Simak rekomendasi analis untuk saham KLBF



JAKARTA. Demi mengembangkan produk nutrisi, PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) menggandeng perusahaan produk herbal asal Australia, Blackmores Ltd. Melalui anak usaha mereka, PT Sanghiang Perkasa dan Blackmores International Pte Ltd, keduanya membentuk perusahaan patungan Kalbe Blackmores Nutrition.

Tahun depan, perusahaan patungan ini akan membangun pabrik untuk memproduksi vitamin dan suplemen Blackmores. Pabrik dengan kapasitas produksi 1 juta botol per bulan itu ditargetkan beroperasi tahun 2018.

Untuk sementara, KLBF akan mengimpor langsung produk Blackmores dan memasarkan 23 produk nutrisi Blackmores seperti vitamin dan suplemen premium. Pada tahun pertama, penjualan produk Blackmores diharapkan menyumbang pendapatan sebesar Rp 100 miliar.


Direktur Keuangan KLBF Vidjongtius, mengatakan, kerja sama dengan Blackmores ditujukan untuk menambah produk nutrisi yang punya potensi yg besar. Pada tahap awal, kerjasama dilakukan dalam pemasaran dan distribusi produk. “Tahap berikutnya kerjas ama ke manufaktur dan research and development,” ujar Vidjongtius.

Tahun ini, kinerja divisi nutrisi KLBF tumbuh cukup tinggi di saat pertumbuhan kinerja divisi obat resep dan divisi distribusi tidak memuaskan. Hingga akhir tahun, manajemen KLBF memperkirakan pertumbuhan penjualan bersih sebesar 2%–3%. Sedangkan laba bersih diperkirakan bakal turun 3%–4%. Vidjontius mengatakan, kinerja tahun ini melambat lantaran pengaruh perlambatan ekonomi makro, pelemahan rupiah, dan kompetisi yang semakin ketat. Meski begitu, “Tahun depan, kami optimistis kinerja akan lebih baik lagi karena dukungan pertumbuhan ekonomi yang membaik serta rupiah yang relatif stabil,” imbuh Vidjongtius.

Nah, seperti apa dampak kerjasama dengan Blackmores terhadap kinerja KLBF? Lalu, bagaimana prospek kinerja KLBF ke depan? Simak rekomendasi analis berikut ini.

  • Tahan (Teuku Hendry Andrean, Analis Saham Buana Capital)

Kerjasama dengan Blackmores Ltd diharapkan menyumbang pendapatan Rp 100 miliar bagi PT Kalbe Farma Tbk (KLBF). Kontribusi ini terbilang kecil karena hanya sekitar 2% dari total penjualan divisi nutrisi KLBF .

Di Indonesia, belum banyak pemain yang menggarap pasar produk nutrisi herbal. Karena itu, prospek bisnis produk herbal masih menjanjikan. Namun, seberapa besar peluang KLBF masih harus dilihat lagi. Sebab, produk Blackmores menyasar kalangan menengah ke atas.

Meski begitu, kerjasama dengan Blackmores akan memperkuat kinerja Divisi Nutrisi. Akhir September lalu, pendapatan Divisi Nutrisi tumbuh 10,2% secara year on year (yoy). Di saat yang sama, pendapatan Divisi Produk Kesehatan tumbuh 6,9%.

Namun, pertumbuhan Divisi Obat Resep hanya 0,2%. Sedang pendapatan Divisi Distribusi dan Logistik malah turun 3,1% lantaran KLBF belum mendapat pengganti Abbott Indonesia. Sebelumnya, KLBF mendistribusikan obat dari Abbott

Secara total, penjualan bersih KLBF sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini hanya tumbuh 2,9%. Sedangkan laba bersih hanya tumbuh 0,8% lantaran biaya operasional naik hingga 7,3%.

Divisi Obat Resep sebetulnya punya peluang bagus dengan adanya program Jaminan Kesehatan Nasional. Hingga akhir September lalu, penjualan obat generik tanpa merek tumbuh 15,2%. Namun, margin obat generik tanpa merek kecil.

Selain itu, kondisi ini menciptakan persaingan internal dengan produk obat generik bermerek. Alhasil, penjualan obat generik bermerek hingga September lalu turun 5%. Penurunan ini juga akibat penarikan produk Buvanest.

Kendala divisi obat

Kinerja Divisi Obat Resep juga terkena sentimen negatif rencana pemerintah mengatur batas atas harga obat generik bermerek. Sebab, obat generik bermerek selama ini menjadi salah satu andalan KLBF.

Di saat Divisi Obat Resep menghadapi banyak kendala dan tantangan perlambatan, divisi nutrisi dan divisi produk kesehatan akan menjadi andalan KLBF ke depan. Langkah KLBF menggandeng Blackmores menunjukkan manajemen serius menggarap divisi nutrisi.

Hingga akhir tahun, proyeksi saya kurang lebih sama dengan proyeksi manajemen. Tahun depan, saya perkirakan, pendapatan tumbuh 10% dan laba bersih naik sekitar 15%.

Dengan berbagai pertimbangan tersebut, saya merekomendasikan tahan untuk saham KLBF dengan target harga Rp 1.385 per saham. Senin lalu (7/12), harga saham KLBF Rp 1.280 per saham.      

  • Jual (Patricia Gabriela, Analis Saham Trimegah Securities)

Langkah PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) membentuk perusahaan patungan dan membangun pabrik bersama Blackmores Ltd merupakan hal yang positif. Dalam jangka panjang, langkah ini bisa membantu menaikkan penjualan divisi nutrisi KLBF.

Memang, untuk tahun depan,  kontribusi penjualan produk Blackmores belum signifikan, karena hanya akan menyumbang 2% pendapatan Divisi Nutrisi atau 0,6% total pendapatan KLBF. Namun, KLBF punya peluang besar untuk mengembangkan divisi nutrisi dan produk kesehatan. Berdasarkan data industri, penjualan vitamin dan suplemen di Indonesia tahun lalu tumbuh 16% menjadi Rp 16 triliun.

Saya memperkirakan, Divisi Nutrisi akan tumbuh paling tinggi dibandingkan divisi lain sesuai dengan kinerja secara historis. Hingga September lalu, penjualan bersih Divisi Nutrisi tumbuh 10,2%. Tahun depan, saya perkirakan penjualan Divisi Nutrisi tumbuh 12%. Untuk tahun-tahun berikutnya, pertumbuhannya bisa di atas 20%.

Pertumbuhan rendah

Secara umum, pertumbuhan kinerja KLBF tahun ini melambat. Selain faktor makro ekonomi seperti depresiasi rupiah, perlambatan disebabkan adanya perubahan tren obat lisensi dan obat bermerek ke obat generik tanpa merek, penarikan produk akibat insiden di awal tahun, dan berhentinya kontrak logistik dengan Abbott, yang membuat pendapatan Divisi Distribusi dan Logistik turun.

Pertumbuhan penjualan obat generik yang semakin tinggi, tanpa ditopang pertumbuhan obat resep lain yang marginnya lebih tinggi, akan menjadi sentimen negatif bagi kinerja KLBF. Alhasil, profitabilitas perusahaan akan tertekan. Selain itu, rencana pembatasan harga obat resep bermerek juga berpotensi membatasi pertumbuhan margin KLBF.

Saya memperkirakan, penjualan bersih KLBF hingga akhir tahun ini tumbuh 2%, sedangkan laba bersih turun 5%. Tahun depan, proyeksi saya cukup konservatif, dengan asumsi ekonomi makro tidak menunjukkan perbaikan hingga semester I 2016. Penjualan bersih hanya tumbuh 7% sedangkan laba bersih tumbuh 4%. 

Menurut saya, KLBF pada tahun depan akan mengalami pertumbuhan laba yang rendah karena tekanan dari penjualan obat generik yang menekan margin, pelemahan daya beli yang terus berlanjut, dan pertumbuhan divisi logistik yang melambat.

Karena itu, saya memberi rekomendasi jual untuk saham KLBF dengan target harga Rp 1.200 per saham. Target ini mencerminkan rasio harga saham terhadap laba bersih 2016 di kisaran 27,5 kali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: A.Herry Prasetyo