Simak Rekomendasi Saham Big Cap Unggulan dengan Kapitalisasi di Atas Rp 100 Triliun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejalan dengan gerak menanjak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), kapitalisasi pasar (market cap) emiten ikut mendaki. Setidaknya sudah ada 20 emiten yang memantapkan diri sebagai saham big cap dengan kapitalisasi lebih dari Rp 100 triliun.

Hingga Sesi I perdagangan Rabu (4/9), PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) masih berada di puncak emiten dengan market cap terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Kapitalisasi pasar emiten milik taipan Prajogo Pangestu ini menembus Rp 1.461,61 triliun.

PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) membuntuti di posisi kedua dengan market cap senilai Rp 1.260,48 triliun. Sejauh ini, baru BREN dan BBCA yang punya market cap di atas Rp 1.000 triliun.


Di posisi ketiga ada PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) dengan market cap Rp 819,69 triliun. Peringkat berikutnya adalah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dan PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) yang sebagai top 5 big cap.

Baca Juga: Prajogo Orang Terkaya RI, Market Cap Emitennya di Atas Rp 100 Triliun per Perusahaan

Peringkat berikutnya mengisi jajaran 10 besar ada PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Bayan Resources Tbk (BYAN), PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) dan PT Astra International Tbk (ASII).

Sementara posisi ke-11 hingga 20 dihuni oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI), PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS),  PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO).

Selanjutnya ada PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET),  PT Barito Pacific Tbk (BRPT), PT United Tractors Tbk (UNTR) dan PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN). Barisan emiten ini punya market cap di atas Rp 100 triliun.

Sejatinya peta big cap ini mengalami pergeseran sangat dinamis. Hingga akhir perdagangan bulan Agustus lalu, baru ada 19 emiten yang punya market cap di atas Rp 100 triliun. Kala itu, saham DNET juga belum masuk ke jajaran top 20 big caps.

Junior Research Analyst Panin Sekuritas, Sarkia Adelia Lukman menilai kenaikan harga saham-saham big caps sejauh ini masih terbilang wajar. Sejalan dengan sentimen global dan domestik yang cenderung positif, sehingga kembali menarik arus dana dari investor asing (capital inflow).

Baca Juga: Laju IHSG Berpotensi Melambat, Sejumlah Saham Defensif Ini Bisa Dilirik

Secara year to date (ytd) hingga perdagangan kemarin, Selasa (3/9), investor asing ada dalam posisi beli bersih (net buy) dengan total nilai Rp 29,03 triliun.

"Ketika investor asing masuk, mereka lebih mengutamakan masuk ke saham-saham big cap, seperti emiten bank," kata Sarkia kepada Kontan.co.id, Rabu (4/9).

Senior Research Analyst Lotus Andalan Sekuritas, Fath Aliansyah membagi saham top 20 big cap ini ke dalam tiga kategori. Pertama, big cap dengan fundamental solid dan punya potensi pertumbuhan menarik. Contohnya emiten perbankan seperti BBCA, BBRI dan BMRI.

Kedua, saham big cap dengan fundamental apik namun masih dalam posisi undervalued. Emiten ini juga punya prospek menarik, tapi perlu katalis yang bisa mendorong pertumbuhan. Contohnya adalah TLKM dan ASII.

Ketiga, saham big cap yang sudah naik tinggi dan secara valuasi sudah premium. Contohnya adalah BREN, TPIA, AMMN dan DSSA. "Untuk tipe satu dan dua sangat mungkin bergerak positif dengan adanya potensi inflow yang masih berlanjut. Sedangkan untuk tipe tiga, bergantung dari supply dan demand di pasar," ujar Fath.

Baca Juga: Ada 20 Saham Dengan Kapitalisasi Pasar Lebih dari Rp 100 Triliun Saat IHSG Rekor

Fath kemudian menyoroti BREN, yang meski secara valuasi sudah tinggi, tapi masih berpotensi mendaki. Pendorongnya adalah rebalancing indeks FTSE Global Equity Index, dimana BREN masuk ke dalam ketagori FTSE Large Cap.

Certified Elliott Wave Analyst Master Kanaka Hita Solvera, Daniel Agustinus sepakat, rebalancing indeks FTSE pada bulan ini menjadi katalis penting bagi BREN, setidaknya untuk jangka pendek. Hanya saja, Daniel mengingatkan secara jangka panjang, performa harga saham akan mencerminkan kinerja fundamental emiten.

Daniel pun menyarankan untuk selektif memilih saham big cap, agar tetap disesuaikan dengan karakter risiko dan periode investasi masing-masing investor. Apalagi dalam jangka pendek terbuka peluang terjadi aksi profit taking yang bisa mengakibatkan koreksi pada sebagian saham big cap.

Pengamat Pasar Modal dan Founder WH Project, William Hartanto turut melihat potensi jenuh beli pada sejumlah saham big cap. Sekalipun lanjut menanjak, dia menaksir level kenaikannya sudah terbatas. Sehingga jika ada peluang, William menyarankan profit taking terlebih dulu.

Rekomendasi Saham Big Cap

Senada, Sarkia menyarankan untuk profit taking terlebih dulu pada saham-saham yang sudah naik tinggi pada bulan Agustus. Dia juga mengingatkan agar pelaku pasar mewaspadai koreksi pada IHSG usai berulang kali menembus rekor tertinggi (all time high) yang saat ini berada di level 7.726,66.

Namun, koreksi tersebut kemungkinan hanya sementara. Sebab, angin segar bisa kembali berembus saat terjadi pemangkasan suku bunga acuan, yang berpotensi terjadi pada bulan September. "Ini akan berdampak positif terhadap big cap, khususnya bank," kata Sarkia.

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Miftahul Khaer sepakat, pemangkasan suku bunga acuan dan nilai tukar rupiah yang lebih stabil akan menjadi katalis penting bagi prospek pasar saham di sisa tahun ini. Dengan katalis tersebut, Miftahul melihat saham big cap berfundamental solid akan tetap menarik.

Terutama big cap sektor perbankan, yang performa semester pertama masih apik serta punya prospek menarik pada semester kedua. Miftahul menyarankan trading buy saham BBRI untuk target harga Rp 5.325. Saham big cap pilihan lainnya adalah ASII dengan target harga Rp 5.300.

Baca Juga: Ada Peluang Memburu Saham Murah Berkualitas

Senior Analyst Sinarmas Sekuritas Eddy Wijaya turut menjagokan saham perbankan. Market cap jumbo big bank mencerminkan kinerja fundamental yang cukup solid. Kemudian, potensi penurunan suku bunga bisa menjadi katalis positif untuk menguragi risiko kenaikan non-performing loan.

Di barisan top 20 big cap, Eddy memprediksi saham BREN, BBCA, BMRI, DSSA, ICBP, PANI, BRIS, AMRT, ADRO dan UNTR masih berpeluang naik. Sebagai pilihan investasi, Eddy menyematkan rekomendasi buy untuk saham BBCA, BMRI, DSSA, BRIS, AMRT dan ADRO.

William menyematkan rekomendasi buy untuk saham TLKM, BBNI, AMRT, UNTR, BMRI dan ICBP. Sedangkan Daniel melirik saham ASII, BBRI, BMRI, BBCA dan TLKM sebagai pilihan investasi jangka panjang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Putri Werdiningsih