KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten sektor perkebunan gersang di tahun ini karena lesunya harga minyak kelapa sawit mentah alias
crude palm oil (CPO). Di sisi lain, permintaan CPO bisa meningkat salah satunya karena program B35. Research Analyst Reliance Sekuritas Ayu Dian mengatakan, penurunan pada harga CPO telah dirasakan oleh emiten kelapa sawit, Penurunan harga telah berimbas pada penurunan pendapatan. Sebut saja PT Triputra Agro Persada Tbk (
TAPG) yang mencatatkan pendapatan turun 12,09%
year on year (YoY) menjadi Rp 1,92 triliun pada kuartal I-2023. PT Astra Agro Lestari Tbk (
AALI) dan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (
SSMS) juga mencatatkan kinerja yang lesu. Pendapatan AALI turun sebesar 27,66% menjadi Rp 4,76 triliun, sedangkan pendapatan SSMS ambles 42,2% menjadi Rp 1,26 triliun di kuartal I-2023.
“Selain harga CPO, pendapatan emiten kelapa sawit juga tertekan tingginya biaya pokok,” kata Ayu kepada Kontan.co.id, Jumat (5/5). Ayu melihat penurunan pada harga CPO tercemin dari ekspor minyak sawit yang sebenarnya telah mengalami pelemahan sejak kuartal III-2022. Tahun ini, permintaan CPO juga diproyeksikan bakal menurun karena langkah India memangkas impor CPO.
Baca Juga: Sinar Mas Agro (SMAR) Targetkan Produksi Sawit Tumbuh 3% di 2023 Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Desy Israhyanti menilai dampak penurunan harga CPO dapat menurunkan rata-rata harga jual atau Average Selling Price (AS) emiten kelapa sawit, terutama perusahaan yang memiliki porsi ekspor dalam jumlah besar. Sejumlah tantangan bagi sektor perkebunan pun masih membayangi termasuk penurunan kuota impor India sebagai importir terbesar kedua Indonesia hingga 400 ribu ton. Selain itu, kondisi cuaca ekstrem belum berakhir, substitusi minyak bunga matahari, dan juga parlemen Eropa yang menyetujui larangan impor komoditas berbasis penebangan hutan. Menurut Desy, kebijakan pemerintah saat ini lebih mengarah pada kenaikan permintaan domestik melalui program B-35 dan penurunan kuota hak ekspor. Namun, pemerintah juga menurunkan kuota DMO menjadi 300 ribu ton per bulan agar pasokan lebih stabil demikian juga harganya. Pengali ekspor juga ditingkatkan bagi pemasok MinyaKita atau disebut minyak rakyat, serta pemerintah akan mencairkan deposito hak ekspor secara bertahap. “Melihat sejumlah tantangan yang lebih besar, kami masih belum merekomendasikan sektor perkebunan di tahun ini,” ucap Desy kepada Kontan.co.id, Jumat (5/5).
Baca Juga: Austindo Nusantara (ANJT) Lakukan Mitigasi Untuk Menghadapi El Nino Research Analyst MNC Sekuritas Alif Ihsanario mengamati, masalah harga CPO kemungkinan bisa dilewati oleh rencana pemerintah yang akan merilis bursa berjangka khusus CPO pada semester kedua 2023. Harga jual kelapa sawit yang lebih tinggi diperkirakan akan diteruskan ke pemain domestik. Selain itu, produksi CPO Malaysia dikhawatirkan akan berkurang di tengah tingginya komposisi pohon tua dan tanah gambut sub-optimal di Sarawak yang terdiri dari potongan besar pohon-pohon muda dan prima yang sedang disiapkan untuk potensi kenaikan penawaran. Lahan sub optimal secara alamiah mempunyai produktivitas rendah. Alif menambahkan, kekeringan yang sedang berlangsung di Argentina sebagai produsen utama minyak kedelai akan menahan harga minyak kedelai naik tinggi. Sehingga, momentum ini bakal memberikan minyak sawit potensi lebih lanjut untuk bangkit. “Kami juga memegang pandangan bahwa intensifikasi biodiesel global dan domestik melalui inisitaif B35 menjadi pendorong CPO karena pasokan akan semakin diperketat setelah semester I-2023,” jelas Alif dalam riset 29 Maret 2023.
Baca Juga: Begini Strategi Eagle High Plantations (BWPT) Mengejar Pertumbuhan Kinerja Dua Digit Analis Ciptadana Sekuritas Yasmin Soulisa berharap tambahan permintaan minyak sawit dari kewajiban B35 di Indonesia akan membantu meringankan tingkat persediaan yang tinggi. Pasalnya, stok penutupan minyak sawit Malaysia masih meningkat 13,5% YoY menjadi 1,67 juta ton pada akhir Maret 2023. Meskipun turun sebesar 21,1%
month on month (MoM) karena pertumbuhan produksi yang lebih rendah dan ekspor yang lebih tinggi. “Kami mewaspadai tingginya persediaan CPO di Indonesia dan Malaysia pada awal tahun 2023,” tulis Yasmin dalam riset 4 Mei 2023. Kendati demikian, Ciptadana Sekuritas masih mempertahankan harga CPO global tahun 2023 akan berkisar di RM 5.200 per ton. Proyeksi ini relatif datar dibandingkan dengan rata-rata harga kelapa sawit di tahun lalu sekitar RM 5.126 per ton. Sementara, MNC Sekuritas melalui prakiraan model ARIMA mendukung tren kenaikan harga CPO dalam 12 bulan mendatang yakni proyeksi rata-rata harga dari MYR 3.751 per ton hingga MYR 4.546 per ton. Sebagai pembanding, prakiraan pasar harga CPO di tahun ini berkisar antara RM 3.800 per ton hingga RM 3.895 per ton.
Baca Juga: Triputra Agro (TAPG) Siapkan Ini untuk Hadapi El Nino Berikut rekomendasi saham emiten perkebunan dari sejumlah analis. Simak ulasannya. 1. PT Astra Agro Lestari Tbk (
AALI) Prospek kinerja AALI cukup positif karena perusahaan akan melakukan penanaman ulang (replanting) seluas 5000 ha. Selain itu, pada kuartal pertama 2023, emiten perkebunan grup Astra ini mencatatkan produksi tandan buah segar atau Fresh Fruit Brunches (FFB) sebesar 949 ribu ton atau naik 11,9% YoY. Rekomendasi:
Buy Target harga: Rp 7.225–Rp 8.150 per saham Ayu Dian, Reliance Sekuritas
Baca Juga: Tahun Ini, Dharma Satya Nusantara (DSNG) Optimistis Produksi CPO Tumbuh 10% 2. PT London Sumatra Indonesia Tbk (
LSIP) Harga jual rata-rata (ASP) London Sumatra yang lebih rendah mengimbangi peningkatan volume penjualan di kuartal I-2023. Dari sisi volume penjualan, produk CPO dan Kernel Sawit (PK) membukukan peningkatan signifikan dengan penjualan CPO tumbuh 83% YoY menjadi 60 ribu ton dan penjualan produk kernel sawit (PK, PKO dan PKE) sebesar 28 ribu ton atau meningkat 56% YoY. Namun, penjualan karet turun 18% YoY menjadi 1,3 ribu ton dan benih kelapa sawit turun 7% YoY menjadi 1,4 juta benih. Sejalan dengan pelemahan harga komoditas global, harga jual rata-rata CPO milik LSIP turun 20,6% YoY menjadi Rp 11.661/kg, PK turun 54,7% YoY menjadi Rp 5.631/kg dan ASP karet juga turun 17,4% YoY menjadi Rp22. 253/kg pada triwulan pertama tahun ini. Rekomendasi:
Buy Target harga: Rp 1.130 per saham Yasmin Soulisa, Ciptadana Sekuritas
Baca Juga: Industri Minyak Sawit Melandai di Awal 2023, Ini Pemicunya 3. PT Dharma Satya Nusantara Tbk (
DSNG) DSNG diharapkan kembali bertumbuh di tahun ini setelah fundamental CPO bisa dihargai, dibantu lebih lanjut oleh peluncuran bursa berjangka CPO domestik. Pendapatan DSNG diproyeksikan normal di tahun ini setelah lonjakan harga komoditas yang menguntungkan pada tahun lalu. Tetapi, waspadai dampak ketidakpastian ekonomi Amerika Serikat, transisi ENSO yang tidak stabil, serta tertundanya implementasi bursa CPO Indonesia di masa mendatang. Rekomendasi:
Buy Target harga: Rp 860 per saham Alif Ihsanario, MNC Sekuritas
Baca Juga: Harga CPO Turun pada Kuartal I 2023, Gapki Optimistis Akan Kembali Menguat 4. PT Triputra Agro Persada Tbk (
TAPG) Pendapatan TAGP diperkirakan menurun sebesar 23% yoy di tahun ini terutama karena harga CPO yang lebih rendah, tetapi sebagian dimitigasi oleh pertumbuhan produksi yang lebih tinggi pada tahun 2023. Karena itu, kami mengharapkan margin operasi yang lebih tinggi dari TAPG dibandingkan dengan rekan-rekannya yang didukung efisiensi operasional, biaya produksi yang lebih rendah dengan pembelian TBS yang lebih rendah, serta volume penjualan yang lebih tinggi karena adanya peningkatan kapasitas pabrik kelapa sawit.
Kinerja keuangan TAPG lebih baik dari perusahaan sejenis berkat profil usia tanamannya yang lebih muda yang akan memiliki pertumbuhan produksi lebih baik. Selain itu, di tengah biaya pupuk yang diperkirakan tetap tinggi, TAPG sendiri telah mengamankan sekitar 60% dari pupuk 2023. Rekomendasi: Buy Target harga: Rp 1.125 per saham Jacquelyn Yow Hui Li, UOB Kayhian dalam riset 2 Maret 2023 Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati