KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tantangan perbankan akan semakin bertambah dengan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) dan kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM). Kenaikan suku bunga akan mendorong bank masuk ke persaingan dana ke depan. Sedangkan kenaikan BBM akan meningkatkan inflasi yang berpotensi menekan kualitas aset perbankan. Padahal saat ini perbankan masih harus berjuang memonitoring perkembangan restrukturisasi Covid-19. Outstanding restrukturisasi tersebut masih sangat besar meskipun sudah semakin melandai dari akhir tahun lalu. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat outstandingnya mencapai Rp 560,41 triliun per Juli 2022. Kondisi ini nampaknya juga berdampak terhadap pergerakan saham perbankan. Berdasarkan data RTI, pada penutupan perdagangan Selasa (6/9), saham-saham perbankan mayoritas ditutup terkoreksi.
Baca Juga: Ekonom Bank Permata: Cadangan Devisa Agustus 2022 Berpotensi Naik Hingga US$ 1,5 M Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) ditutup terkoreksi 0,7% ke level Rp 4.560, tetapi dalam sepekan masih naik 7,3%. Saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) terkoreksi 1,3% ke level Rp 8.825, tetapi dalam sepekan masih naik 3,2%, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) turun 1,1% ke level Rp 8.750 namun dalam sepekan masih naik 6,7%, sedangkan BBCA stabil di level Rp 8.275 dan dalam sepekan masih naik 1,5%. Menurut Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia (UI) Budi Frensidy, bank-bank yang lebih kebal menghadapi tantangan-tangan tersebut adalah bank besar dengan capital adequacy ratio (CAR) yang tinggi dan terutama mereka yang punya rasio dan murah. Dengan tingginya rasio dana murah atau Current Account Saving Account (CASA) maka biaya dana yang harus dikeluarkan perbankan akan lebih rendah. Itu akan membuat margin bunga bersih (NIM) bisa terjaga baik. Selain itu, bank juga memiliki ruang lebih besar untuk memberikan kredit dengan bunga lebih bersaing. Oleh karena itu, Budi memperkirakan saham-saham bank berkapitalisasi besar masih akan berpeluang untuk naik sampai akhir tahun meskipun akan terbatas karena valuasinya sudah tidak lagi murah. "Untuk sahan bank yang valuasinya murah masih ada BNGA dan BDMN. Untuk harga PNBN sudah naik cukup tinggi," kata Budi kepada Kontan.co.id, Selasa (6/9). Senada, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menilai bahwa bank yang akan kebal menghadapi tantangan itu adalah mereka yang bermodal besar.
Baca Juga: Harga BBM Naik, Sektor Apa Saja yang Diuntungkan dan Dirugikan? Ia menjelaskan, kenaikan harga BBM yang dilakukan pemerintah berpotensi menurunkan konsumsi dan daya beli masyarakat. Hal itu akan berdampak terhadap penurunan penyaluran kredit. Namun, selama stabilitas pemulihan ekonomi nasional terus berjalan dengan baik dan kenaikan harga BBM itu yang masih didukung oleh daya beli, Nico memperkirakan aktivitas ekonomi masih akan tetap tumbuh walaupun lebih lambat dari periode sebelum kenaikan BBM itu.
Dengan begitu, prospek perbankan diperkirakan masih akan tetap menarik dan penyaluran kredit akan tetapo berlanjut tumbuh. Sejauh ini kalau kita perhatikan, ia melihat saham saham seperti BMRI, BBNI, BBCA, BBRI cenderung lebih kuat dan tahan ditengah volatilitas pasar yang terjadi. Apalagi, model bisnis mereka sudah kuat sehingga terus melakukan ekspansi dengan skala risiko yang terukur. "Bank buku 4 memiliki permodalan yang kuat, dan memiliki stress test yang baik ditengah situasi dan kondisi seperti Sekarang ini. Hal ini tentu yang memberikan mereka daya tahan lebih besar ketimbang bank yang memiliki buku berbeda," pungkas Nico. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi