KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri semen diperkirakan akan positif pada tahun 2022 pasca roda perekonomian dibuka kembali. Sementara, faktor kenaikan harga batubara diperkirakan akan membebani kinerja emiten semen yang menggunakannya sebagai bahan bakar produksi. Analis Kiwoom Sekuritas Rizky Khaerunnisa mengatakan, berdasarkan laporan kinerja keuangan kuartal I 2022 emiten semen seperti PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (
INTP) dan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (
SMGR), masih belum memuaskan di tengah tekanan kenaikan harga batu bara. "Penjualan emiten semen masih di bawah ekspektasi karena masih melambatnya penjualan. Namun, seiring dengan pemulihan ekonomi serta mulai membaiknya sektor properti dan konstruksi kemungkinan saham-saham ini untuk kembali bergerak positif," ucap Rizky kepada Kontan.co.id, Jumat (3/6).
Sementara, Analis Ciptadana Sekuritas Asia Michael Filbery dalam risetnya mengatakan laba bersih kuartal I 2022 PT Indocement Tunggal Prakarsa (INTP) di bawah perkiraannya dan PT Semen Indonesia (SMGR) sejalan dengan ekspektasi dengan memenuhi 20,6% dari sepanjang tahun 2022. Di mana INTP membukukan laba bersih pada kuartal 1 2022 sebesar Rp182,6 miliar atau turun 48,0% secara
year-on-year (YoY). Sementara untuk SMGR mencatat pendapatan sebesar Rp 498,6 miliar atau naik 10,7% secara year-on-year (YoY). Rizky mengatakan dampak dari kenaikan harga batubara dan gas membuat biaya produksi meningkat dikarenakan beban bahan bakar dan power menjadi salah satu beban terbesar emiten semen. Tentunya, kenaikan harga batubara akan berpengaruh terhadap emiten semen.
Baca Juga: Margin Tergerus, Ini Rekomendasi Saham Indocement (INTP) Michael mengatakan volume penjualan semen INTP sedikit melemah sebesar 0,9% secara tahunan dalam kuartal I 2022 yang berbanding terbalik dengan pertumbuhan pasar 4,7% secara tahunan. Sementara terjadi penurunan volume penjualan untuk SMGR sebesar 6,0%, sebagai akibat dari penurunan pertumbuhan volume ekspor sebesar 29,0% secara tahunan karena SMGR lebih fokus ke domestik pasar.
Michael menduga penurunan volume penjualan disebabkan oleh harga jual rata-rata atau average selling price (ASP). Hambatan juga berasal dari Domestic Market Obligation (DMO) yang dapat semakin memperburuk profitabilitas. Selanjutnya, biaya yang lebih tinggi ke ASP masih menjadi sisi negatif bagi pangsa pasar, karena peningkatan tersebut tentu akan berdampak pada laju pemulihan volume penjualan semen.
Editor: Yudho Winarto