KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja PT Perusahaan Gas Negara Tbk (
PGAS) masih solid di tengah penurunan harga minyak dan gas (migas). Aturan harga gas bumi tertentu (HGBT) juga membatasi penurunan harga jual rata-rata. Analis Korea Investment and Sekuritas Indonesia Edward Tanuwijaya mengamati, harga minyak mentah ICE Brent di sepanjang tahun ini bergerak turun karena melemahnya permintaan negara-negara maju, menyusul aktivitas industri yang lesu mengimbangi kenaikan kuat produksi dari China dan negara-negara berkembang. Sementara, pemangkasan produksi OPEC+ hanya menjadi katalisator jangka pendek bagi harga minyak mentah.
Edward memperkirakan, harga minyak mentah secara rata-rata sekitar US$ 80 barel di tahun ini. Kondisi tersebut akan menghambat rencana PGAS untuk mendivestasikan sebagian aset minyak dan gas anak usahanya yaitu, PT Saka Energi Indonesia (SEI).
Baca Juga: Harga Gas Industri Naik, Begini Dampaknya bagi Perusahaan Gas Negara (PGAS) Research Analyst Reliance Sekuritas Ayu Dian mencermati, penurunan pada harga gas alam turut menekan harga jual rata-rata (ASP) dari PGAS. Pada kuartal I-2023, harga jual rata-rata gas PGAS turun 3% secara kuartalan menjadi US$ 7,63 mmbtu. Namun, pendapatan masih mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 12%
year on year (YoY) menjadi US$ 934 juta pada triwulan pertama tahun ini. Capaian tersebut didorong peningkatan volume seiring dengan membaiknya aktivitas industri. Ayu menyebutkan, kebijakan pemerintah menaikkan harga gas bumi tertentu (HGBT) menjadi US$ 6 mmbtu - US$ 7 per mmbtu akan menjadi katalis positif bagi harga jual PGAS. Aturan HGBT tersebut akan berdampak pada PGAS karena konsumsi industri kimia, keramik dan pupuk mencapai 30% dari total distribusi gas. “Sehingga, kenaikan HGBT tersebut berpotensi untuk meningkatkan margin perusahaan,” ungkap Ayu kepada Kontan.co.id, Rabu (5/7). Seperti diketahui, harga gas bumi tertentu atau HGBT untuk tujuh bidang industri dinaikkan dari sebelumnya US$ 6 per mmbtu menjadi lebih tinggi atau maksimal US$ 7 per mmbtu. Penyesuaian tersebut tertuang dalam lampiran Keputusan Menteri (Kepmen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 91 Tahun 2023 yang ditetapkan pada 19 Mei 2023. Adapun tujuh bidang industri pengguna yang mendapat HGBT, sebagaimana diatur sebelumnya dalam Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi, ialah industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Ayu mengatakan, PGAS telah mengoperasikan Lapangan Jambaran Tiung Biru (JTB) Jawa Timur yang memiliki kapasitas mencapai 192 MMSCFD pada kuartal IV-2022. Beroperasinya JTB tersebut berdampak positif pada permintaan gas yang turut meningkatkan transmisi gas PGAS mencapai 1.438 MMSCFD atau naik 9% YoY pada kuartal I-2023.
Baca Juga: Inflasi Melandai, Saham-Saham Ini Bisa Dilirik untuk Semester II-2023 Edward turut mencermati, PGAS mampu mempertahankan pertumbuhan yang stabil pada segmen hilir dan tengah. Volume distribusi dan trasmisi PGAS dinilai tetap solid sejauh ini. Volume distribusi dan transmisi yang lebih baik tersebut sebagian besar dapat dikaitkan dengan kemampuan PGAS untuk mengamankan pasokan gas tambahan menjelang akhir tahun lalu untuk melayani wilayah Jawa Tengah & Jawa Timur dari Husky CNOOC Madura Ltd (HCML) & pengoperasian penuh gas Jambaran Tiung Biru (JTB) fasilitas pengolahan (GPF). “Kami memproyeksikan pertumbuhan volume distribusi & transmisi PGAS akan normal di tahun ini. Kinerja segmen lainnya seperti regasifikasi, pemrosesan LPG & transportasi minyak juga dinilai tetap solid,” tulis Edward dalam riset 11 Mei 2023.
Edward merekomendasikan
buy saham PGAS pada target harga Rp 1.850 per saham. Sementara, Ayu merekomendasikan
buy pada saham PGAS dengan target harga di level Rp 1.450 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi