profesor emeritus di Imperial College London, Profesor Gerry Stimson menyampaikan, bahwa pengurangan bahaya tembakau adalah metode peningkatan kualitas kesehatan masyarakat yang baik. "Sayangnya, pandangan-pandangan sempit beberapa yayasan filantropi terhadap upaya pengendalian tembakau menjadi faktor penghambat pengadopsian konsep harm reduction tersebut. Para pemerhati kesehatan masyarakat di seluruh dunia harus lebih punya ambisi mengenai kontribusi apa yang dapat dilakukan,” terangnya.

Profesor David Sweanor dari Pusat Hukum Kesehatan, Kebijakan dan Etika di University of Ottawa menambahkan, konsumen di banyak negara, termasuk Swedia, Norwegia, Islandia, dan Jepang, telah menunjukkan bahwa mereka bisa berpindah ke produk nikotin alternatif jika mereka mendapatkan pilihan. "Kita punya kesempatan untuk mengubah arah jalan kebijakan kesehatan masyarakat dan menjadikan kebiasaan merokok sebagai kenangan masa lalu.” tandasnya.

Baca Juga: Ingin paru-paru tetap sehat? Konsumsi makanan ini secara rutin

Seperti diketahui, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah menginisiasi pembahasan SNI rokok elektrik. Sementara yang diprioritaskan adalah produk tembakau yang dipanaskan (HTP) dan bukan vape.

Sekretaris Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Edy Suprijadi meminta supaya pihaknya diikutsertakan oleh Kementerian Perindustrian dalam proses standardisasi produk rokok elektrik. APVI mempertanyakan keputusan Kementerian Perindustrian yang terburu-buru dalam memprioritaskan pembahasan SNI produk HTP.

Padahal, urgensi label SNI lebih dibutuhkan vape. Hal ini dianggap sebagai bentuk keberpihakan pemerintah untuk melindungi keamanan basis pengguna rokok elektrik terbesar di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Pratama Guitarra