JAKARTA. Tahun ini PT Erajaya Swasembada Tbk (
ERAA) berencana mengembangkan bisnis online melalui erafone.com. Hal itu diakui manajemen agar lebih inovatif dan menyuguhkan alternatif lapak belanja yang lebih mudah dipakai konsumen.
ERAA sebenarnya telah meluncurkan platform
e-commerce itu sejak tahun lalu, akan tetapi lini bisnis ini belum banyak disentuh. Dengan demikian, perusahaan berencana melakukan relaunching dan rebranding erafone.com di tahun ini. Matthew Wibowo, Analis Mandiri Sekuritas mengatakan, hal yang dilakukan perusahaan itu dinilai cukup bagus tapi konstribusinya masih cukup kecil terhadap pendapatan perusahaan. Hal itu lantaran, menurutnya pembelian di ritel masih menjadi pilihan bagi masyrakat Indonesia ketimbang online.
Seperti halnya pembelian harus menggunakan
credit card jika mengguanakan layanan
e-commerce. Selain itu, masyarakat Indonesia juga cenderung lebih suka melihat-lihat handphone terlebih dahulu sebelum membelinya. "Terkecuali jika di online ada dikenakan promo tertentu, itu akan menjadi daya tarik," kata Matthew kepada KONTAN. Meski begitu, ia percaya kontribusi bisnis
e-commerce akan naik dari tahun lalu namun tidak signifikan. Adapun ia mencatat, layanan
e-commerce masih berkontribusi sangat kecil yakni sekitar 5%. Sehingga ia memperkirakan di tahun ini perseroan masih akan mengandalkan sektor ritel. Apalagi, di tahun ini perusahaan masih akan menambah beberapa gerai baru. Matthew bilang, di tahun ini
ERAA setidaknya akan membuka sekitar 50 hingga 60 gerai baru. "Jumlah tersebut sudah termasuk gerai untuk iBox," tambahnya. Hal yang sama juga diutarakan oleh Analis Credit Suisse Ella Nusantoro dalam risetnya pada 24 Februari 2015 mengatakan,
ERAA masih akan fokus pada bisnis ritel. Bahkan ia memprediksi kontribusi ritel akan meningkat menjadi 45% di 2015 dari saat ini yang sebesar 38%. Selain itu, Ella juga mengatakan di tahun lalu laju bisnis
ERAA tertekan lantaran kelebihan pasokan barang terlebih pada produk Samsung. Sebagai informasi, perusahaan mengalami oversupply produk Samsung di Indonesia hingga menyebabkan penurunan margin. Pasalnya, Samsung meminta distributor termasuk
ERAA untuk mengambil lebih banyak persediaan. Analis Buana Capital, Marisa Wijayanto mengatakan permasalahan di tahun lalu itu masih akan berlanjut di tahun ini. Ia pun mencatat di kuartal tiga tahun lalu pasokan barang
ERAA yakni 56 hari. Jumlah tersebut turun dibandingkan kuartal sebelumnya karena, adanya penipisan persediaan produk Apple. Namun pada Januari 2015, ERAA akan memasok lagi produk tersebut, sehingga ia prediksi persediaan barang akan naik lagi di kuartal I-2015. Sementara hingga akhir tahun ia memperkirakan pasokan barang
ERAA masih akan meningkat menjadi 58 hari dari normalnya sekitar 40 hari. Permasalahan
oversupply ini juga dapat menggerus margin
ERAA. Sebab, perusahaan harus perang harga agar menjadi yang termurah untuk menormalkan kembali pasokan yang ada. Para analis berharap perusahaan bisa melakukan negosiasi dengan pihak Samsung untuk mengurangi pasokan barang. Pasalnya, dengan pasokan yang tinggi,
ERAA harus mengeluarkan modal kerja yang lebih tinggi. Padahal, ERAA harus membiayai modal kerja dengan pinjaman bank sehingga mengalami tekanan dari sisi bunga. Ella juga menuturkan
ERAA bisa meningkatkan marjin dengan mengadalkan merek handphone lain seperti Asus, Acer, Xiaomi dan Lennovo. "Merk-merk tersebut bisa memberikan margin yang lebih baik," terangnya. Marisa juga mengatakan khusunya Xiaomi memiliki prospek yang baik di Indonesia. Namun sayangnya masih terkendala distribusi logistik, sehingga pasokan barang juga masih terbatas. "Memang sebagaiknya
ERAA harus mendiversifikasi produk jualnya tak hanya bergantung terhadap satu merk saja," lanjutnya. Selain itu, Xiaomi juga memiliki margin yang lebih tinggi dibandingkan Samsung. Sementara bagi Matthew kinerja ERAA di tahun ini akan diuntungkan dari para produsen handphone yang berencana membangun pabriknya di Indonesia. Seperti halnya, Samsung, Asus, Xiaomi, Oppo, ZTE, Huawei, dan LG. Bahkan Samsung dan Oppo akan mulai berproduksi di kuartal I-2015. Hal itu akan berdampak positif karena dapat menurunkan pasokan barang kedepannya. Sebab,
ERAA tak perlu memakan waktu berbulan-bulan untuk mendapatkan lisensi impor dan memesan produk baru. Jika pembangunan pabrik itu sejalan dengan ekspetasi, pasokan barang ERAA justru dapat menurun menjadi 41 hari dan 37 hari di 2015 dan 2016. Tak hanya itu, beban bunga juga akan menurun. Kendati demikian, Ella bilang, ada regulasi dari pemerintah yang dapat menghambat bisnis ERAA. Pertama, kebijakan pemerintah yang merencanakan untuk mengganakan minimal 40% komponen lokal pada perangkat berbasis 4G di 2017. Kedua, pemberlakuan pajak barang mewah pada handphone dengan harga lebih dari US$ 1.000 per unit. Dengan begitu, Marisa menduga pendapatan di
ERAA masih dapat naik menjadi Rp 15,46 triliun dari target tahun lalu Rp 12,74 triliun. Sedangkan untuk laba bersih akan menjadi Rp 295 miliar atau naik Rp 255 miliar dari taget 2014.
Matthew juga menduga pendapatannya di tahun ini akan mencapai Rp 15,95 triliun naik dari target 2014 Rp 14,44 triliun. Untuk laba bersihnya juga akan naik menjadi Rp 347 miliar atau naik dari target tahun lalu Rp 247 miliar. Matthew dan Marisa pun merekomendasikan beli dengan menargetkan harga masing-masing di Rp 1.440 dan Rp 1.320. Sementara Ella merekomendasikan netral di harga Rp 1.100. Kamis (26/2) harga saham
ERAA stagnan di level Rp 1.125 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Uji Agung Santosa