Simak Prospek dan Rekomendasi Saham TINS di Tengah Larangan Ekspor



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Indonesia berencana melarang ekspor timah mulai tahun 2023. Hal ini dilakukan untuk mendorong hilirisasi timah demi meningkatkan nilai tambah salah satu komoditas andalan Indonesia tersebut.

Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Desy Israhyanti mengatakan, dampak pelarangan ekspor timah akan terasa secara global. Mengingat, kontribusi pasokan timah dari Indonesia mencapai 40% terhadap suplai timah global.

Bagi PT Timah Tbk (TINS), langkah pemerintah untuk mendorong hilirisasi timah memberikan prospek yang baik. "Sebagai BUMN, TINS akan diuntungkan dalam memperoleh porsi suplai yang lebih besar dari sisi hulu dalam program hilirisasi tersebut," kata Desy saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (27/7).


Baca Juga: Terancam Resesi, Prospek Logam Mulia Masih Suram di Kuartal III

Program hilirisasi ini juga akan semakin memperlebar peluang bisnis TINS dalam menjual produk bernilai tambah. Apalagi, porsi ekspor sejauh ini memang mendominasi total penjualan TINS, yakni sekitar 90%. Ke depannya, produk hilirisasi timah yang akan dikembangkan mencakup tin plat, tin solder, dan tin chemical.

Dari sisi fundamental, perkembangan TINS tergolong cukup luar biasa. Hal ini terlihat dari penjualannya yang meningkat 80% year on year (yoy) menjadi Rp 4,4 triliun pada kuartal I-2022 dengan laba bersih yang meroket 5.713% yoy menjadi Rp 601 miliar sehingga margin labanya bisa menembus double digit.

Di sisi lain, potensi risiko resesi yang memang melemahkan permintaan komoditas termasuk timah masih menjadi sentimen negatif yang membayangi TINS. Sejak mencapai puncak harganya pada Maret 2022, harga acuan timah kini sudah tercatat merosot 49%.

"Namun, kembali lagi dengan percepatan program hilirisasi maka dapat mendorong permintaan dan minat investasi," ucap Desy.

Baca Juga: Intip Rekomendasi Saham Emiten Logam Industri Saat Harga Komoditas Turun

Melihat peluang tersebut, Desy memberikan rekomendasi buy untuk saham TINS dengan target harga Rp 2.800 per saham. Pada perdagangan Rabu (27/7), harga TINS tercatat naik 0,70% ke level Rp 1.435 per saham.

Dalam riset tanggal 31 Maret 2022, Analis BRI Danareksa Sekuritas Hasan Barakwan memprediksi, pertumbuhan kinerja TINS yang kuat akan berlanjut pada tahun 2022. Sebagaimana diketahui, TINS membukukan laba bersih Rp 1,3 triliun pada 2021, setelah merugi selama tiga tahun terakhir.

Menurut Hasan, pertumbuhan kuat pada 2022 dapat dicapai berkat strategi manajemen yang baik yang menjadikan TINS sebagai pembuat harga timah global. "TINS menjalankan tata kelola penambangan timah dengan baik dan mengendalikan biaya produksi bijih timah," ungkap Hasan.

Baca Juga: Pelaku Usaha Dorong Penertiban Tambang Ilegal

Perusahaan berencana meningkatkan kontribusi bijih timah dari segmen laut karena segmen darat menuntut biaya yang lebih tinggi. Sebagai perbandingan, pada kuartal keempat 2021, biaya penambangan bijih timah di darat sebesar US$ 22.418 per ton, sedangkan di laut hanya US$ 19.101 per ton.

Secara historis, produksi bijih timah di darat pada tahun 2018-2020 berkontribusi sekitar 70%-80% dari total produksi bijih timah TINS. Namun, pada tahun 2021, kontribusi produksi di darat hanya kurang dari 50% dari total produksi bijih timah.

Hingga Februari 2022, produksi bijih timah dari laut berkontribusi hampir 60% dan perusahaan berencana mempertahankan tren ini di 2022 dan seterusnya. Hasan meyakini, kontribusi produksi bijih timah laut akan mencapai 60% pada 2023.

"Dengan demikian, kami menurunkan perkiraan biaya tunai kami sebesar 3,3% menjadi US$ 24.360 per ton dan meningkatkan perkiraan laba bersih 2023 kami sebesar 43,2% menjadi Rp 1,08 triliun, dari prediksi sebelumnya yang sebesar Rp 757 miliar," tutur Hasan.

Baca Juga: Harga Saham TINS Terus Melemah, Hari Ini (28/6) Saatnya Jual Atau Beli?

Saat dikonfirmasi Kontan.co.id, Rabu (27/7), Hasan masih mempertahankan rekomendasi buy untuk TINS dengan target harga Rp 2.100 per saham. Dia tetap optimis terhadap sektor timah dan kinerja keuangan TINS mengingat komitmen manajemen untuk menjaga tata kelola pertambangan yang baik.

Analis KB Valbury Sekuritas Devi Harjoto dan Alfiansyah juga mempertahankan rekomendasi buy terhadap TINS dengan target harga Rp 2.400 per saham. Estimasi valuasi 2022 tersebut mencerminkan PE 7,32x.

Kedua analis ini melihat sejumlah faktor positif yang dapat mengangkat kinerja saham TINS. Pertama, produksi diprediksi akan lebih tinggi pada semester 2 2022 setelah penambahan kapasitas kapal sejalan dengan fokus TINS ke penambangan laut. Kedua, produksi TINS diramal baru dapat optimal dan melebihi 35.000 metrik ton pada 2023.

"Hal ini dapat tercapai setelah selesainya proyek ausmelt furnace yang berpotensi mendorong produksi jadi dua kali lipat," kata analis tersebut dalam risetnya 3 Juni 2022.

Baca Juga: Menimbang Efek Larangan Ekspor Timah dan Nikel Terhadap Penerimaan Negara

Ketiga, TINS berencana mendongkrak pasokan untuk industri smelter domestik yang saat ini sedang meningkat. Keempat, meningkatnya produksi produk-produk teknologi dan panel surya diikuti cenderung menguatnya kurs dolar Amerika Serikat (AS) bisa mengangkat performa TINS.

Di sisi lain, ada faktor negatif yang bisa menekan kinerja saham TINS. Pertama, rencana pemerintah untuk membatasi ekspor timah bisa berisiko terhadap performa TINS, mengingat kontribusi pasar ekspor berkontribusi lebih dari 90% terhadap pendapatan TINS.

Kedua, permintaan yang lebih lamban dari perkiraan dan pengetatan moneter yang bisa membuat terkoreksinya harga komoditas termasuk timah juga bisa mengganggu kinerja TINS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati