KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Enam perusahaan pelat merah yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) berencana menggelar
rights issue atau penerbitan saham baru. Enam emiten ini adalah PT Garuda Indonesia Tbk (
GIAA), PT Semen Indonesia Tbk (
SMGR), PT Waskita Karya Tbk (
WSKT), PT Adhi Karya Tbk (
ADHI), PT Krakatau Steel Tbk (
KRAS), dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (
BBTN). GIAA akan menggunakan dana yang dikumpulkan melalui
rights issue sebagai pendanaan apabila Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tercapai perdamaian dan homologasi. Garuda akan menggelar dua kali
rights issue. Pertama,
rights issue dilakukan dengan menginjeksikan dana sebesar Rp 7,5 triliun yang berasal dari porsi pemerintah sebagai tahap awal restrukturisasi.
Rights issue kedua direncanakan dilakukan pada awal kuartal keempat 2022 untuk tambahan pendanaan dari investor strategis.
Baca Juga:
GOTO Masuk Indeks LQ45, Pengamat Komentari Kebijakan Evaluasi Fast Entry Sementara untuk ADHI,
rights issue akan dimanfaatkan untuk tambahan modal berbagai proyek termasuk proyek tol Solo-Jogja. Tidak jauh berbeda, KRAS juga akan memanfaatkan dana
rights issue untuk pengembangan usaha. Vice President Infovesta Utama, Wawan Hendrayana, menanggapi, secara umum
rights issue memang mampu menguatkan kondisi fundamental suatu emiten. Sebab, melalui aksi korporasi ini emiten dapat mengantongi dana segar atau aset dari penambahan modal atau ekuitas. Akan tetapi, tujuan penggunaan dana yang dihimpun
rights issue juga patut juga dicermati. Wawan mengungkapkan, biasanya
rights issue yang digunakan untuk ekspansi usaha dipandang lebih atraktif dibandingkan dengan untuk membayar utang. Baca Juga:
DPR Pertanyakan Isu Merger BTN dan BNI ke Erick Thohir Oleh karenanya, Wawan menyarankan investor untuk mencermati kembali tujuan penggunaan dana serta likuiditas saham-saham pelat merah itu. Di sisi lain, investor juga perlu mengikuti kondisi fundamental perusahaan dan prospek bisnis emitennya. "Sepanjang fundamental dan prospek bisnisnya baik, investor dapat menebus
rights issue," ungkap Wawan kepada Kontan.co.id, Rabu (8/6). Dengan catatan, investor tetap memperhatikan harga
rights issue terhadap harga pasar. Apabila sudah di atas harga pasar, lebih baik membelinya di pasar atau dijual ke
stand by buyer melalui mekasnisme pasar. Umumnya,
rights issue sudah memiliki investor strategis yang berlaku sebagai
stand by buyer. Baca Juga:
Rights Issue Bank BTN (BBTN) Akan Digelar Semester II Tahun Ini Dilihat dari prospek ke depan, di antara enam emiten plat merah yang akan melakukan rights issue itu, BBTN dipandang paling atraktif. Ini mempertimbangkan pemulihan kondisi ekonomi yang bisa menjadi peluang bagi emiten sektor perbankan untuk melesat. "Selama ini
rights issue pada bank pelat merah cukup sukses," imbuh dia. Sementara itu Technical Analyst Binaartha Sekuritas, Ivan Rosanova, mencermati, SMGR, WSKT, ADHI dan KRAS cenderung lebih menarik. Secara umum ia melihat adanya prospek pemulihan terhadap saham-saham tersebut di tahun 2022 ini. Baca Juga:
BEI Mencatat Potensi Nilai Emisi Efek di Pipeline Mencapai Rp 84,2 Triliun Ivan pun menyarankan investor untuk
buy on weakness dengan target harga masing-masing Rp 8.200 per saham untuk SMGR, Rp 700 per saham untuk WSKT, Rp 950 per saham untuk ADHI, dan Rp 440 per saham untuk KRAS. Lebih lanjut Ivan menjelaskan, rencana
rights issue yang akan dilakukan oleh saham-saham BUMN itu memang dapat menjadi sentimen dalam jangka pendek, terutama terkait harga pelaksanaan dari
rights issue. Akan tetapi, untuk waktu yang lebih panjang, investor lebih melihat dari sisi kinerja kuartalan. Dia mencontohkan, beberapa emiten seperti SMGR dan KRAS yang mencatat pertumbuhan laba bersih di kuartal pertama 2022 ini cenderung mengalami apresiasi harga saham. Adapun
rights issue sebenarnya bisa berpengaruh positif ke kinerja emiten, dengan catatan strategi penggunaan dana hasil aksi korporasi itu tepat sasaran. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati