KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Menteng Heritage Realty, berencana menggelar penawaran umum perdana saham alias
initial public offering (IPO) pada 12 April 2019 mendatang. Untuk aksi korporasi ini, perusahaan tersebut menunjuk Sinarmas Sekuritas sebagai penjamin pelaksana emisi efek. Pada IPO nanti, jumlah saham yang ditawarkan sebanyak 1,19 miliar saham atau 20% dari modal yang ditempatkan dan disetor penuh. Menteng Heritage Realty menetapkan harga penawaran sebesar Rp 105 per saham yang mengindikasikan
price to book value (PBV) 4 kali hingga 5 kali. Maka dari IPO ini, Menteng Heritage akan meraup dana sebesar Rp 125,13 miliar. Mengutip prospektus perusahaan yang dipublikasikan pada koran Kontan (9/4), sebagian besar dana hasil IPO tersebut bakal digunakan untuk mengakuisisi PT Global Samudera Nusantara dan PT Wijaya Wisesa Realty.
Adapun penjabaran hasil penggunaan dana IPO tersebut sebagai berikut. Sekitar 51,89% akan dipakai untuk mengakuisisi kepemilikan saham PT Twin Investment (TI) dan saham Anke Krishna Bachtiar pada PT Global Samudera Nusantara (GSN). Di mana TI memiliki 54.699 saham atau setara 94,471% dari modal ditempatkan dan disetor penuh pada GSN. Sementara Anke Krishna Bachtiar memiliki 3.200 saham atau setara 5,527% dari modal ditempatkan dan disetor penuh pada GSN. Kemudian sekitar 26,79% dari dana hasil IPO akan dipakai untuk akuisisi PT Wijaya Wisesa Realty (WWR) sebesar 29.993 saham atau setara 99,993% dari modal ditempatkan dan disetor penuh. Dan juga dipakai untuk mengakuisisi kepemilikan saham TI pada WWR yang sebesar 1 saham atau setara 0,004% dari modal ditempatkan dan disetor penuh. Selanjutnya sekitar 20,93% akan dipakai untuk peningkatan modal kerja bagi PT Wijaya Wisesa Development (WWD). Dan sisa 0,39% akan dipakai untuk modal kerja perseroan untuk perawatan, renovasi dan peningkatan kualitas gedung. Analis OSO Sekuritas Sukarno Alatas mengungkapkan bahwa rencana IPO tersebut akan menarik dan diminati investor karena PBV Menteng Heritage yang sebesar 4 kali hingga 5 kali itu masih tergolong wajar bila dibandingkan dengan PBV industri perhotelan yang saat ini rata-ratanya di level 4,26 kali. "Meskipun seharusnya investor mengharapkan di bawah industri, tapi dengan tujuan penggunaan dana IPO untuk mengakuisisi, ini akan menjadi daya tarik investor untuk bisa mengoleksi sahamnya saat IPO. Ditambah lagi perseroan memproyeksikan okupansi bakal mencapai 48,5% - 49%. Target okupansi itu masih di atas dari industri hotel bintang 5 yang hanya memiliki okupansi 45%," ujar dia, Selasa (9/4). Selanjutnya ia menjelaskan bahwa kondisi tahun politik juga tidak terlalu banyak berpengaruh bagi IPO Menteng Heritage dan kepada para investor untuk bisa mengoleksi saham yang akan IPO tersebut. "Apalagi kalau calon emiten ini, dilihat investor memiliki prospek yang menjanjikan ke depannya," tambahnya. Analis Panin Sekuritas William Hartanto juga ikut berpendapat. Ia bilang gelaran IPO Menteng Heritage Realty bakal menarik. "Melihat rekam jejak saham-saham yang menerbitkan saham di bawah 30% modal mengalami kenaikan yang cepat pada umumnya," ujar dia. Selain itu, lanjut William, tujuan ekspansi dengan akuisisi membuat prospek jangka panjang perusahaan ini akan menjadi bagus dan layak untuk investasi. "PBV nya yang sebesar 5 kali masih termasuk murah, kalau di atas 7 kali baru bisa dikategorikan mahal," imbuhnya.
Analis senior Anugerah Sekuritas Indonesia Bertoni Rio juga mengungkapkan bahwa jika dilihat dari tujuan penggunaan dana IPO yang untuk membesarkan jangkauan pengembangan usaha, hal tersebut tentu menjadi peluang bagi perseroan. "Dana yang dipakai untuk akuisisi diharapkan dapat memberikan penghasilan tambahan dan juga meningkatkan
market share perseroan," ungkap dia. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa dengan PBV dan harga penawaran yang tergolong menarik, maka berpotensi mendongkrak kinerja sahamnya pada saat IPO dan di masa mendatang. Lalu soal tahun politik, Bertoni menyatakan bahwa momentum tersebut tidak langsung mempengaruhi minat IPO, sebab investor akan lebih mencermati kinerja perseroan. "Investor juga biasanya melihat kiprah perusahaan penjamin emisi efeknya dan harga penawarannya apakah cukup kompetitif dan menarik atau tidak," pungkas dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi