Simak Prospek dan Rekomendasi Saham Sektor Properti Saat Suku Bunga Acuan Naik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis points (bps) menjadi 6% pada Rapat Dewan Gubernur BI bulan Oktober 2023 membawa sejumlah efek untuk sektor properti.

Analis Henan Putihrai Sekuritas Jono Syafei mengatakan, kenaikan suku bunga ini secara tidak langsung akan memengaruhi penjualan properti, terutama yang mayoritas pembelinya menggunakan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Sebagaimana diketahui, kenaikan suku bunga acuan akan memicu kenaikan suku bunga KPR. "Alhasil, mungkin di tahun depan emiten akan lebih konservatif dalam menetapkan target marketing sales," kata Jono saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (20/10).


Nah, dua emiten properti besar yang pembelinya banyak menggunakan KPR adalah PT Ciputra Development Tbk (CTRA) dan PT Summarecon Agung Tbk (SMRA). Apalagi, proyek-proyek yang dimiliki kedua emiten ini lebih banyak ditujukan untuk segmen menengah-bawah.

Baca Juga: Kenaikan Suku Bunga Menekan Sejumlah Sektor, Begini Rekomendasi Saham dari Analis

Sementara itu, emiten yang terkena dampak tidak terlalu signifikan kemungkinan adalah PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE). Pasalnya, proyek-proyek BSDE lebih menyasar segmen menengah atas yang pada umumnya lebih tahan terhadap kenaikan suku bunga.

Kemudian, dari segi daya beli masyarakat, Jono melihat kemampuan masyarakat akan lebih dipengaruhi kenaikan harga bahan pokok seperti beras dan bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi. Akan tetapi, adanya kenaikan upah minimum pada tahun depan bisa mengimbangi faktor tersebut sehingga daya beli masyarakat tetap terjaga.

Head of Research InvestasiKu Cheril Tanuwijaya menyampaikan, kenaikan suku bunga acuan bisa menjadi penekan kinerja emiten properti. Pasalnya, kenaikan bunga KPR dapat menghambat minat masyarakat membeli properti.

"Kinerja emiten bisa tumbuh terbatas kurang dari 10% atau bahkan menurun," ucap Cheril.

Emiten yang punya porsi pendapatan recurring kecil akan paling terdampak kenaikan suku bunga ini, sedangkan yang dampaknya minim adalah yang sebaliknya. Namun, aktivitas ekonomi dan mobilitas masyarakat yang tinggi masih bisa menjadi penopang pertumbuhan recurring income, misalnya dari pusat perbelanjaan, perkantoran, sewa gedung, dan lain-lain.

Berdasarkan riset tanggal 12 Oktober 2023, Analis BRI Danareksa Sekuritas Victor Stefano menyampaikan, pengembangan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur akan menciptakan pasar baru untuk para pengembang properti.

Menurutnya, IKN mendapatkan dukungan dari ketiga kandidat calon presiden yang akan memperebutkan suara pemilih di Pilpres 2024.

 
CTRA Chart by TradingView

Beberapa komitmen telah dibuat untuk mengembangkan IKN. Selain gedung pemerintah yang sedang dibangun, terdapat beberapa investor swasta yang berkomitmen terhadap pengembangan proyek di IKN.

Pertama, konsorsium yang dipimpin oleh Agung Sedayu (termasuk Sinarmas, Mulia Group, Salim, Adaro, Astra, dan lainnya) akan mengembangkan mixed-use seluas 17 ha senilai Rp 20 triliun.

Kedua, Pertamina akan membangun pusat energi berkelanjutan seluas 3.700 ha. Ketiga,FIFA akan membangun pusat pelatihan PSSI sebesar 35 ha.

Lalu, SMRA dan CTRA akan mengembangkan perumahan bagi warga sipil menggunakan skema Land Allocation (LA). Sementara BSDE dan PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) akan mengembangkan proyek campuran menggunakan properti dalam skema Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).

Victor melihat potensi imbal hasil yang menarik dari skema KPBU dan investasi murni.  Rumah para pegawai negeri sipil (PNS) akan dibangun melalui KPBU.

Pembayaran ketersediaan alias availability payment (AP) akan dijamin oleh Kementerian Keuangan dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) untuk mengompensasi belanja modal dan opex selama fase konstruksi dan operasional (10-15 tahun).  

Pemerintah menggunakan AP untuk menanggung risiko permintaan skema KPBU. Total AP untuk KPBU telah dianggarkan sebesar 0,1% PDB (diperkirakan sebesar Rp 20 triliun per tahun) pada tahun 2024-2029 dan 0,15% mulai tahun 2030 dan seterusnya.  

Baca Juga: Suku Bunga Naik, Simak Rekomendasi Saham Jagoan Analis

Sementara itu, skema investasi murni akan menggunakan ADP (Aset Dalam Penguasaan) atau Alokasi Tanah (LA).  Di LA, pemerintah akan menyediakan tanah dengan harga NJOP, dan perusahaan proyek bisa memperoleh hak guna bangunan (HGB), yang nantinya dapat dikonversi menjadi hak milik (SHM) oleh pembeli rumah.

"Selain potensi pengembangan di IKN, pengembang seperti BSDE dan CTRA akan mendapatkan nilai tambah dari proyek dan landbank mereka di Balikpapan dan Samarinda," ungkap Victor.

Victor menetapkan rekomendasi overweight untuk sektor properti. Ia belum memperhitungkan nilai potensi pembangunan IKN karena masih dalam tahap awal, tetapi kemungkinan proyek IKN akan matang pada tahun 2045.

Victor mengunggulkan serta merekomendasikan beli untuk saham PWON dan CTRA dengan target harga masing-masing Rp 610 dan Rp 1.600 per saham. Kinerja PWON lebih rendah dari pesaingnya secara year to date namun mendapat keuntungan signifikan dari pemulihan properti investasi. Sementara CTRA membukukan marketing sales yang kuat sepanjang 2023 berjalan.

Di sisi lain, Cheril menyematkan rekomendasi hold sektor properti dengan pertimbangan pertumbuhan yang terbatas dan sentimen yang variatif. Target harga PWON berada di Rp 430 dengan stop loss Rp 400, sedangkan target harga SMRA Rp 550 dengan stop loss Rp 500.

Kemudian, Jono merekomendasikan beli CTRA dan SMRA dengan target harga masing-masing Rp 1.350 dan Rp 820 per saham. CTRA dianggap menarik karena kemampuannya mencatatkan kinerja marketing sales yang tertinggi di IDXPROP.

"Sehingga ketika serah terima hingga di dua tahun ke depan, laba dapat terus tumbuh positif," kata Jono.

Sementara SMRA disukai karena mempunyai pendapatan berulang yang kuat dari Mall Summarecon di Jabodetabek. SMRA juga memiliki township yang dapat dikembangkan sesuai minat pasar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari