KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve kembali menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) pada Rabu (3/5). The Fed telah menaikkan suku bunga 10 kali berturut-turut dan mendorong suku bunga acuan
overnight ke kisaran 5%-5,25%
Head of Business Development FAC Sekuritas Indonesia Kenji Putera Tjahaja menilai, kenaikkan suku bunga sebesar 25 bps memang sudah sesuai ekspektasi pelaku pasar. Sebab, The Fed masih mengusahakan untuk menekan inflasi dengan cara menaikkan suku bunga tanpa harus terlalu agresif (
hawkish). Lebih lanjut, Ketua The Fed Jerome Powell juga sudah menyatakan bahwa akan tetap menaikkan suku bunga ke depannya demi menekan inflasi. Namun, kenaikan suku bunga tidak akan terjadi dalam waktu dekat semenjak kenaikan terakhir ini.
Hemat Kenji, dampak kenaikan suku bunga menjadi sentimen negatif untuk pasar modal Amerika Serikat, dan juga biasanya berimbas ke pasar modal negara berkembang seperti Indonesia.
Baca Juga: Harga Emas Pecah Rekor, Prospek ANTM, MDKA hingga UNTR Kian Berkilau? Hanya saja, imbas sentimen negatif ke pasar modal biasanya berlangsung secara jangka pendek. Di sisi lain, hal ini juga bisa jadi momentum bagi emiten perbankan karena bisa men-
trigger pullback dari saham dan sektor yang sensitif terhadap sentimen suku bunga, baik global dan domestik. Adapun emiten yang terimbas sentimen negatif dari rezim suku bunga tinggi adalah emiten di sektor properti dan infrastruktur. “Biasanya karena adanya beban bunga yang meningkat apabila Bank Indonesia (BI) memutuskan akan menaikkan suku bunga demi bisa mengimbangi kenaikan suku bunga AS,” kata Kenji kepada Kontan.co.id belum lama ini. Kenji mengestimasi, apabila BI akan menaikkan suku bunga, maka kenaikannya akan dilakukan seminimal mungkin, dengan perkiraan sebesar 0,25% ke level 6%. Di sisi lain, Kepala Riset Surya Fajar Sekuritas Raphon Prima menilai, dampak kenaikan suku bunga The Fed tadi malam tidak akan memberikan pengaruh bagi pasar saham. Menurut dia, pasar saham saat ini lebih menantikan langkah The Fed ke depannya, yakni waktu dimana The Fed akan mulai menurunkan suku bunga acuan. Selain itu, Bank Indonesia diprediksi sudah tidak akan menaikkan suku bunga lagi. Ini karena inflasi Indonesia sudah melambat secara signifikan ke 4,3% di April. Sehingga, Bank Indonesia tinggal menunggu waktu yang tepat untuk menurunkan suku bunga acuan. Dus, ke depannya emiten bank akan diuntungkan oleh potensi penurunan suku bunga acuan. Bank yang memiliki fokus eksposur domestik seperti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) diperkirakan akan mendapat katalis positif dibandingkan emiten bank lain, yang menyalurkan kredit ke segmen industri yang terpengaruh perlambatan ekonomi global.
Baca Juga: Pendapatan Naik 5,9% pada Kuartal I, Simak Rekomendasi Saham PWON Berikut Ini Menurut Kenji,pelaku pasar bisa mencermati saham perbankan
big caps, dimana investor bisa melakukan
accumulative buying apabila saham-saham perbankan
big caps sudah mendekati atau menyentuh level
support-nya.
Investor bisa memantau saham PT Bank Central Asia Tbk (
BBCA) dengan area Rp 8.900 ke bawah dan bisa melakukan akumulasi beli dengan target Rp 9.175. Sementara investor bisa masuk ke saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (
BBNI) apabila mendekati level Rp 9.250.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi