KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten rokok masih tertekan sepanjang paruh pertama tahun ini. Laba bersih PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (
HMSP) dan PT Gudang Garam Tbk (
GGRM) kompak turun. HMSP membukukan pendapatan sebesar Rp 53,5 triliun atau tumbuh 12,34% secara tahunan (year on year/yoy), tetapi laba bersih turun 26,39% yoy menjadi Rp 3,04 triliun. Senada, pendapatan GGRM naik 1,82% yoy menjadi Rp 61,67 triliun sementara laba bersih tergerus 59,37% yoy menjadi Rp 956,14 miliar.
Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto mengamati secara volume hingga kuartal kedua, penjualan HMSP membukukan kenaikan 5,7% yoy menjadi 42,3 miliar batang rokok. Hal tersebut menunjukan pertumbuhan yang lebih kuat dibanding pencapaian 2021 lalu yang mana volume naik 4,3%. "Hanya saja, masih kalah jika dibandingkan dengan volume industri pada semester I 2022 yang meningkat 6,6%," ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (31/7).
Baca Juga: Meski Pendapatan Naik, Laba HM Sampoerna (HMSP) Justru Turun 26,39% pada Semester I Pada bottom line, HMSP memang telah mencatatkan penurunan sejak tahun 2019. Margin laba yang terus merosot menunjukan bahwa perseroan cukup kesulitan dalam melakukan pass on kenaikan tarif cukai ke konsumen. Perbedaan tarif cukai ini juga menyebabkan selisih gap harga jual yang semakin besar antara rokok golongan 1 dengan rokok golongan dibawahnya sehingga terjadi peralihan sebagian pangsa pasar ke rokok yg lebih murah (
downtrading). "Apalagi daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih, sehingga cenderung beralih ke rokok yang lebih terjangkau harganya," katanya. Pandhu berpandangan, memang HMSP telah mengupayakan melalui inovasi IQOS. Menurutnya, sejauh ini perkembangannya cukup positif jika dilihat dari anggota IQOS Club per 2021 yang sudah mencapai lebih dari 65 ribu orang dibandingkan 30 ribu pada 2020, dan telah memiliki 78 outlet dibandingkan 14 pada 2020. Sebagai informasi, HMSP melakukan investasi pembangunan pabrik IQOS sebesar US$ 166,1 juta. Pabrik tersebut diproyeksikan selesai pada kuartal IV 2022. Namun begitu, Pandhu berpandangan tahun ini HMSP masih sulit mencatak pertumbuhan laba bersih. "Selain secara pertumbuhan masih lebih lambat dibanding industri, trend downtrading ini juga tidak dapat dilawan dengan menaikan harga jual karena dapat berdampak sebaliknya lantaran harga jual semakin tidak terjangkau," jelasnya. Dirinya memprediksi pendapatan HMSP mencapai Rp 104 triliun, sedangkan laba kami perkirakan akan sedikit turun menjadi sekitar Rp 6,5 triliun. Dirinya juga berpandangan serupa untuk kinerja GGRM tahun ini. Cukai masih menjadi pemberat utama perseroan. Oleh sebab itu, Pandhu memproyeksikan pendapatan stagnan sekitar Rp 123 triliun dan laba sekitar Rp 2 triliun. Equity Analyst Kanaka Hita Solvera Andhika Cipta Labora juga berpandangan industri rokok masih berat di tahun ini. Menurutnya, selain cukai ada beberapa hal yang turut memberatkan kinerja emiten rokok. Pertama, daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih akibat pandemi. Kedua, kenaikan cukai mengakibatkan meningkatknya peredaran rokok ilegal, serta masyarakat mulai mengurangi konsumsi rokok dan berpindah mengonsumi vape.
Baca Juga: Asing Mulai Mengoleksi Saham Gudang Garam (GGRM) Setelah Anjlok Selama Sepekan Oleh sebab itu, Andhika memproyeksikan HMSP membukukan pendapatan sebesar Rp 95 triliun - Rp 98 triliun dengan laba bersih Rp 5,7 triliun - Rp 6 triliun. Sementara GGRM diproyeksikan pendapatan sebesar Rp 125 triliun - Rp 127 triliun dengan laba bersih Rp 2,5 triliun - Rp 2,7 triliun.
Andhika merekomendasikan
buy on weakness saham HMSP, support Rp 885 dengan target penguatan Rp 1.040. "Ada baiknya para pelaku pasar menghindari saham GGRM, karena secara teknikal sedang mengalami
downtrend. Apabila para pelaku pasar ingin masuk ke GGRM di level Rp 24.000 - Rp 24.500," katanya. Sementara Pandhu melihat secara valuasi, HMSP diperdagangan kan pada PE sekitar 17,7x, dan PBV sekitar 4,1x. Dengan perkiraan laba sedikit turun, dan potensi pertumbuhan yang terbatas membuat valuasi saat ini masih belum menarik. Pihaknya mempertahankan target Rp 1.000 untuk 12 bulan ke depan, sehingga rekomendasi saat ini adalah
hold. Kemudian untuk GGRM, Pandhu menyematkan rekomendasi
hold dengan target 12 bulan ke depan Rp 31.900.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto