KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek komoditas logam dasar seperti nikel dan tembaga diyakini akan terdampak krisis yang melanda properti di China. Sebagaimana diketahui, China merupakan salah satu konsumen nikel terbesar, dimana mayoritas nikel digunakan sebagai bahan baku baja anti karat (
stainless steel) untuk keperluan bangunan. Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rizkia Darmawan menilai, krisis properti ini mengakibatkan ekonomi China tahun ini akan bertumbuh lebih lambat dari yang diperkirakan, apabila stimulus dari moneter maupun fiskal tidak segera digelontorkan. Akibatnya, aktivitas ekonomi baik dari sisi konsumsi dan juga
manufacturing akan terganggu. Namun, mengingat tingkat inflasi yang rendah, Rizkia menilai China masih memiliki cukup ruang untuk menurunkan suku bunganya.
Yang perlu diperhatikan adalah soal China yang juga tergabung di dalam BRICS yang baru saja ekspansi dengan kedatangan 6 anggota barunya. Ini dapat menjadi salah satu katalis menguatnya ekonomi aliansi negara-negara tersebut.
Baca Juga: Begini Rencana Ekspansi dan Rekomendasi Saham PGEO yang Siap Masuk ke Bursa Karbon “Jadi
overall saya masih cukup yakin akan akan prospek industrialisasi nikel di Indonesia ke depannya mengingat Indonesia yang juga memiliki hubungan dagang yang baik dengan China,” kata Rizkia kepada Kontan.co.id, Senin (28/8). Dus, Rizkia menilai prospek industri nikel cukup atraktif. Analis Indo Premier Sekuritas Erindra Krisnawan mempertahankan
rating netral terhadap sektor tambang logam Indonesia. Menurut dia, skenario pemulihan kinerja emiten tambang logam masih belum pasti. Erindra condong pada penambang logam dengan eksposur langsung yang relatif kecil terhadap permintaan dari China, di antaranya PT Vale Indonesia Tbk (
INCO), yang merupakan emiten dengan eksposur nikel kelas-1. Dia merekomendasikan beli saham INCO dengan target harga Rp 8.100. Indo Premier juga condong pada saham
ANTM, dengan rekomendasi
buy dan dengan target harga Rp 3.000. Emiten pelat merah ini memiliki kontribusi bijih nikel yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan sejenis (
peers). Terakhir, saham PT Harum Energy Tbk (
HRUM) juga menjadi preferensi karena adanya potensi kenaikan valuasi dari aset nikelnya. Erindra menyematkan rekomendasi
buy dengan target harga Rp 2.200. Emiten tambang logam lainnya yang juga direkomendasikan
buy oleh Erindra antara lain PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (
ADMR) dengan target harga Rp 1,730, PT Merdeka Battery Materials Tbk (
MBMA) dengan target harga Rp 990, dan PT Merdeka Copper Gold Tbk (
MDKA) dengan target harga Rp 3.890. Sementara Rizkia mempertahankan rekomendasi
buy saham HRUM dengan target harga Rp 2.150. Prospek ditopang oleh pengembangannya ke industri nikel. Namun, Rizkia menilai HRUM masih tergolong perusahaan yang cenderung ke sektor pertambangan batubara.
Baca Juga: Kinerja Emiten Logam Terdampak Krisis Properti China, Ini Saham Rekomendasi Analis “Karena sebetulnya sifat HRUM di industri nikel pada saat ini yang tertranslasi dalam laporan keuangannya adalah investasi atas entitas asosiasi baik itu dari Nickel Mines Limited (NIC) dan juga Infei Metal Industry (IMI),” kata Rizkia. Sementara PT Position dan PT Westrong Metal Industry (WMI) sendiri masih dalam tahap pengembangan. Analis Panin Sekuritas Felix Darmawan menyematkan
rating netral untuk sektor pertambangan logam. Felix memperkirakan harga rata-rata nikel pada 2023 akan berada di kisaran US$ 24.000 sampai US$ 25.000 per ton.
Dia merekomendasikan
buy saham ANTM dengan target harga Rp 2.800,
buy saham MDKA dengan target harga Rp 4.000, dan
buy saham INCO dengan target harga Rp 7.100.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi