JAKARTA. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat masih terus berlanjut. Tekanan datang dari index USD yang kini semakin gagah menapaki level 97,71. Di pasar spot, Senin (9/3) rupiah tergelincir 0,61% di hadapan USD ke level Rp 13.056 dibanding hari sebelumnya. Sedangkan kurs tengah Bank Indonesia mencatatkan rupiah merosot 0,50% dengan bertengger di level Rp 13.047. David Sumual, Ekonom Bank Central Asia (BCA) mengatakan bahwa tekanan eksternal saat ini jauh lebih kuat menekan rupiah. Salah satunya adalah rilis data nonfarm payroll Februari 2015 pada Jumat (6/3) tercatat naik ke 295 ribu dari prediksi hanya 240 ribu atau jauh di atas bulan Januari 2015 yakni 239 ribu.
Rilis data ini menunjukkan bahwa tingkat pekerja AS sudah hampir mendekati 300 ribu serta tingkat pengangguran Februari 2015 juga menurun jadi 5,5%. “Ini sudah sesuai dengan target The Fed sehingga peluang untuk menaikkan suku bunga dalam waktu dekat kembali terbuka,” tambah David. Sedangkan menurut Albertus Christian, Head of Research and Analyst PT Monex Investindo Futures bahwa data dalam negeri sendiri sepertinya tidak berpengaruh banyak. Walaupun lelang obligasi menunjukkan hasil yang positif. “Permintaan tinggi pada lelang obligasi namun faktor eksternal tekanannya lebih dominan,” tambah Christian. Lelang obligasi Indonesia tercatat laku Rp 22 miliar. Seharusnya ini cukup memberikan dorongan bagi rupiah. Sehingga Christian menduga, Selasa (10/3) rupiah bisa bergerak konsolidasi cenderung menguat terbatas terhadap USD. “Data AS minim, sedangkan rupiah menanti data penjualan ritel yang rilis Selasa (10/3),” tambahnya.