KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Summarecon Agung Tbk (
SMRA, anggota indeks
Kompas100 ini) membukukan kinerja yang cukup positif pada akhir 2018. SMRA mampu membukukan pendapatan sebesar Rp 5,66 triliun atau naik tipis 0,3% dari perolehan 2017 yang sebesar Rp 5,64 triliun. Sementara laba bersih naik 24% dari Rp 362,06 miliar di akhir 2017 menuju Rp 448,71 miliar di akhir 2018. Analis Indopremier Sekuritas Joey Faustian dan Laura Oei mengungkapkan bahwa kinerja yang baik di akhir 2018 ditopang oleh penurunan beban pokok penjualan (COGS) dan biaya operasional (Opex).
"SMRA juga membukukan margin bersih yang luar biasa sebesar 7,9% di sepanjang 2018, yang merupakan kinerja terbaik mereka sejak 2015, yang terutama didukung oleh penurunan COGS dan Opex masing-masing sebesar 5% dan 2%," ungkap mereka dalam risetnya, Jumat (29/3). Joey dan Laura melanjutkan bahwa penurunan COGS disebabkan karena faktor pembangunan gedung bertingkat (apartemen dan ruko) relatif lebih sedikit yang mana butuh biaya pembangunan lebih tinggi. "Selain itu opex yang lebih rendah karena turunnya PBB seiring penjualan stok lahan yang di area Kelapa Gading," tambah mereka. Secara triwulanan (QoQ), SMRA juga membukukan laba Rp 245 miliar pada kuartal IV 2018 atau naik 96% QoQ dan naik tipis 1 % YoY dibarengi marjin bersih yang naik signifikan sebesar 15%. Sebagai perbandingan dengan marjin bersih pada kuartal III 2018 sebesar 9,2% dan pada kuartal IV 2017 sebesar 14,7%. Joey dan Laura pun optimistis SMRA akan mencapai target marketing sales tahun 2019 sebesar 25% per triwulan I tahun 2019 ini ditopang oleh kinerja perseroan dalam dua bulan pertama yang solid serta keberhasilan rilis produk. Per dua bulan pertama 2019, SMRA telah membukukan marketing sales Rp 685 miliar atau naik 101% YoY dan mencapai 17 persen dari target marketing sales untuk 2019 sebesar Rp 4 triliun. Selain itu, SMRA baru-baru ini berhasil membukukan order hingga 89% dalam launching Martinez Cluster Serpong sebanyak 250 unit dengan kontribusi mencapai Rp 250 miliar. "Penting dicatat bahwa SMRA adalah satu-satunya developer dari 4 pengembang papan atas yang menargetkan pertumbuhan marketing sales positif di tahun 2019 ini," ujar Joey dan Laura. Mereka juga menambahkan bahwa manajemen SMRA tengah merancang pemangkasan utang di waktu mendatang dengan tujuan memberikan prospek profitabilitas yang lebih baik. "Rasio utang terhadap ekuitas (DER) diperkirakan turun menjadi 0,84 kali pada akhir 2019. Sementara pada di akhir 2018 sebesar 0,95 kali," terang mereka. Target penurunan DER ini seiring dengan utang berbunga yang harus segera dibayarkan sebesar Rp 1,8 triliun yang akan jatuh tempo pada 2019. Beban utang berbunga SMRA tumbuh secara kuat dalam 5-7 tahun terakhir. "Ke depan, daripada mengakuisisi lebih banyak lahan, SMRA akan lebih banyak fokus ke pembangunan proyeknya yang ada serta investasi di properti baru," tutur mereka. Joey dan Laura pun menaikkan proyeksi laba bersih SMRA pada tahun 2019 dan 2020 nanti sebesar 7% dan 18% dibanding perolehan di akhir 2018. "Alasannya karena SMRA diperkirakan mempertahankan marjinnya yang kuat mengingat ke depan akan lebih sedikit membangun gedung bertingkat," lanjut mereka.
Selain itu, beban
financing di 2019 dan 2020 juga diproyeksikan turun masing-masing sebesar 4% dan 9% seiring level utang yang turun. Alhasil Indopremier Sekuritas menaikkan rekomendasi terhadap saham SMRA menjadi
Buy dari sebelumnya
Hold. Target
price (TP) juga naik menjadi Rp1.100 per saham dari sebelumnya Rp900 per saham. "Potensi penguatan saham SMRA akan datang dari pengurangan utang yang bersumber dari divestasi investasi properti," pungkas mereka. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto